Mahakarya Sang Pemenang

Mendapat Masalah Bagian 2



Mendapat Masalah Bagian 2

0Setelah 10 menit, keduanya berdiri di luar rumah Tang En. Tang En menunjuk ke nomor rumahnya dan bertanya pada gadis itu, "Apa aku bohong padamu? Nomor 13 di Branford Gardens, tempat tinggalku."     
0

Gadis itu mengangguk dan berjalan langsung ke pintu, mencoba membukanya seolah itu adalah rumahnya.     

"Hey apa yang kau lakukan?" Tang En kaget.     

"Masuk ke dalam untuk istirahat," gadis itu menoleh kearahnya dan menjawab.     

"Tapi ini rumahku. Aku sudah di sini selama ... selama tujuh tahun, hanya aku sendiri dan aku tidak kenal Bibi Ryan yang katamu tinggal di sini."     

"Pembohong!" Gadis itu memegang gagang pintu dengan keras kepala.     

Tang En menatap wajah gadis itu, dan tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang mirip antara kepribadiannya dan kepribadian gadis itu. Sebagai akibatnya, dia mengeluarkan kunci, melangkah maju untuk membuka pintu, dan berkata, "Baiklah, kau bisa masuk ke dalam dan melihat sendiri. Kau takkan menemukan Bibi Ryan-mu itu."     

Gadis itu tak menyangka Tang En akan mengizinkannya masuk begitu cepat, dan dia berdiri diam dan ragu-ragu.     

"Apa? Ragu-ragu?" Tang En tertawa.     

Tawa itu memicu rasa penasaran gadis itu, dan dia berjalan masuk dengan kepala terangkat tinggi. "Aku akan masuk ke dalam untuk melihat-lihat. Kau pikir aku tidak tahu kalau kau tinggal di lantai bawah, dan bibiku di lantai atas ?!"     

Dia berjalan ke tangga sambil mengatakan ini, dan Tang En mengikutinya sambil mengangguk tegas. "Ya, ya! Alangkah senangnya kalau ada bibi cantik yang tinggal bersamaku. Dia akan membantuku memasak, dan aku akan mencuci piring, lalu kami akan nonton TV sama-sama..."     

Gadis itu berhenti berjalan dan menatap Tang En, "Bibi Ryan usianya 53 tahun."     

"Hah." Tang En menggaruk kepalanya. "Yah, lupakan saja, kalau begitu."     

Mereka berjalan ke lantai dua. Gadis itu melihat pintu yang terbuka. Dia tidak memperhatikan apa yang ada di dalam ruangan, hanya foto besar yang tergantung di dinding yang menghadap ke arahnya. Di bawah latar belakang merah yang besar, ada satu orang yang berdiri dengan tangan terangkat ke udara.     

Foto itu menarik perhatiannya, dan dia langsung mendekatinya.     

"Hei, ini kamarku." Sudah terlambat bagi Tang En untuk menghentikannya.     

Gadis itu berdiri di samping foto dan berkata, "Kau benar-benar seorang manajer sepakbola."     

"Yah, aku tidak dibayar untuk membohongimu." Tang En memutar matanya. Bagaimana aku bisa membuat diriku lebih kelihatan seperti seorang manajer sepakbola? Memakai kaos olahraga, sepatu olahraga putih, dan jalan-jalan dengan peluit menggantung di leher sepanjang hari? Itu penampilan yang bodoh.     

"Keren sekali," kata gadis itu dan kemudian melihat ke sekeliling ruangan. "Jadi, ini kamarmu?'     

Tang En menyadari bahwa kamarnya cukup berantakan saat itu. Dia belum mencuci pakaian atau membenahi tempat tidurnya. Ada pakaian yang dilemparkan ke lantai, dan buku yang dibacanya semalam masih terbuka di atas bantalnya.     

Ekspresi gadis itu menunjukkan rasa jijik pada keadaan kamar yang mengerikan, tapi Tang En, yang menggaruk kepalanya, tak bisa mengatakan apa pun kecuali, "Semua pria lajang seperti ini. Sudah cukup. Ayo pergi. Ini kamarku, dan aku tidak mengundangmu masuk kesini!" Dia tiba-tiba merasa aneh tentang perilakunya sendiri. Kenapa dia seolah tampak menyedihkan di depan "tamu"-nya ini?     

