Mahakarya Sang Pemenang

Pertandingan melawan Arsenal



Pertandingan melawan Arsenal

0Agustus, bulan terpanas dalam setahun, telah berlalu, dan cuaca Nottingham perlahan-lahan mulai mendingin saat memasuki bulan September. Terkadang, Tang En harus mengenakan mantel di atas kausnya pada pagi hari.     
0

Yang Yan mengakhiri liburan musim panasnya dan kembali ke Nottingham dari Cina. Selama liburan dua bulan itu, dia mula-mula pergi ke Italia bersama teman-temannya, dan kemudian kembali ke kota asalnya setelah wabah SARS di Cina mereda dan larangan perjalanan dicabut.     

Meskipun ingin, Tang En yang malang tak bisa kembali pulang. Dia harus memimpin pertandingan tim.     

Setelah Yang Yan kembali ke Nottingham, dia menelepon Twain untuk memberi salam. Dia mengatakan kepadanya bahwa dia telah kembali dari Cina dan membawa hadiah dari Cina untuk Manajer Twain, yang sangat menyukai budaya Cina. Itu adalah sesuatu yang akan membuat Tang En senang, dan dia akan berterima kasih kepada Yang Yan.     

Tapi sekarang dia tidak terlalu menantikan kedatangan Yang Yan seperti halnya dulu. Selama dua bulan, dia tidak melihat Yang Yan, tidak mendengar suaranya, dan tidak memikirkannya sama sekali. Sebelum ini, selain harapan terbesarnya untuk bisa memimpin tim menuju kemenangan, hal yang paling dinantikannya adalah kelas bahasa Mandarin bersama Yang Yan setiap minggunya.     

Kemudian, ketika sekolah sudah dimulai, Yang Yan mengambil inisiatif untuk mengurangi pelajaran bahasa Mandarin yang semula dua kali seminggu menjadi satu kali seminggu, karena dia akan lebih sibuk di semester baru ini, dan dia menganggap bahwa tingkat penguasaan bahasa Mandarin Twain sudah sangat tinggi. "Aku khawatir levelmu bahkan lebih tinggi dari beberapa orang Cina." Jadi tak perlu membuang waktu untuk itu.     

Tang En sekarang hanya punya sedikit waktu untuk belajar bahasa Mandarin, dan ia sebenarnya sama sekali tidak perlu mempelajarinya. Jadi, ketika Yang Yan mengajukan pengurangan pelajaran itu, dia menyetujuinya, dan menambahkan bahwa jika Yang Yan tak bisa datang di hari yang dijadwalkan, maka Yang Yan bisa menghubunginya untuk memberitahunya.     

Karena penyesuaian jadwal pertandingan, sebagian besar pertandingan putaran keenam ditunda hingga akhir Oktober, termasuk jadwal pertandingan Nottingham Forest. Collymore akhirnya bisa bernapas lega. Tapi media tak berniat melepaskannya begitu saja. Mereka mengawasinya dengan cermat setiap hari karena mereka ingin melihat alasan lain apa yang bisa diberikan oleh Mr. Collymore.     

Kalau dia mengatakan bahwa tim belum memiliki hubungan yang baik, itu tak jadi masalah. Sekarang tim telah diberi periode penyesuaian selama dua minggu, 12 hari seharusnya sudah cukup baginya untuk membentuk tim. Tak peduli seberapa bodohnya Gareth Taylor, ia seharusnya sudah memiliki sedikit hubungan baik dengan tim sekarang, kan? Kalau kita terus kalah, maka kita lihat saja apa lagi yang bisa kau katakan.     

Selain beristirahat setiap malam dan mempelajari catatan Tony Twain yang asli, Tang En kini menghabiskan waktunya di bar Burns, mengobrol dengan semua orang tentang situasi terkini di dunia sepak bola, dan berbicara tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh tim Forest baru-baru ini. Kalau seseorang menginginkannya kembali ke City Ground, dia takkan menolaknya.     

