Mahakarya Sang Pemenang

Biarkan Aku Bermain Bagian 2



Biarkan Aku Bermain Bagian 2

0Tang En tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan di pihak tim Arsenal. Dia hanya melirik sekilas dan mendapati bahwa Wenger tidak menggantikan Brady dalam menjalankan posisi manajerialnya. Sebaliknya dia hanya berdiri di tepi lapangan dengan tangan terlipat di dada dan melihat para pemain tim pemuda Arsenal berkumpul untuk mendengarkan Brady berbicara. Jadi, dia mengalihkan perhatiannya kembali ke timnya.     
0

"Kurasa kalian tak membutuhkan aku untuk mengatakan apa-apa lagi, kan? Apa kalian tahu apa yang kusukai?"     

"Kemenangan!" Morgan menggeram, dan rekan-rekan setimnya setuju dengannya.     

"Bagus sekali! Arsenal bukan lawan yang lemah, tapi kita juga sangat kuat. Sudah beberapa hari ini hujan turun setiap hari, dan aku tak meminta kalian untuk berlatih di dalam ruangan. Saat kalian basah kuyup karena hujan dan berguling-guling di tanah berlumpur, babak belur dan kelelahan, dan hanya bisa menelan kesengsaraan dan mengeluh dalam hati, apa kalian pernah berpikir bahwa mungkin kita harus membuat lawan kita merasakan semua itu?"     

Meskipun para pemain menggelengkan kepala mereka, ekspresi bersemangat di wajah mereka terlihat jelas.     

"Benar sekali! Anak-anak Arsenal juga tak memikirkannya! Pergi sana dan kejutkan mereka, boys!"     

"Forest! Forest! Kemenangan!" Para pemain meraung bersama di dalam kerumunan dan berlari ke lapangan.     

Perhatian Wenger teralihkan pada teriakan yang datang dari tim Forest. Dia berbalik untuk melihat mereka tapi bertemu dengan tatapan Twain saat dia kebetulan sedang mengamatinya di saat yang bersamaan.     

Saat Wenger melihat Twain sedang menatapnya, ia mengalihkan tatapannya. Tapi Tang En masih menatap si pria Prancis itu seolah-olah dia ingin melihat menembus dirinya.     

Arsene Wenger ... Suatu hari nanti kita akan bertarung secara langsung.     

Setelah pertandingan dimulai, tim pemuda Arsenal tampak kesulitan beradaptasi dengan kondisi lapangan yang sangat buruk. Banyak permainan terkoordinir mereka yang biasanya berhasil akhirnya gagal karena lapangan yang buruk.     

Kekuatan umpan-umpan mereka berkurang. Bola hanya akan bergulir beberapa kali sebelum kemudian berhenti di lumpur. Kalau mereka menggunakan terlalu banyak kekuatan dalam menendangnya, bola itu mungkin langsung terbang keluar jalur. Kalau mereka berlari terlalu cepat, mereka tak bisa mengerem tepat waktu, dan kalau mereka berlari terlalu lambat, mereka takkan bisa menerima bola.     

Setelah setengah jam, skornya masih 0:0. Skor masih belum berubah, tapi kaus Arsenal yang kuning bersih untuk pertandingan tandang mereka sudah hampir berubah menjadi hitam.     

Pada menit ke-32, para pemain tim Forest tampaknya memiliki sedikit masalah dengan kekuatan fisik mereka. Laju serangan mereka melambat, dan mereka mulai mengoper bola bolak balik di lini belakang. Pada titik ini, para pemain Arsenal yang semakin tak sabaran bergegas melewati garis tengah seperti segerombolan lebah, berharap bisa mencetak gol sebelum akhir babak pertama. Mereka tak menyangka akan terjebak di rawa-rawa bersama dengan lawan mereka.     

Wenger mengangkat alisnya saat melihat ketidaksabaran para pemainnya. Tapi dia tak angkat suara untuk mengingatkan Brady yang berdiri di pinggir lapangan dan mengarahkan pertandingan dengan berseru dan berteriak.     

Ketika Senderos melewati lingkaran tengah setelah mereka tidak bisa menahan diri lagi, satu-satunya pemain Arsenal yang tersisa, selain kiper, Craig Holloway, hanyalah satu bek tengah, Franklin Simek, dengan banyak ruang kosong luas di sekelilingnya. .     

