Istri Kecilku Sudah Dewasa

Diangkat Setinggi-tingginya (Bagian 5)



Diangkat Setinggi-tingginya (Bagian 5)

0Xuanyuan Pofan pun tidak tersenyum lagi, Liuli Guoguo ku yang imut ini bisa-bisanya tidak tahu diri. Tidak apalah jika tidak berkata lembut atau berterima kasih kepadaku. Eh malah bisa-bisanya menyalahkanku. Padahal aku sudah mengabulkan keinginanmu, batinnya.      2

Xuanyuan Pofan kemudian menunduk melintasi dan kerah beludru Liuli Guoguo, lalu mencubit leher Liuli Guoguo sambil berkata dengan suara berat dan pelan, "Liuli Guoguo, tadi barusan siapa ya yang minta diangkat setinggi-tingginya? Bukannya kamu, ya?"     

"Iya memang aku, tapi… Kamu yang bertanya duluan, kan? Karena terlalu bersemangat, jadi aku sampai lupa aturan di sini," kata Liuli Guoguo sambil memanyunkan bibirnya.     

"Bukannya ini karena aku tidak mau kamu marah-marah lagi, jadi ingin menyenangkan kamu, kan?!" kata Xuanyuan Pofan sambil mencubit pelan leher belakang Liuli Guoguo. Lalu, dia merangkulnya dan mendorongnya ke anak tangga di atas untuk melanjutkan perjalanan mereka.     

Dua sosok bayangan, yang satu tinggi dan berjubah ungu, dan yang satu pendek berjubah biru, terlihat semakin kecil di anak tangga panjang itu.     

"Cih, Pokoknya semua ini salahmu," Gumam Liuli Guoguo.     

"Iya iya, semua salahku. Oke?" jawab Xuanyuan Pofan.     

"Em, lumayanlah."      

"Aku kan sudah mengaku salah, apa aku tidak dapat hadiah apa-apa?"     

"Tidak ada!"     

"Em?"     

"Baiklah, mau hadiah apa?" tanya Liuli Guoguo kemudian.     

Xuanyuan Pofan yang mengenakan jubah ungu kemudian membungkukkan tubuhnya ke Liuli Guoguo, lalu dia mengulurkan tangannya menunjuk-nunjuk ke wajahnya. Melihat isyarat itu, Liuli Guoguo ragu sejenak, setelah itu dia pun maju dan dan menciumnya.     

Pemandangan mesra di bawah matahari terbenam di anak tangga panjang itu sungguh menarik, Suit suit suit, wow wow wow, sorak para pelayan dan pengawal dalam hati.     

***     

Kuil Shou An,     

Biksu kecil gundul tadi pun segera menginjakkan kaki dan masuk ke dalam kuil dengan napas terengah-engah dengan wajah ketakutan.     

"Wu Bai, bagaimana? Sudah dihukum?" tanya seorang pria berjenggot yang mengenakan jubah biksu, dan menghampiri biksu kecil itu.     

"Guru, aku tidak berhasil menghukumnya," jawab biksu kecil itu sambil mengelap keringat di keningnya.     

Mendengar itu, biksu berjenggot itu pun terlihat tidak senang. DIa lalu memicingkan matanya dan mengerutkan keningnya sambil bertanya, "Tapi dia jalan sendiri naik tangga, kan?"     

"Iya."     

"Tapi dia digendong, kan?"     

"Iya."     

Tapi, dia tertangkap basah tidak mematuhi aturan kan?"     

"Iya."     

"Lalu kenapa tidak berhasil menghukumnya?! Tidak mengikuti aturan naik tangga sendiri, itu sama saja tidak menghormati jiwa para Dewa di istana dua belas roh. Jadi, mana mungkin ada alasan tidak menghukumnya?" tanya pria berjenggot itu sambil marah dengan nada yang sangat serius.     

Biksu kecil itu pun juga tampak mengerutkan keningnya dan berkata, "Aku tahu guru, tapi… Pria di samping gadis itu."     

"Em?!" gumam pria berjenggot.     

Biksu kecil itu lalu menambahi ucapannya dengan berkata, "Pria itu sangat… Sangat mengerikan. Aku tidak… Tidak berani menghukum jadinya..." kata si biksu kecil itu dengan suara yang semakin lama semakin mengecil.     

"Tidak berguna! Sana berdiri di atas kulit biji kuaci!" perintah pria berjenggot itu. Ini adalah metode hukuman khusus yang dibuat oleh Du Song sendiri, yaitu berdiri tanpa alas kaki di atas kulit biji kuaci. Semakin besar kesalahannya, maka akan dihukum berdiri semakin lama.      

Setelah metode ini dibuat, hampir seluruh para guru di berbagai tingkatan di kuil Shao An di dalam Kuil Tao Qing Feng ini ikut menggunakannya. Manfaatnya tidak hanya menghukum murid untuk membuatnya kesakitan dan jera agar tidak mengulangi lagi kesalahan. Tapi, ini juga bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah lewat bawah kaki.     

"Oh," sahut biksu kecil itu. Dirinya semakin merasa tersudut, dia pun kemudian tampak cemberut sambil menundukkan kepalanya, dan pergi berdiri ke hamparan kulit biji kuaci.     

"Guru, biar aku saja yang pergi! Aku pasti dapat berhasil menghukumnya!" kata biksu kecil lain yang seumuran dengan Wu Bai, biksu kecil tadi. Dia kemudian berlari untuk menghampiri dan memberanikan diri menawarkan diri agar bisa menyelesaikan tugas itu.      

Pria berjenggot itu lalu mengangkat satu alisnya, "Wu Hei, apa kamu yakin?" tanyanya. Kamu kan nyalinya lebih ciut dibandingkan Wu Bai. Sudah tidak usahlah, batinnya.     

"Iya aku yakin! Guru, anda tenang saja! Aku pasti bisa!" kata Wu Hei sambil menegakkan dadanya, bahkan ekspresinya seolah tidak takut mati.     

"Baiklah, pergilah sana." kata pria berjenggot itu sambil melambaikan tangannya tanpa berharap lebih ke Wu Hei.     

"Em!" gumam Wu Hei sambil mengangguk. Ekspresi wajahnya sangat serius, seolah akan melakukan hal yang sangat, sangat, sangat besar.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.