Sejak dia tahu bahwa Twain sering pergi ke Forest Bar milik Burns, Pierce Brosnan memperlakukan tempat itu seperti rumah kedua.     

Tang En tak ingin terlalu dekat dengan media. Dia membenci media. Jadi, dia selalu mencoba memikirkan cara untuk mengusir Brosnan saat dia bertemu dengannya beberapa kali di dalam bar.     

"Hei, apa kau akan mengusirku lagi hari ini?" Brosnan berdiri di depan kursi Twain dan menatapnya dengan tangan berada di dalam sakunya.     

Tang En sedang makan, dan saat dia melihat Brosnan, dia meletakkan sendoknya. "Sial, aku kehilangan nafsu makan saat aku melihat wajahmu. Kenapa kau masih ingin datang kemari? Kau seharusnya kerja lembur di kantor dan mengumpulkan berita-berita sensasional. Dimana Kenny?" Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke sekeliling.     

"Berhentilah mencarinya. Aku pelanggan yang membayar. Dia tak berhak mengusirku, hal yang sama juga berlaku untukmu." Brosnan mengambil dua gelas bir dari pelayan. Dia mengambil satu untuk dirinya sendiri dan meletakkan yang lain di samping piring Twain. Lalu dia menarik sebuah kursi dan duduk.     

"Kau mau menyuapku dengan segelas bir?" Tang En belum selesai bicara saat Brosnan mendorong bir itu ke hadapannya.     

"Kalau kau mau lagi, masih ada banyak."     

Melihat wajah Brosnan yang tersenyum, Tang En menghela nafas lagi. "Baiklah. Kalau kau ingin datang kemari untuk mencariku, maka lakukan sesukamu. Tapi aku harus memperingatkanmu: Kau bukan reporter di sini, dan apa pun yang kita bicarakan, aku tak mau melihatnya tercetak di koran." Tang En menggunakan ancaman itu untuk memusnahkan tujuan Brosnan yang ingin dekat dengannya.     

Kalau dia ingin mendapatkan semacam berita eksklusif di sini, Tang En akan segera menyingkirkannya.     

Brosnan mengangguk. "Tentu saja, aku hanya penggemar Forest biasa setelah bekerja."     

"Baiklah. Bukan jawaban yang buruk." Tang En mendorong gelas itu kembali ke arah Brosnan. "Aku baru saja memikirkannya, Tuan Brosnan. Kalau suatu hari nanti aku tiba-tiba ingin memutuskan untuk menulis biografi, aku harus mencarimu."     

"Kalau memang hari seperti itu akan datang, aku akan menerima tawaran itu dengan senang hati," Brosnan tertawa. "Selain itu, bolehkah aku mengajukan pertanyaan pada Anda, Tuan Twain?"     

"Okey?"     

"Apa kau sedang bersiap untuk kembali ke City Ground?" Brosnan mengangkat gelasnya.     

Gelas kedua pria itu berdenting ringan.     

"Apa yang harus kusiapkan? Aku tak perlu bersiap-siap. Tapi sekarang ini bukan saatnya untuk kembali. Sekarang bukan waktu yang tepat."     

Tidak, sekarang bukan waktu terbaik bagi Tang En untuk kembali ke City Ground, dan Tuhan sepertinya masih belum meninggalkan Stan Collymore.     

Setelah beristirahat selama 12 hari, tim Forest memiliki pertandingan kandang melawan Sheffield United, tim yang menyingkirkan mereka dalam pertandingan playoff musim lalu dalam putaran ketujuh liga musim ini. Itu adalah pertandingan yang sangat penting bagi para penggemar Forest. Mereka tak boleh kalah di pertandingan itu.     

Collymore dan para pemain Forest juga menyadari pentingnya pertandingan itu. Jadi, sudah jelas bahwa mereka harus memenangkan pertandingan kandang itu.     