Wes Morgan mencegat operan gelandang Arsenal asal Ceko, Papadopulos, dan kemudian mengarahkan bola ke depan. Sebagian besar pemain muda Arsenal lantas bergerak membabi buta dan harus berjuang untuk menendang bola keluar dari kotak penalti untuk menghentikan serangan lawan mereka. Tapi siapa yang ada di depan mereka? Para pemain Forest hampir semuanya berkerumun di lini belakang, bermain bertahan.     

Mereka merasa lega karena tak ada seorang pun dari tim Forest di sisi itu. Tapi mereka tak tahu kalau tim Forest memiliki striker cepat — Spencer Weir-Daley!     

Taktik satu-orang yang membuat bek belakang menggiring bola dan melakukan umpan panjang ke striker adalah latihan yang seringkali dijalankan oleh Tang En selama latihan. Tapi karena Weir-Daley hampir tak berguna kecuali kecepatan larinya yang tinggi, tingkat kesuksesannya tak terlalu tinggi. Hal ini tetap tak mengubah pikiran Tang En, dan dia bersikeras menggunakan taktik ini. Bahkan jika taktik itu hanya berhasil satu kali dari seratus kali, itu tak penting selama dia mencetak satu gol itu pada saat yang paling kritis!     

Seperti sekarang...     

Weir-Daley dengan cepat berlari melewati sisi samping Senderos, dan dia tampak benar-benar tak dipengaruhi oleh tanah berlumpur. Senderos sangat terkejut sehingga dia baru ingin berbalik dan mengejar pemain Forest yang begitu cepat sampai dia tak bisa melihat nomor punggungnya, tapi wajahnya dipukul oleh gumpalan lumpur yang terlontar.     

Bola masih ada di udara dan Weir-Daley sudah berlari melewati lini tengah. Dia mendekati zona 30 meter tim lawan.     

John dan yang lainnya di pinggir lapangan bersorak keras dan menyemangati Weir-Daley.     

"Lari, Nak! Kau bisa melakukannya!"     

Bek belakang Arsenal, Simek, baru saja mulai bergerak maju untuk menghentikan bola ketika kakinya terpeleset. Kemudian dia melihat putus asa ke arah Weir-Daley yang melewatinya dari samping.     

"Lari terus!!"     

Weir-Daley, yang telah menerima bola, hanya berhadapan dengan satu pemain yang tersisa di depannya sekarang — sang kiper, Holloway. Lawannya sudah berada di belakangnya, sisanya sederhana. Di tengah teriakan keras kerumunan penggemar yang berada di pinggir lapangan, Weir-Daley dengan mudah bergerak melewati Holloway, yang telah kehilangan pusat gravitasinya, dan menembakkan bola ke gawang yang kosong!     

Bolanya masuk! Bolanya masuk!     

Tim pemuda Nottingham Forest memimpin dalam pertandingan putaran ketiga FA Youth Cup melawan tim pemuda Arsenal yang perkasa 1:0!     

John dan yang lainnya begitu bersemangat di pinggir lapangan hingga mereka mendorong pagar kawat dan membuat suara berderak. Kelihatannya seolah mereka sedang mendorong pagar kawat itu dan akan berlari ke lapangan untuk bergabung dengan tim Forest dalam merayakan gol.     

"Bagus sekali, boys!" Asisten manajer Kerslake berdiri untuk memberi selamat pada para pemain yang berlari kembali ke area teknis, dan Twain bertepuk tangan di belakangnya. Segalanya menjadi lebih mudah sekarang dengan satu gol. Sekarang setelah mereka unggul, kalau Arsenal ingin menang dalam pertandingan tandang ini, itu takkan mudah!     

Di sisi lain, Brady mengayunkan tinjunya dengan marah dan kemudian berteriak, "Tony Twain sialan itu!"     

Wenger berdiri di belakang Brady dengan tangan terlipat di dada, dan dia masih tak mengatakan sepatah kata pun. Tapi tatapannya sekarang telah bergeser dari lapangan ke pinggir lapangan, dan perhatiannya telah beralih dari pemain muda Arsenal ke Tony Twain.     

Dia tahu bagaimana menggunakan kondisi cuaca dan lapangan sebagai pondasi untuk taktik mereka. Kalau cuaca tak menguntungkan bagi mereka, dia menciptakan kondisi yang kondusif bagi mereka secara buatan. Dia memanfaatkan setiap faktor kemenangan yang bisa digunakan sepenuhnya. Manajer tim pemuda itu tidak sederhana.     