Gadis itu bergegas keluar kamar, dan Tang En berkata, "Lihat, kan? Tidak ada Bibi Ryan."     

Gadis itu menunjuk ke arah tiga kamar lain dengan pintu tertutup.     

"Dua diantaranya adalah kamar tamu yang kosong dan satunya adalah kamar mandi." Tang En membuka pintu satu per satu untuk menunjukkan pada gadis itu.     

Gadis itu terdiam setelah dia melihat semua kamar kosong dengan hanya ranjang di dalamnya. Tang En tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia harus memintanya untuk pergi.     

"Kau sudah melihatnya dengan mata kepalamu sendiri. Hanya ada aku yang tinggal di Jalan Branford Gardens nomer 13. Aku tidak tahu dimana bibimu berada. Sekarang tolong pergilah," kata Tang En sambil berdiri di samping tangga.     

Gadis itu tampak linglung saat dia melihat kamar-kamar, dan kemudian dia berkata, "Aku bisa membayarmu. Bisakah kau mengijinkanku tinggal di sini semalam?"     

Saran itu sungguh tak terduga, dan Tang En sangat terkejut. Dia menyadari bahwa gadis itu menganggap rumahnya seperti hotel.     

Saat gadis itu mengeluarkan beberapa koin dan uang kertas, Tang En mengerutkan kening.     

"Tidak cukup?" gadis itu bertanya dengan lembut. "Tapi hanya ini yang kumiliki ..."     

"Di mana orang tuamu? Kurasa sebaiknya aku menelepon mereka, memberitahu—" kata-kata Tang En terputus oleh teriakan gadis itu.     

"Tolong jangan!" Dia mencengkeram tangannya. "Kalau kau tidak mau aku tinggal disini, aku akan pergi sekarang!"     

Melihat reaksinya, Tang En bahkan lebih terkejut lagi. Dia memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak. "Aku bisa membiarkanmu tinggal di sini dan tidak akan menerima uangmu, tapi kau harus memberitahuku tentang orang tuamu."     

Ruangan kembali sunyi setelah dia menyelesaikan kalimatnya. Gadis itu sepertinya sedang mempertimbangkan atau ragu-ragu, dan Tang En tidak mendorongnya untuk menjawab lebih cepat. Baginya, tidak jadi masalah kalau dia membiarkan anak itu tinggal di sini satu malam. Dia hanya penasaran kenapa gadis itu bertingkah aneh selama ini.     

Setelah beberapa saat, gadis itu akhirnya mulai bicara. "Aku sebenarnya melarikan diri dari rumah. Tidak ada Bibi Ryan. Aku diadopsi saat aku masih muda, tapi mereka memperlakukanku dengan buruk, dan aku benci mereka!" Dia menunduk dan berdiri di depan Tang En. Rambutnya yang panjang menutupi wajahnya. Tang En tak bisa melihatnya, tapi suara gadis itu sangat rendah. Kebencian yang dibicarakannya memang nyata.     

Sekarang masalahnya lebih rumit dan sulit untuk diputuskan. Apakah gadis itu akan membuat masalah?     

Gadis itu tidak mendengar respon apa pun dari Tang En, jadi dia mengangkat kepalanya dan memandang Tang En dengan tatapan takut. Dia melihat Tang En semakin memberengut.     

"Baiklah, Pak. Aku tahu permintaanku tak masuk akal." Gadis itu menundukkan kepalanya lagi, karena harapannya sudah hilang, dan dia mengambil tasnya untuk pergi.     

Tang En menghentikannya menggunakan tangannya. "Aku akan setuju untuk membiarkanmu tinggal di sini, tapi kita harus menandatangani atau membuat beberapa perjanjian. Sesuatu seperti perjanjian sewa juga bisa. Aku tidak mau punya masalah atau bertengkar denganmu di masa depan. Ini akan menguntungkan bagi kita berdua. Kau paham apa yang kukatakan?"     

Dia mengangguk dengan penuh semangat. "Aku mengerti sepenuhnya! Paman, kau orang yang baik!"     