Gareth Taylor, yang menjadi harapan besar Collymore, akhirnya membuktikan dirinya. Dia mencetak dua gol di menit ke-30 dan ke-56, membuat skor menjadi 2: 1.     

Di menit ke-75, Andy Reid seolah memberi hiasan tambahan bagi kemenangan mereka. Nottingham Forest akhirnya memenangkan pertandingan di tengah gemuruh sorakan para penggemar.     

Collymore, yang telah memenangkan pertandingan, merasa sangat bangga. Dia terus menerus menyebutkan dua gol yang dibuat Taylor dalam wawancara, dimana kedua gol itu dibuat melalui sundulan kepala yang ikonik.     

Tentu saja, pertandingan itu tak sepenuhnya bebas masalah. Meskipun Rebrov menyumbang assist, jumlah gol yang dicetaknya, sebagai striker utama, tak bertambah sejak putaran pertama liga. Apa gunanya striker utama yang hanya bisa memberi assist dan bukannya mencetak gol?     

Pada tanggal 17 September, di putaran kedelapan liga, Nottingham Forest menantang Burnley pada pertandingan tandang dan kali ini, mereka mendapat kemenangan telak, 3: 0.     

David Johnson, Andy Reid, dan Gareth Taylor masing-masing mencetak satu gol. Dua kemenangan berturut-turut dan dua pertandingan berturut-turut dimana Taylor mencetak gol telah membuat Collymore sangat bahagia hingga dia mengumumkan, dengan penuh semangat, satu hari libur bagi tim. Kemudian, di malam usai pertandingan itu, dia menghilang, dan kamar hotelnya kosong. Tak ada yang tahu wanita cantik mana yang telah ditemukannya untuk menghabiskan malam bersama.     

Dua kemenangan berturut-turut membuat Collymore dan kenalannya yang cantik bisa menghabiskan malam bersama dan sedikit mengurangi tekanan yang dirasakan olehnya. Sebagai seorang manajer, menang dan kalah adalah hal biasa. Karena itu, dia selalu bisa dengan mudah melupakan situasi yang dihadapinya. Penilaian Tang En atas Collymore adalah bahwa dia itu tipikal jenis pria yang "menikmati momen ini sejauh yang bisa dilakukannya, dan hanya cemas saat tiba waktunya untuk cemas". Dia sepertinya tak pernah merencanakan masa depan tim. Setelah tekanan untuk memenangkan pertandingan mereda, dia akan pergi mencari seorang gadis. Saat dia kalah dalam pertandingan, dia akan menyalahkan ini dan itu.     

Dia tidak menganggap Doughty bodoh. Apa yang bisa dibawa oleh manajer selevel itu bagi tim Forest? Bahkan bagi seorang Amerika, yang tak memahami sepakbola, seharusnya lebih tahu tentang ini. Tapi kenapa tak ada berita tentang aktivitas dari para petinggi klub? Tang En mulai memperhatikan semua berita tentang keuangan tim Forest dan dewan direksi klub.     

Bagaimanapun, jika dibandingkan dengan pekerjaannya sebelum ini sebagai manajer Tim Pertama, pekerjaannya saat ini ringan dan mudah seolah dia sedang berlibur. Dia punya banyak waktu untuk menganalisis hal-hal yang sebelumnya tak pernah dilakukannya.     

Berbicara tentang pekerjaan Tang En, tim pemuda Nottingham berada di peringkat kedua dalam grup keempat kompetisi FA Youth Cup. Mereka hanya memiliki selisih dua poin dari Aston Villa yang menjadi peringkat teratas, dan yang merupakan juara FA Youth Cup Inggris tahun 2002.     

Tim pemuda Forest juga berhasil lolos ke putaran ketiga FA Youth Cup. Para pemain muda sangat menyukai gaya melatih Twain, karena dia bisa membawa mereka menuju kemenangan. Bukankah menang adalah tujuan utama dari memainkan pertandingan? Memenangkan pertandingan berarti mereka akan diperhatikan oleh lebih banyak orang dan mereka bisa memiliki masa depan yang lebih baik. Bahkan jika Tim Pertama tak tertarik pada mereka, mereka masih boleh memiliki pola pikir yang positif, bukan?     