Sepuluh menit kemudian, babak pertama pertandingan berakhir. Tim tamu, tim pemuda Arsenal, tertinggal dari tim pemuda Nottingham Forest dengan satu gol untuk saat ini.     

Melihat para pemain yang terlihat lesu dan kehilangan semangat usai mereka kembali dari lapangan, Wenger tiba-tiba bertanya kepada Brady yang sedang sibuk menghibur mereka, "Liam, apa kau membawa sepatu karet cadangan kali ini? Sepatu-sepatu dengan paku panjang."     

Brady mengerti, dan dia mengangguk, "Ya, aku membawanya. Aku akan menyuruh mereka semua mengganti sepatu mereka sekarang." Kemudian dia menoleh ke arah para pemain muda dan berkata, "Ganti sepatu kalian dengan sepatu berpaku panjang dan tunjukkan pada bajingan-bajingan kecil itu betapa kuatnya kita di babak kedua!"     

Tiba-tiba saja, terdengar suara paku sepatu berbenturan di mana-mana. Wenger mengangguk ringan, selama tim beradaptasi dengan tanah berlumpur yang licin itu, ia percaya bahwa dengan kekuatan seluruh tim, mereka masih akan bisa mengatasi tim Forest.     

Selagi dia memikirkannya, dia menoleh lagi ke arah manajer tim Forest. Dia ingin melihat apa yang sedang dilakukan Tony Twain.     

"Kalian telah melakukan pekerjaan dengan baik!" Tang En memuji para pemainnya dengan suara keras. "Saat kita berlari bebas di lapangan ini, lawan kita dengan panik berusaha keras untuk mengimbangi kita. Teruslah bermain seperti ini di babak kedua, tingkatkan tackling kita pada pemain mereka yang membawa bola, jadi mereka akan terus menerus kehilangan bola!"     

"Yaaaa!!"     

Ketika dia mendengar sorak-sorai yang berasal dari tim Forest, Wenger memanggil Fàbregas sendirian ke sisi lapangan.     

"Cesc, bagaimana menurutmu permainanmu di babak pertama?"     

Cesc Fàbregas menggelengkan kepalanya dengan jujur, "Tidak terlalu baik, Pak."     

"Dan alasannya adalah?"     

"Yah, aku tidak ingin mencari alasan, tapi kondisi lapangannya sangat buruk. Aku belum pernah bermain di lapangan seburuk ini. Bolanya sama sekali tak bisa digiring." Fàbregas menunjuk ke lapangan di belakangnya, yang memang sangat buruk seolah-olah baru saja dibajak dengan traktor.     

Wenger menyatakan pengertiannya, "Kau memang benar dengan mengatakan itu. Kondisi lapangan benar-benar membatasi permainanmu. Tapi kupikir, setelah babak pertama, kau seharusnya sudah cukup beradaptasi dengan lapangan ini?"     

"Ya pak."     

"Aku ingin melihat lebih banyak umpan, bola setinggi dada, kurangi kontak antara bola dan tanah sebanyak mungkin. Lebih sedikit menggiring bola untuk serangan balik." Wenger menepuk bahu Cesc Fàbregas. "Ingat Cesc. Kau adalah gelandang tengah, inti dari tim, otak tim. Gunakan lebih banyak ini untuk bermain." Dia menunjuk ke pelipisnya sendiri. "Kalau situasinya tidak baik, maka kau bisa menggunakan metode lain untuk mengatasinya. Selama pertandingan berjalan, manajer tak bisa memanggilmu kapan saja untuk memberi instruksi tentang langkahmu selanjutnya. Kau harus menjadi manajer kedua di dalam lapangan."     

Fàbregas mengangguk dengan tegas. "Aku mengerti, Pak. Aku tahu apa yang harus kulakukan!" Dia kembali ke teman satu timnya dan menatap tim Forest dengan tegas karena sekarang dia memiliki tujuan yang jelas.     

Segera setelah babak kedua dimulai, Tang En merasa ada sesuatu yang salah. Cesc Fàbregas, yang terjebak di rawa selama babak pertama, mulai bangkit. Dia adalah inti lini tengah Arsenal, dan kebangkitannya berarti Arsenal juga mulai bangkit.     

