Bos Mafia Playboy

Sebuah Sihir Atas Cinta



Sebuah Sihir Atas Cinta

0Happy Reading     
0

Adi Prayoga cukup terkejut mendengar ucapan Imelda kepadanya. Dia dapat melihat kesedihan yang bercampur dengan rasa penasaran yang melebur menjadi satu. Pria itu rasanya tak sanggup melihat menantu kesayangan menjadi bersedih. "Sayang. Papa tak pernah bermaksud untuk menyembunyikan apapun darimu." Adi Prayoga tiba-tiba saja terdiam dan terus menatap Imelda dengan penuh arti. Pria itu merasakan sebuah getaran hebat di dalam hatinya, dia merasa sudah tak sanggup menutupi apapun dari menantunya. "Sebenarnya kematian Irene Mahendra adalah sebuah .... " Belum sempat menjelaskan tentang kebenaran itu, ponsel Adi Prayoga berdering cukup nyaring. "Ada apa Martin?" jawabnya sambil menempelkan ponsel di dekat telinganya. "Aku akan segera ke sana," ucapnya sebelum mengakhiri panggilan itu. "Sayang. Papa harus segera pergi, ada masalah darurat di gudang penyimpanan." Dengan terburu-buru, Adi Prayoga meninggalkan rumah itu bersama dengan beberapa bodyguard yang bekerja untuknya.     

"Selalu berhadapan dengan waktu yang tidak tepat," sesal Imelda saat melihat ayah mertuanya pergi dengan tiba-tiba. Wanita itu bangkit dari tempat duduknya lalu kembali ke kamar dengan wajah yang cemberut. Di dalam kamar terlihat Brian sedang menyisir rambutnya. Imelda langsung masuk dan duduk di sebuah kursi dalam kamar itu. "Brian. Apa menurutmu ada kejanggalan di balik kematian Mama?" tanyanya tanpa semangat.     

Brian langsung menaruh sisir lalu menghampiri istrinya. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Sayang? Jangan berpikir macam-macam," balasnya sambil duduk di sebelah sang istri. Pria itu mencoba menyentuh jemari lembut sang istri lalu mengecupnya penuh cinta.     

"Jangan pura-pura mencintaiku! Aku tahu jika kamu hanya menghiburku," seru Imelda sambil mengibaskan tangannya yang masih dalam genggaman sang bos mafia yang tak lain adalah suaminya sendiri. Wanita itu dapat melihat ekspresi terkejut dan juga kecewa pada wajah Brian. Dia tak menyangka jika suaminya itu bisa terlihat begitu terluka dengan sikapnya yang sedikit kasar. "Ada apa dengan wajahmu? Ekspresi apa yang sedang kamu tunjukkan padaku? Jangan bilang kamu sudah mulai jatuh cinta padaku!" Imelda terus menatap sang suami, dia menunggu respon apa yang akan ditunjukan oleh ayah dari anak yang masih di dalam perutnya itu.     

Brian mencoba bersikap setenang mungkin, menekan perasaan hingga ke level terendah. Meskipun dia sedikit kecewa dengan sikap Imelda terhadap dirinya, itu sama sekali tak menyurutkan ataupun mengurangi rasa cintanya pada wanita cantik di sebelahnya itu. Dengan tatapan hangat dan senyuman yang sedikit dipaksakan, Brian terus memandangi istrinya. Berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakan sesuatu hal yang mungkin saja membuat Imelda syok atau juga marah. "Bagaimana jika aku benar-benar sudah mencintaimu?" Sebuah pertanyaan yang terlontar dari Brian berhasil mengejutkan sosok wanita tangguh seperti Imelda Mahendra.     