Mendengar kalimat terakhir gadis itu, mulut Tang En berkedut dan dia menunjuknya dengan jarinya. "Aku punya satu syarat lagi. Jangan memanggilku paman. Aku belum setua itu! Anak ini ... siapa namamu?"     

"Jude, Jude Shania Jordana. Kau bisa memanggilku Jude, Sha, atau Jor," jawab gadis itu, tersenyum. Matahari sore yang terpantul dari jendela kamar bersinar di wajahnya. Melihat wajahnya yang bahagia, Tang En bertanya-tanya apakah ekspresi sedih yang ditunjukkannya sebelum ini hanyalah akting belaka.     

Tang En melanjutkan bertanya. Dia merasa setidaknya dia perlu tahu sejumlah informasi dasar tentang penyewa temporernya itu.     

"Oke, Jude. Berapa umurmu?"     

"13!" Jude menjawab dengan jelas, dan jawabannya mengejutkan Tang En.     

Tang En memiringkan kepalanya dan memeriksanya dari kepala hingga kaki dengan hati-hati.     

Tinggi badan Tang En adalah 186 sentimeter, dan gadis kecil di depannya hampir mencapai tenggorokannya. Dengan badan setinggi itu, siapa yang akan percaya kalau dia baru berusia 13? Apalagi dengan kaki-kaki panjang itu. Tapi, wajahnya masih tampak muda, yang cocok dengan usianya.     

"Berapa tinggi badanmu?"     

Jude berpikir sejenak dan kemudian menjawab Tang En, "Mungkin sekitar 5'3" atau 5'4 ". Aku tidak yakin."     

Lima kaki-tiga inci setara dengan 160 sentimeter, sedangkan 5'4" kurang lebih 163 sentimeter.     

Angka-angka itu mengejutkan Tang En lagi. Dia benar-benar ingin bertanya pada Jude apa yang dia makan, dan dengan cara apa orang tua angkatnya melecehkannya untuk bisa membuatnya mencapai tinggi badan yang mungkin tidak bisa dicapai oleh beberapa wanita.     

Berdiri santai disana, posturnya tegak alami, dan Tang En berpikir, dia ini seorang calon model.     

Sisanya cukup mudah ditangani. Tang En bertanya lebih banyak informasi mendasar tentang Jude dan menyusun sebuah perjanjian sederhana, yang ditandatangani keduanya. Jude adalah seorang gadis Brasil yang datang melintasi benua Atlantik untuk melarikan diri dari orang tua asuhnya yang selalu memperlakukannya dengan buruk. Tang En kagum pada pikirannya yang dewasa sebelum waktunya.     

Malam itu, Tang En membawa Jude ke Forest Bar untuk makan malam, dan kedatangan mereka menyebabkan keributan kecil.     

Beberapa orang datang menghampiri untuk menyambut Jude dengan gelas bir mereka, tapi segera melihat mata Tang En yang tidak ramah. Jude tersenyum manis dan menyapa kembali para pria-pria Inggris, seperti bagaimana dia menyapa Tang En di jalan. Tapi Tang En tahu bagaimana perilaku orang-orang ini setelah mereka mabuk.     

Beberapa orang di sekitar Tang En mulai menggoda dan mengolok-oloknya, tak terkecuali Burns.     

"Hei, Tony. Sejak kapan kau punya anak perempuan?"     

"Ha ha!" orang-orang di sekitar mereka tertawa.     

Tang En membela diri, "Oh, Kenny sayang. Kau tahu tak ada yang bisa menggantikanmu."     

Semua orang tertawa lebih keras lagi, termasuk Burns.     

Jude menyaksikan dengan rasa penasaran bagaimana keduanya berdebat. Segala sesuatunya terasa asing tapi juga menarik baginya. Dia tidak takut pada pria-pria yang berwajah merah itu dan juga energi mereka. Dia malah merasa aman, meski dia tak tahu kenapa.     

Setelah mereka selesai makan malam, Tang En tidak tinggal di bar untuk terus mengobrol dan minum dengan semua orang seperti biasanya. Dia punya Jude untuk diurus.     

"Sampai besok, guys. Aku harus pulang sekarang." Tang En memegang tangan Jude dan mencoba mengucapkan selamat tinggal di pintu.     