Tang En tak pernah membiarkan pemainnya "menikmati permainan" selama pertandingan, kecuali di saat tim mereka unggul empat bola atas lawan mereka dan pada waktu yang bersamaan, pertandingan hanya tersisa 10 menit. Dia tak pernah mengatakan kepada para pemain muda bahwa "sepak bola adalah olahraga yang menyenangkan." Dia biasanya berkata, "Hal yang menyenangkan adalah menang."     

Tim pemuda selalu mencantumkan nama George Wood di daftar pemain cadangan untuk setiap pertandingan, tapi ia masih belum pernah diturunkan dalam pertandingan meski hanya satu menit. Sebenarnya, para pemain muda yang lain agak bingung dengan cara Twain itu. Semua orang bisa melihat bahwa manajer sangat peduli dengan Wood. Dia akan membawanya ke lapangan kedua untuk latihan tambahan setiap hari setelah latihan harian tim. Tapi kenapa dia tak membiarkannya bermain dalam pertandingan? Penampilan anak itu juga sudah cukup bagus selama latihan tim. Kerslake sering memujinya dengan suara keras.     

Saat tak ada orang di sekitar mereka, Kerslake kadang-kadang menyarankan pada Twain agar membiarkan Wood bermain dalam pertandingan, tapi jawaban Twain hanyalah "tunggu sebentar lagi."     

Jadi, masa tunggu itu menjadi dua bulan lagi.     

Saat Tang En akhirnya mengganti kaos yang dipakai dibalik jas hitamnya dengan T-shirt merah, dia masih bisa merasakan dinginnya pagi bahkan saat dia mengenakan kaus lengan panjang di balik jasnya. Musim gugur yang terlambat telah tiba di Nottingham.     

Musim hujan juga telah tiba di Inggris. Ah, itu tidak benar. Inggris mengalami musim hujan sepanjang tahun. Sekarang ini adalah musim hujan yang dingin.     

Tang En berdiri di pinggir lapangan dan melihat para pemuda berlatih dengan leher mengkerut. Dia sudah menegakkan kerah jasnya, tapi hujan terus mengalir menuruni lehernya. Kerslake, yang memberi instruksi secara pribadi kepada para pemain di lapangan, terlihat jauh lebih buruk daripada dirinya. Pakaian olahraga Umbro-nya begitu licin karena hujan hingga seolah bisa memantulkan cahaya dan menerangi seseorang.     

Besok adalah putaran ketiga FA Youth Cup, di mana tim Forest akan memainkan pertandingan kandang terhadap lawan mereka. Kali ini lawan mereka adalah tim kuat dari klub Liga Utama yang memiliki reputasi terkenal di dunia dalam hal pembinaan pemain muda — Arsenal!     

Tim dewasa Arsenal adalah tim yang kuat dan tim pemuda mereka sama kuatnya. Selain Arsene Wenger, seorang manajer yang sangat mementingkan pembinaan sepakbola bagi kaum pemuda, mereka juga memiliki kompleks latihan pemuda yang modern, pelatih pemuda terbaik, dan kemampuan untuk membeli dan membentuk para pemain muda yang memiliki potensi besar dari seluruh dunia.     

Tang En tidak takut dengan Arsenal, tapi ia harus memperhatikan tim ini. Karena saat ini ada orang yang sangat spesial di tim pemuda Arsenal.     

Latihan yang dilakukan di tengah hujan terutama ditujukan untuk bertahan. George Wood jelas merupakan tokoh kunci dalam latihan ini. Dia "diperhatikan secara khusus" oleh tim pelatih. Ross Gardner yang berusia 18 tahun adalah gelandang yang datang dari Newcastle di musim panas dan sekarang menjadi gelandang utama tim pemuda, dialah inti dari formasi mereka. James Beaumont, juga 18 tahun, adalah mitra lini tengah Gardner. Dia adalah gelandang yang terampil dan serba bisa.     

