Bos Mafia Playboy

Sebuah Ketulusan Di Balik Senyuman Sinis



Sebuah Ketulusan Di Balik Senyuman Sinis

0Happy Reading     
0

"Aku mengijinkan dirimu tidur di sini, bukan karena aku memberikan kesempatan padamu. Aku hanya ingin anakku merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya," ucap Imelda dengan suara yang cukup tegas dan terdengar dingin tanpa ekspresi. Bahkan tak ada sedikit pun kehangatan dari tatapannya.     

Meskipun terdengar sangat menyakitkan bagi Brian, pria itu tetap menghampiri Imelda yang masih duduk di atas ranjang. Wanita itu sudah bersiap untuk membaringkan tubuhnya. Pria itu menatap lembut wanita di depannya dengan penuh perasaan cinta. Dia tak peduli ada atau tidaknya cinta di hati Imelda. Baginya cinta di dalam hati yang begitu besar sudah cukup baginya. "Tidurlah. Aku tak akan mengganggumu. Sesekali aku hanya ingin membelai perutmu saja," sahut Brian dengan ucapannya yang begitu lembut dan tak banyak menuntut.     

Wanita itu membaringkan tubuhnya, memberikan sedikit jarak pada pria di depannya. Bukannya untuk menghindari pria itu, Imelda hanya belum terbiasa tidur dengan seorang pria. Meskipun mereka pernah menghabiskan malam bersama, saat itu dia sedang mabuk dan tidak menyadari apa yang dilakukannya. Namun sekarang sangatlah berbeda, Imelda sangat sadar. Dia tak menyangka jika tidur di samping seorang pria terasa sangat mendebarkan. Wanita itu memaksakan diri untuk menutup matanya namun tetap saja tak membuatnya terlelap.     

Brian yang menyadari kegelisahan Imelda langsung menggeser tubuhnya. Mereka pun menjadi lebih dekat lagi. Pria itu mendekatkan wajahnya di telinga Imelda dan berbisik lembut. "Ijinkan aku membelai kepalamu, siapa tahu sedikit belaianku bisa membuatmu terlelap," ucapnya lirih dan terdengar begitu menenangkan.     

Wanita itu tak memberikan jawaban apapun. Imelda juga tak menolak ketika pria di sebelahnya mulai membelai lembut kepalanya. Ada perasaan nyaman yang tiba-tiba saja dirasakannya. Sebuah perasaan yang begitu hangat dan membuat dirinya tanpa sadar terlelap dalam pelukan Brian Prayoga.     

Saat pagi menjelang, Imelda lebih dahulu terbangun dari tidurnya. Wanita itu sedikit terkejut ketika mendapati dirinya tengah memeluk Brian dengan sangat erat. Tanpa menunggu apapun lagi, dia langsung menjauhkan diri dari calon suaminya itu. Imelda tak ingin jantungnya meledak karena jarak yang terlalu dekat antara dirinya dan pria tampan yang masih terlelap dalam mimpi. "Untung saja Brian tak sadar jika aku sedang memeluknya," gumam wanita yang tak pernah merasakan jatuh cinta itu. Selama ini Imelda hanya fokus pada profesinya sebagai seorang dokter saja. Dia tak pernah memikirkan untuk mencintai seorang pria manapun, apalagi sampai menikah.     

Tanpa Imelda sadari, pria di sampingnya itu sudah bangun sejak tadi. Brian terbangun karena tangannya kram karena harus menahan tubuh Imelda. Namun pria itu mencoba untuk menahannya karena tak ingin membuat calon istrinya terbangun. Oleh karena itu, Brian berpura-pura masih tidur agar Imelda tak malu karena sebuah pelukan yang dilakukannya. Dalam hati, pria itu sangat bahagia. Bisa merasakan kehangatan dan dekapan tubuh Imelda adalah impiannya sejak lama. Dia rela meskipun tangannya harus kesakitan sekalipun, asalkan wanita yang akan dinikahinya itu merasa nyaman. "Apapun akan ku lakukan untukmu, Imelda," ucapnya dalam hati dengan mata terpejam.     

Beberapa saat kemudian, terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Imelda langsung bangkit dari ranjang untuk membuka pintu. Wanita itu langsung membulatkan matanya saat melihat Davin Mahendra sudah berdiri di hadapannya. "Papa!" Imelda tak menyangka jika pagi-pagi sekali ayahnya sudah berada di depan kamar.     