Ada desahan keras dari dalam bar.     

"Tony! Pulang saja. Tidak ada yang memintamu tinggal lebih lama, tapi Jude bisa tinggal!" Burns mengedip pada Tang En.     

Kata-katanya mendapat dukungan semua orang dengan tawa mereka. "Kenny punya saran yang bagus, Tony!"     

"Tidak mungkin!" Tang En menunjukkan kepalan tinjunya. "Pulang sana dan habiskan waktu yang berkualitas dengan istrimu!"     

Tang En dan Jude meninggalkan Forest Bar yang penuh dengan tawa.     

Dalam perjalanan pulang, Jude merasa tertarik pada hubungan Tang En dengan orang-orang di bar.     

"Apa kau dekat dengan mereka?"     

Itu hanya pertanyaan biasa yang diajukan oleh seorang gadis yang penasaran, tapi tiba-tiba hati Tang En tersentuh. Dia memikirkan semua orang yang telah ditemuinya dan hal-hal yang dihadapinya dalam lima bulan terakhir. Pertama kali dia bertemu Michael; turun minum yang menarik dan babak kedua pertandingan melawan West Ham United; George Wood yang mencintai ibunya dan ibunya yang juga mencintainya; kebahagiaan yang dirasakannya saat melihat Yang Yan lagi; pelajaran "rendah hati" yang diajarkan Mr. Clough kepadanya; Mark Hodge, yang hanya memikirkan tentang kehormatan di benaknya; Gavin kecil yang tak berdosa; dan babak playoff yang berada di ambang kesuksesan ... Itu semua adalah setengah tahun yang luar biasa dalam hidupnya.     

"Apa kau ingin dengar cerita, Jude?"     

Jude mengangguk senang.     

"Ceritanya sangat panjang, dan bagian akhirnya mungkin tak memuaskan. Apa kau masih ingin mendengarnya?"     

"Ya, ya tolong!"     

"Ini berawal sejak lama sekali ... eh, yah, sebenarnya hanya lima bulan yang lalu ..."     

Saat Tang En menceritakan kisahnya dengan suaranya yang dalam, mereka berdua berjalan perlahan di bawah matahari terbenam dengan bayangan mereka mengikuti di belakang.     

Sekarang Tang En tak lagi hidup sendirian, dan ada penyewa sementara, jadi esok harinya dia bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan sarapan bagi Jude. Saat Tang En hidup sendiri, sarapannya selalu sederhana dengan hanya satu botol susu dan sepotong roti. Sekarang setelah gadis itu ada di sana, Tang En harus mencoba membuat sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang lebih bergizi.     

Untungnya, masih ada makanan di lemari es.     

Secangkir susu panas, sebutir telur, sepotong roti, keju, dan daging ham yang diasap. Melihat semua makanan di atas meja, Tang En berpikir sejenak dan kemudian pergi dan mengambil sebuah apel dari lemari es, mencuci, dan meletakkannya di samping piring. Sejak dia pindah ke sana setengah tahun yang lalu, dia tidak pernah menyiapkan sarapan yang begitu lezat. Bahkan sebelum itu, dia tidak tahu sudah berapa tahun berlalu sejak dia membuat sarapan yang sesungguhnya. Dia benar-benar kurang latihan, karena ada kulit telur di dalam telur yang dimasaknya.     

Setelah selesai membuat sarapan dengan kikuk, Tang En menyadari bahwa Jude masih belum turun. Dia mengira Jude pasti lelah setelah melakukan perjalanan jauh dan dia ingin membuatnya beristirahat lebih lama. Jadi, Tang En mulai membaca koran di meja makan.     

Nama yang paling banyak muncul adalah David Beckham, diikuti dengan Chelsea dan Bates. Lelaki tua itu akhirnya menyerah dalam menangguhkan hutang Chelsea senilai lebih dari £ 90.000.000 dan berencana menjual klubnya. Setelah berbulan-bulan spekulasi, kebohongan, dan klaim, pembeli yang paling potensial akhirnya muncul, yaitu Roman Rusia Abramovich yang amat sangat kaya.     

Sekarang media sibuk membicarakan tentang orang itu dan properti misteriusnya, dan beberapa pihak memandangnya sebagai penyelamat Liga Utama.     