Tim pelatih telah meminta keduanya untuk bergiliran maju dan mengatur serangan. Dan Tang En meminta Wood untuk bertahan melawan kedua pemuda itu. Dia harus menjaga siapapun yang bergerak maju. Kalau dua orang menyerang bersamaan, ia harus mempertahankan posisinya dengan baik dan tak membiarkan pihak lawan menembus garis pertahanan mereka dengan mudah. Dia tak boleh berharap akan ada orang di sekitarnya untuk membantu. Dia harus melakukan semuanya sendiri.     

"George Wood!" Kerslake meniup peluit untuk menghentikan latihan. Dia menginjak lumpur dan bergegas menuju ke arah Wood, yang sedang terengah-engah dan berdiri di tengah hujan. "Kau kehilangan posisimu lagi! Posisi, posisi! Berapa kali aku harus memberitahumu? Bertahan bukan tentang melihat lawan yang membawa bola. Kau terlalu buru-buru merebut bola seperti orang idiot! Lihatlah ke depan dan belakangmu, kiri dan kanan, pertahankan posisimu untuk memaksa pihak lawan bergeser ke samping atau mundur. Lihat apa yang baru saja kaulakukan. Gardner bisa menembusmu lagi!"     

Raungan Kerslake di tengah hujan itu terdengar jelas dan nyata, dan tetesan air hujan di sekitarnya berhamburan. Wood menundukkan kepalanya dan tak berbicara apa-apa. Para pemain lain mengambil kesempatan ini untuk beristirahat. Latihan hari ini sudah berkali-kali dihentikan seperti ini. Wood selalu saja bergegas maju saat bertahan, dan pihak lawan dengan mudah akan bisa menembus pertahanannya. Saat dia menjaga satu pemain, penampilannya tidak buruk. Tapi saat dia harus mempertahankan posisi bertahannya... di situlah masalahnya dimulai.     

Tang En berdiri di pinggir lapangan dan hanya berdiri diam melihat Kerslake menceramahi Wood. Dia menyadari kekurangan Wood saat ini. Anak itu pandai dalam bertahan jarak dekat karena kemampuan fisiknya yang abnormal bisa menutupi perbedaan pengalaman, kesadaran akan posisi, dan skillnya selama melakukan penjagaan satu-lawan-satu. Dan sebuah posisi bertahan akan lebih mengandalkan pengalaman dan kesadaran atas posisi, dan itulah hal-hal yang sangat kurang dimiliki Wood saat ini.     

Pertandingan besok ... bisakah kita mengandalkannya?     

Melihat bagaimana para pemain berlari, berebut bola, dan berguling-guling di tanah yang becek karena hujan, mencungkil tanah dan rumput lapangan sedikit demi sedikit, Tn. Andrew, yang secara khusus bertanggung jawab atas perawatan rumput di kompleks latihan, berdiri di samping Twain dan mengerutkan kening karena stress.     

"Tuan Twain, tak bisakah Anda pergi ke lapangan kedua untuk berlatih? Kami baru saja merapikan lapangan ini, dan sekarang lihat, ini seperti rawa!" Dia mengeluh, "Kita akan bermain di lapangan ini besok."     

Tang En memandang karyawan pemeliharaan rumput berusia 40 tahunan itu dan menghiburnya, "Jangan khawatir, Tuan Andrew. Aku sengaja melakukannya. Setelah latihan, kau hanya perlu menutupi rumput yang tercungkil. Kau tak perlu berusaha terlalu keras untuk merapikan lapangan."     

"Itu ..." Mr. Andrew tidak mengerti.     

"Ngomong-ngomong, kalau besok tidak hujan, kau harus menyirami lapangan sekitar satu jam lebih sebelum pertandingan dimulai."     