Gelandang muda Spanyol itu mengawasi lini tengah dan mengelolanya. Dari waktu ke waktu, Clichy, bek tengah Prancis akan menyela dari belakangnya untuk membantu memutus garis pertahanan tim Forest. Michael Papadopulos akan menerima umpan Fàbregas di lini depan dan kemudian menggunakan keahliannya untuk melepaskan diri dari bek dan mencari peluang untuk mencetak gol. Senderos, setelah dikecam oleh Brady saat turun minum, jarang maju ke depan di babak kedua, kecuali jika ada posisi yang bagus untuk melakukan tendangan bebas atau tendangan sudut. Di waktu yang lain, dia mempertahankan lini belakang dan Weir-Daley tak memiliki peluang lagi untuk maju.     

Arsenal seperti sebuah mesin. Fabregas adalah pengendali inti mesin itu, dan yang lainnya beroperasi di sekitarnya. Saat dia berlari normal, tim akan berlari normal. Kalau dia tidak normal, tim itu akan berada dalam bahaya.     

Di babak pertama, meski pengontrol mesin Spanyol itu tampaknya mengalami korslet kecil karena air yang berlumpur, ia kembali bisa beroperasi di babak kedua.     

Dua puluh menit kemudian, kalau tim Forest sedang sial, gawang mereka akan kebobolan setidaknya sebanyak tiga kali. Suatu kali, tendangan panjang Papadopulos yang kuat nyaris memasuki gawang. Kiper Forest, John Lukic, melemparkan dirinya untuk memblokir bola, dan bola perlahan bergulir menuju garis gawang. Tapi saat bola tepat berada di depan garis putih, Wes Morgan berhasil bergegas tepat waktu dan menendang bola itu keluar!     

"Ah!" Desahan keras keluar dari area teknis Arsenal, dan tim Forest menghela nafas lega.     

"Kita tak bisa terus seperti ini," kata Kerslake pada Twain. "Bocah Spanyol itu terlalu bagus! Passingnya fantastis! Dia hampir selalu bisa menemukan titik strategis kita."     

Tang En meremas dagunya dan bergumam, "Ya, ya, kau benar, David. Dia memang sangat bagus. Dia sangat kuat. Tapi apa kita sekarang memiliki seseorang yang bisa bertahan melawannya?"     

Kerslake dibuat terdiam oleh pertanyaan Twain. Itu memang benar, apakah tim Forest memiliki orang yang bisa bertahan melawan pemain terbaik Kejuaraan Eropa U-17 UEFA?     

Kedua pelatih itu menatap Fàbregas, yang sangat aktif di lapangan. Mereka telah kehabisan ide. Duduk di ujung terluar bangku pemain cadangan, George Wood tak peduli dengan apa yang terjadi di lapangan. Dia telah gelisah selama hampir 65 menit dan benar-benar tak ​​bisa hanya duduk diam di sana dan mempelajari apapun dari rekan setimnya yang berada di lapangan. Dia melompat berdiri dan berjalan ke arah Twain, menghalangi pandangannya.     

"George?" Tang En menatap Wood.     

"Biarkan aku bermain." Wood langsung bicara ke intinya tanpa basa basi.     

"Sekarang? Ini bukan waktu yang tepat." Tang En benar. Fàbregas bermain melebihi ekspektasinya di pertandingan ini. Dia tadinya akan membiarkan Wood bermain di pertandingan ini, tapi sekarang setelah dia melihat penampilan Fabregas di babak kedua, dia segera berubah pikiran. "Sejalan dengan prinsip melindungi pemain muda ..."     

"Biarkan aku bermain!" Wood mengulangi permintaannya.     

"Katakan padaku alasanmu." Biasanya, George Wood selalu mendengarkan Twain, dan dia hanya akan menyulitkannya di beberapa kesempatan, seperti sikapnya yang pantang menyerah saat ini.     

Wood ragu-ragu sejenak, lalu menunjuk ke sudut terpencil di luar lapangan dan berkata, "Ibuku ada di sini, dan aku ingin dia melihatku bermain dalam pertandingan."     

Tang En yang terkejut melihat ke arah yang ditunjuk oleh jari Wood, dan melihat Sophia, yang bersembunyi di sudut yang tak mudah diperhatikan dan jauh dari tempat John dan para penggemar lainnya, berdiri di belakang pagar kawat untuk menonton pertandingan.     

"Bagaimana dia bisa datang kemari?"     

Wood tak mau menjelaskan tentang itu, jadi dia mengulangi, "Biarkan aku bermain."     

Tang En memandang ekspresi tegas Wood di matanya, memikirkannya lagi, dan mengangguk. "Yah, pergilah lakukan pemanasan, kau hanya punya waktu tiga menit, dan setelah itu kembalilah kemari."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.