Hal yang membuat Tang En senang adalah kenyataan bahwa tidak ada banyak perbedaan antara apa yang terjadi saat ini dengan memori tentangnya dari kehidupannya yang lalu. Dia sudah berencana untuk mendapatkan keuntungan dari efek riak yang disebabkan oleh semua transfer klub ini setelah orang Rusia itu mengambil alih Chelsea.     

Setelah memikirkannya sebentar, Tang En menjadi frustrasi. Timnya tidak memiliki pemain yang luar biasa untuk bisa menarik perhatian orang Rusia itu dan menipunya. Michael Dawson masih kurang dewasa, dan bahkan jika orang Rusia itu menginginkannya, dia takkan menjualnya. Bagi mereka yang ingin dijualnya, tak ada alasan untuk berpikir bahwa orang Rusia itu menginginkan mereka. Selain itu, karena adanya gangguan dari orang Rusia itu, semua klub akan menggandakan harga pemain mereka dalam waktu dekat. Karena Forest berada dalam situasi keuangan yang buruk, hampir tidak mungkin bagi mereka untuk mendapatkan pemain dengan harga murah.     

Setelah dipikir-pikir lagi, datangnya orang Rusia itu jauh lebih merugikan daripada menguntungkan bagi Tang En. Dia mengutuk keras dan meletakkan korannya ke sampingnya.     

Dia baru sadar bahwa Jude masih belum bangun. Sarapannya tidak akan enak kalau sudah dingin. Jadi dia memutuskan untuk naik ke atas dan membangunkan anak itu.     

Pada awalnya. Tang En mengetuk pintu dengan lembut, tapi tak ada jawaban setelah beberapa ketukan. Setelah itu, dia berteriak, dan masih belum ada jawaban. Merasa cemas, meskipun kamar itu milik seorang gadis, dia mengambil kuncinya untuk membuka pintu.     

Tas hitam putih itu setengah terbuka di lantai. Pakaian dan barang-barang miliknya berserakan di lantai. Di tempat tidur, selimutnya berantakan dan separuh menggantung dari tempat tidur. Di bawah selimut, ada tubuh kecil yang gemetar seperti kucing malang yang ketakutan.     

Tang En bergegas ke tempat tidur.     

Jude kelihatannya mengalami kejang. Wajahnya memberengut, giginya mengertak, dan dia mengatakan sesuatu yang tak bisa dipahami Tang En. Dia jelas sedang demam.     

Tang En mengeluarkan teleponnya, menghubungi Landy, dan meletakkan telepon di antara telinga dan bahunya. Sambil menunggu Landy menjawab telepon, ia melepaskan selimut dan mengangkat Jude yang hanya memakai piyama dan bergegas ke lantai bawah.     

"Landy, kau dimana? Ada keadaan darurat, dan aku butuh mobil segera! Cepatlah datang. Ini tentang hidup atau mati!"     

Landy melirik GPS-nya dan berkata, "Tiga menit, paling lama tiga menit."     

Kemudian dia memberi tahu penumpang di belakangnya, "Maaf, Pak. Tolong kencangkan sabuk pengaman Anda, karena saya harus bergegas untuk menjemput orang lain." Setelah itu, terdengar raungan keras dari mesin mobil, dan taksi kecil itu tiba-tiba saja berubah menjadi mobil balap. Mobil meluncur miring di tikungan, diluruskan lagi, dan segera melaju ke arah Branford Gardens Street.     

Tang En berdiri di sisi jalan menunggu taksi Landy dengan cemas. Dari waktu ke waktu, dia menatap Jude yang meringkuk. Meskipun Jude tidak pendek, tapi dia masih cukup ringan saat diangkat, dan Tang En menghubungkan itu pada kedua orang tuanya yang kejam. Ada keringat di dahinya, dan rambutnya basah dan menempel di wajahnya seolah-olah dia baru saja muncul dari bawah air. Pakaian Tang En juga basah karena keringat Jude. Tubuh gadis itu menempel ke tubuhnya, yang basah dan terasa tidak nyaman.     

Dia memandangi gadis yang hidupnya dalam bahaya dan mendesah sendiri, aku benar-benar mendapat masalah besar kali ini!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.