Andrew tahu apa yang dimaksud saat dia mendengar Twain mengatakan itu. Dia bertanya dengan gembira, "Berapa banyak air yang harus kita gunakan, Tuan Twain?"     

Tang En memandang Andrew, yang telah menangkap maksudnya, dan tersenyum cerah. "Bagaimana kalau kubilang kau dan anak buahmu bisa membuatnya banjir di sini... Apa itu tidak apa-apa?"     

Lalu Andrew tertawa kecil. "Tuan Twain, Anda licik sekali! Jangan khawatir, aku akan menyelesaikannya dengan baik. Aku jamin anak-anak Arsenal itu takkan merasa nyaman bermain di sini."     

Karena besok mereka harus bertanding, latihan hari itu segera diakhiri. Pada akhirnya, pemahaman Wood tentang posisi bertahan tak banyak mengalami kemajuan. Kerslake menghela nafas panjang ke arah Twain, menggelengkan kepalanya, dan kembali ke kantor untuk mandi dan berganti pakaian.     

Para pemain berlari kembali ke ruang ganti dengan kepala tertunduk. Hanya Wood yang berdiri di lapangan dalam keadaan linglung. Penampilannya hari itu di lapangan berlumpur memang sangat buruk. Tapi itu tak jadi masalah, akan baik baginya untuk mengetahui kekurangannya sendiri. Tang En tak pernah cemas bahwa Wood akan kehilangan semangatnya hanya karena ditegur. Alasannya bermain sepakbola berbeda dengan anak-anak lain di tim. Dia memiliki tubuh yang tangguh dan ulet.     

Tang En melangkah maju dan menepuk Wood yang masih linglung.     

"Kembalilah dan ganti pakaianmu. Berhati-hatilah supaya tak terkena flu."     

Wood menatap Twain, agak sedikit ragu, dan kemudian bertanya, "Apa aku masih ada dalam daftar pemain untuk besok?"     

"Tentu saja." Tang En mengangguk. "Cepatlah pulang. Kalau kau kena flu, aku akan harus mengeluarkanmu dari daftar pemain."     

Kemudian, Wood berlari kembali ke ruang ganti. Melihat punggungnya, Tang En mulai merasakan sakit kepala karena kecemasan yang sama seperti yang dirasakan Kerslake.     

Langit tampak gelap, karena saat itu mendung dan hujan. Saat itu bahkan belum jam 5:30 sore, dan langit sudah gelap seperti malam. Rintik hujan menghantam jendela dan tanah, membuat suara gemercik yang kontinyu. Dari waktu ke waktu, seseorang akan berlari di bawah jendela, dengan kedua kaki menginjak genangan air, bunyi gemercik terdengar dari jauh hingga dekat, dan dari dekat hingga kejauhan. Karena cuaca yang buruk, jalan-jalan di luar rumah terlihat jauh lebih sepi. Tak ada suara keras anak-anak yang berkumpul dan membuat keributan dan tak ada suara teriakan dari pasangan yang bertengkar.     

Meskipun di luar sangat dingin, dapur dan ruang makan yang sederhana itu tampak hangat karena adanya perapian yang hangat, lampu yang menyala oranye, dan teh hitam yang harum.     

Itu adalah perasaan berada di rumah.     

Meskipun keluarga dengan dua orang yang tinggal di sini tidak punya uang, rumah mereka jauh lebih hangat daripada rumah Tang En yang dingin dan kosong.     

George Wood, yang baru saja mandi air panas, melemparkan semua pakaiannya, yang kotor dan basah karena latihan di tengah hujan, ke dalam mesin cuci. Dia kemudian memasukkan deterjen, menurunkan tutup mesin cuci dan menyalakan mesin itu. Setelah menyelesaikan tugas ini, ia kembali ke dapur untuk membantu ibunya mencuci piring. Sophia duduk di meja dan memotong kentang untuk persiapan memasak makan malam, meskipun sekarang masih terlalu awal.     

"George."     