"Di mana Brian? Papa mau berbicara dengannya. Seorang bodyguard mengatakan kalian tidur bersama." Davin memandangi wajah anaknya dengan penuh arti. Pria itu tak menyangka jika anak perempuannya sudah mencintai pria yang terlibat cinta satu malam dengannya.     

"Itu tidak seperti yang Papa pikiran. Aku tidak melakukan apapun dengannya, hanya tidur biasa saja," kilah Imelda dengan salah tingkah dan terlihat sangat gelisah.     

Davin tersenyum sinis pada anaknya sendiri. Sebenarnya dia tak mempermasalahkan jika mereka benar-benar tidur bersama. Pria itu hanya sedikit terkejut dengan kedekatan mereka berdua. "Memangnya kamu tahu apa yang sedang Papa pikirkan?" tanya pria yang berdiri di depan anaknya.     

"Papa pasti berpikir jika aku dan Brian sedang melakukan itu .... " Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Brian sudah berdiri di belakang calon istrinya.     

"Ada yang bisa saya bantu, Om?" tanya Brian pada calon mertuanya.     

Davin menatap calon menantunya yang terlihat baru bangun tidur dengan wajah yang terlihat cukup senang. "Apa kalian berdua sudah tidak bisa menahan sampai nanti siang? Berapa kali kalian melakukannya semalaman?" Sebuah pertanyaan yang dilemparkan oleh Davin membuat Brian ingin sekali memukul kepalanya sendiri.     

"Kami tidak .... " Belum selesai Brian menjawabnya, Davin sudah menarik tangan calon menantunya itu dan menyeretnya menjauhi Imelda.     

"Tak perlu dijelaskan. Cepat bersihkan dirimu sebelum seseorang akan datang," tegas Davin pada calon suami dari anaknya. Pria itu kembali menyeret Brian untuk menjauhi anaknya.     

Adi Prayoga yang mendengar keributan di rumah itu langsung berjalan keluar. Pria itu sedikit terkejut mendapati Davin yang sudah berada di sana. "Mahendra! Pagi sekali kamu datang," sapanya pada pria yang memegang erat tangan anaknya. Sang bos mafia itu bisa melihat amarah yang tercetak jelas di wajah sahabat lamanya itu.     

Davin langsung melepaskan Brian dari tangannya dan menatap suara Adi Prayoga yang baru saja keluar dari kamarnya. "Prayoga. Aku hanya sedang kesal dengan anak kesayanganmu ini. Bagaimana dia sudah sangat tidak sabar sampai mereka meresmikan hubungannya?" kesal Davin sambil memelototi pria muda di sampingnya.     

"Apakah itu benar, Brian?" tanya Adi Prayoga pada anaknya sendiri.     

"Itu tidak seperti yang kalian pikirkan. Om Davin sudah salah paham padaku. Semalam aku hanya menemani Imelda saja tanpa melakukan apapun," jelas Brian pada kedua pria yang menatap tajam dirinya. Dia merasa telah dijadikan tersangka tanpa melakukan apapun pada wanita cantik yang sangat dicintainya itu. Brian tak mungkin melakukan hubungan suami istri jika Imelda tidak mengijinkannya.     

Adi Prayoga mendekati anaknya lalu mendorongnya pergi. "Cepat bersihkan dirimu, sebentar lagi kita akan segera berangkat," perintah Adi pada anak semata wayangnya. Kemudian dia pun memandang Davin yang masih berdiri di sana. "Apakah semua sudah siap?" tanyanya pada calon besannya.     

"Lokasi pernikahan sudah dijaga ketat sejak semalam. Aku bisa memastikan lokasi itu akan sangat aman untuk menggelar pernikahan ini. Kita hanya tinggal berangkat ke lokasi dengan pengawalan yang sebaik mungkin," jelas Davin Mahendra pada sang bos mafia.     

Adi Prayoga mengulas senyuman hangat pada pria di depannya. Dia sangat menyesal telah merepotkan sahabat lamanya itu. "Maaf. Aku harus banyak merepotkanmu untuk pernikahan mereka. Seharusnya aku melakukan semuanya sendiri," sesal Adi Prayoga dengan wajah sedihnya.     

"Jangan terlalu percaya diri, aku melakukan semua ini hanya untuk anakku, Imelda." Davin melemparkan sebuah senyuman sinis di wajahnya. Meskipun di dalam hatinya, dia sangat tulus melakukan semua itu untuk mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.