"Eh?" Wood mengambil panci susu yang bersih dari dalam air, mengeringkannya dengan lap, meletakkannya di tempatnya, dan mengambil piring lalu memasukkanya ke bak cuci piring.     

"Kalau aku tak salah ingat, kau akan bertanding besok kan?" Sophia bertanya dengan santai sambil memotong kentang dengan kepala menunduk.     

Wood mendengus lagi. Bahkan di rumahnya sendiri, dia tak banyak berbicara.     

"Apa kau masuk ke dalam daftar pemain Tuan Twain lagi?"     

"Ya."     

"Apa kali ini kau akan bermain?"     

Wood menghentikan apa yang sedang dilakukannya, memandangi air yang mengalir dari keran sambil melamun sebentar dan kemudian menggelengkan kepalanya, "Kurasa tidak."     

"Kenapa?"     

"Mungkin aku masih belum cukup bagus."     

"Apa yang bisa dianggap cukup bagus?" tanya ibunya.     

Wood terus menggelengkan kepalanya, "Aku tidak tahu. Kalau Twain berpikir aku sudah oke, berarti aku sudah oke."     

"George, kau harus memanggilnya Tuan," Sophia mengoreksi perilaku tak sopan putranya.     

Wood dengan enggan berkata, "Tuan Twain."     

Sophia tersenyum, "Kurasa aku ingin melihatmu bermain besok."     

Dengan bunyi dentang keras, piring di tangan Wood tergelincir masuk ke dalam air. Dia berbalik dan menatap ibunya, agak terkejut. "Badanmu..."     

"Aku hanya akan berjalan kaki. Oh, George, jangan terlalu meremehkan ibumu," kata sang ibu Sophia dan tersenyum pada Wood. Tapi putranya tak mau menyerah. Dia hanya mengerutkan kening tanpa mengangguk.     

Sang ibu tersenyum dan menatap putranya. Putranya membalas tatapannya dengan muram ditemani suara air yang mengalir di latar belakang. Sophia menunjuk ke bak cuci piring yang ada di belakang putranya dan memperingatkannya, "Airnya meluap, George."     

Wood berbalik untuk mematikan keran dan meneruskan mencuci piring.     

"George, apa kau suka bermain sepakbola?" Sophia mengubah topik pembicaraan.     

Wood menggelengkan kepalanya.     

"Kau tidak suka, atau kau tidak tahu?"     

"Aku tidak tahu."     

"Apa kau merasa bahagia saat bermain sepak bola?"     

"Aku tak pernah memikirkannya."     

"Itu takkan berhasil kalau kau terus seperti ini." Sophia meletakkan kentang dan pisau di tangannya, lalu bangkit dan pergi ke kamarnya. Lalu dia mengambil cermin dari dalam kamarnya, berjalan ke belakang Wood, dan perlahan-lahan meletakkan cermin di depan Wood.     

Wood memandang dirinya di cermin, tak mengerti apa yang sedang dilakukan oleh ibunya.     

"Lihat, George," ibunya berbisik pelan di belakang Wood. "Kenapa kau selalu mengerutkan alismu? Apa seseorang membuatmu kesal?"     

"Tidak, Bu." Wood menggelengkan kepalanya.     

"Tertawalah lebih sering, George. Bukankah kau pikir kau akan kelihatan tampan saat kau tersenyum?"     

Wood membuka mulutnya di cermin, memperlihatkan dua baris gigi putih dan rapi.     

"George si Singa Kecil." Ibunya mengacak-acak rambut hitam mengkilap Wood yang mencuat berantakan di kepalanya dan tampak seperti surai singa.     

Setelah interaksi penuh kasih mereka, Sophia kembali ke meja makan. "Apa pendapatmu tentang Tuan Twain?" dia bertanya, kelihatannya santai, tapi hal itu menarik perhatian Wood. "Optimis dan ceria, dia tampak penuh energi setiap hari. George, kau harus seperti dia." Ibunya tak menyadari perubahan ekspresi Wood, dan dia masih menundukkan kepalanya untuk berkonsentrasi memotong kentang.     

"Aku sudah memutuskan. Kalau besok tidak hujan, aku akan pergi untuk melihat pertandinganmu."     

Sambil makan malam di Forest Bar, Tang En menonton televisi untuk melihat ramalan cuaca.     

"... Besok Nottingham akan mengalami hujan ringan hingga sedang, dari pagi hingga malam, suhu..."     

"Yeah!" Tang En mengayunkan tinjunya. Itulah cuaca yang diinginkannya.     

Di sebelahnya, Burns meletakkan koran dan berkata padanya, "Kau sangat peduli tentang pertandingan besok, Tony."     

"Tentu saja. Kita akan masuk ke putaran keempat kalau kita menang." Tang En menundukkan kepalanya untuk melanjutkan makan malamnya.     

"Berapa peluang menangnya?" tanya Brosnan, yang duduk di seberangnya.     

Tang En menggelengkan kepalanya. "Tak mudah untuk dikatakan. Arsenal sangat kuat, dan ada beberapa pemain kuat di tim mereka, terutama pemain Spanyol itu ..."     

"Maksudmu Fabregas? Tapi dia baru berusia 16 tahun," Brosnan mengangkat bahu.     

"Tuan Reporter, bagi sebagian orang, usia bukan menjadi masalah yang bisa memengaruhi penampilan mereka. Kami umumnya menyebut tipe orang seperti itu 'jenius'." Tang En mendorong piring ke samping, meneguk birnya untuk membilas mulutnya, dan menyelesaikan makan malamnya.     

Dampak dan efek riak dari perpindahan Tang En telah semakin bermunculan di hadapannya, tapi untungnya hal itu tak mempengaruhi beberapa peristiwa penting, seperti misalnya transfer Francesc Fàbregas. Segera setelah tanggal 1 Oktober, gelandang muda dari klub Barcelona B ditransfer ke tim Liga Utama Inggris, Arsenal. Le Professeur Arsène Wenger tak bisa menunggu sampai periode transfer pemain dibuka pada Januari tahun depan untuk mendapatkan pemain terbaik Kejuaraan Dunia U-17, meski ia masih belum bisa memberikan posisi di tim Utama untuk Fàbregas.     

"Oh, jangan khawatir, Tony!" Big John memegang gelasnya dan berkata pada Twain, "Kita semua akan bersorak untuk timmu, dan semoga saja kita tak menakuti anak-anak Arsenal itu!"     

Kata-katanya didukung oleh orang-orang lain disana, dan semua orang mengatakan kalau mereka akan pergi menonton pertandingan tim pemuda.     

Tang En mengangkat gelasnya untuk mengucapkan terima kasih. "Tapi John, tiket yang dijual hanya tiket berdiri."     

Pertandingan itu diadakan di kompleks latihan. Pada dasarnya tak ada tiket yang dijual. Siapa pun bisa menonton pertandingan kapan saja, mereka hanya harus berdiri di luar pagar kawat di samping lapangan. Hal ini, tentu saja, adalah "tiket berdiri" kalau dibandingkan dengan kursi plastik di stadion City Ground.     

"Tak ada masalah. Kami bahkan bisa berjongkok untuk menonton pertandingan."     

Bill, yang kurus, menyela John. "Salah, gendut. Kami bisa berjongkok dan menonton pertandingan, tapi kau tak bisa melakukannya. Kalau kau benar-benar ingin berjongkok, bersiaplah untuk menjahit celanamu! Ah ha ha ha!"     

Orang-orang di bar semuanya tertawa.     

John menggaruk kepalanya karena malu. "Apa pun itu, berjongkok atau berdiri tak jadi masalah. Tapi Tony, banyak dari kita yang akan menonton pertandingan, jadi kau jangan sampai kalah!"     

"Kapan aku pernah mengecewakanmu sebelum ini?" Di tengah tawa mereka, Tang En menjawab dengan keras, "Tentu saja kita akan menang!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.