Bukannya sebuah jawaban yang diberikan oleh Imelda, wanita itu justru tertawa geli mendengar pertanyaan suaminya. Dia sama sekali tidak percaya jika seorang playboy seperti Brian bisa jatuh cinta pada dirinya. Setahu Imelda, pria itu selalu menjalin hubungan dengan wanita yang cantik dan juga sangat sexy. Beberapa kali dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, saat Brian sedang bercumbu dengan wanita-wanita itu di sebuah night club yang biasa didatanginya. "Sayangnya itu tidak mungkin, Suamiku," balas Imelda dengan senyuman simpul yang terbit dari bibirnya     

Mendengar sang istri menyebut dirinya seorang suami, hati Brian langsung bergetar hebat. Dia merasakan seolah ada sebuah kembang api yang menyala begitu indah di dasar hatinya. Sebuah pengakuan kecil dari Imelda cukup untuk meledakkan jantungnya karena terlalu bahagia. Dalam hatinya, Brian tersenyum bahagia. Namun dia mencoba untuk menahan dirinya untuk tak menunjukkan perasaannya pada sang istri. "Apa alasanmu berpikir jika aku tak mungkin mencintaimu?" tanyanya dengan tatapan tajam.     

"Jawabannya sangat simpel. Karena aku sama sekali bukan tipemu." Imelda langsung bangkit dari tempat duduknya lalu beranjak meninggalkan suaminya. Tiba-tiba saja dia menghentikan langkahnya lalu berpikir sejenak. "Kenapa aku merasa Brian seolah benar-benar mencintai aku?" tanyanya pada dirinya sendiri. Wanita itu mulai bingung pada keyakinannya sendiri. "Aku tak boleh terjebak dalam pesona Brian. Dia tak mungkin benar-benar mencintaiku." Imelda berusaha untuk menyakinkan dirinya sendiri. Sekuat hati dia mencoba untuk tidak jatuh cinta pada suaminya itu.     

"Kenapa kamu berdiri di sana?" Tiba-tiba saja, Brian keluar dari kamar dan melihat Imelda yang berdiri seperti seseorang yang sedang bingung. Dia pun mendekati wanita yang tak menyadari kehadirannya itu. Dengan sangat lembut dan penuh perasaan, Brian menepuk pundak istrinya. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Sayang?" tanyanya lirih tepat di samping Imelda.     

Kehadiran Brian yang tiba-tiba, membuat Imelda cukup terkejut. Dia pun langsung membalikkan badannya dan berdiri tepat di depan sang suami. Tidak ada jarak yang cukup berarti di antara mereka. Kedua mata pasangan itu saling bertemu, memercikan sebuah perasaan yang begitu menggetarkan dan juga mendebarkan bagi pasangan itu. Mendadak jantung Imelda berdetak tidak teratur, pesona Brian seolah telah menghipnotis dirinya. Ingin rasanya dia segera melarikan diri dari tatapan menggoda yang dilemparkan suaminya itu. Namun apa daya, kekuatan dalam dirinya seolah lenyap sudah. Bahkan untuk mundur satu langkah saja Imelda sudah tak mampu. "Apa yang terjadi dengan diriku?" Wanita itu terus berteriak di dalam hatinya. Dia masih tak mengerti dengan sebuah jeratan menyesakan dari suaminya. Selama ini Imelda selalu berhasil menghindari Brian. Namun yang terjadi saat itu di luar perkiraannya.     

Melihat istrinya yang begitu terpaku akan dirinya membuat Brian tak mampu mengendalikan perasaannya. Pria itu semakin mendekatkan wajahnya dan dengan sangat lembut menyesap bibir Imelda. Sebuah sentuhan lembut yang terasa begitu manis membuat Brian semakin kehilangan kendali atas dirinya. Disertai dengan dekapan hangat yang begitu menegangkan, pria itu semakin memperdalam ciumannya. Awalnya dia sedikit takut kalau sampai Imelda menolak ataupun mendorongnya semakin menjauh.     

Dan perkiraan Brian benar-benar salah, di menit yang ke dua secara tiba-tiba Imelda membalas ciuman sang bos mafia. Meskipun dia bukan pencium handal, Imelda cukup yakin jika pria yang sedang menyusuri setiap sudut mulutnya itu begitu terbuai dengan ciuman balasan yang telah diberikannya. "Apa yang sedang ku lakukan? Bagaimana aku justru membalas ciuman dari Brian?" Imelda terus saja protes pada dirinya sendiri. Seolah apa yang sedang dilakukannya tak sejalan dengan akal sehatnya. Dia mencoba melawan gejolak di dalam dirinya sendiri. Setengah mati Imelda mencoba untuk tidak hanyut ataupun tenggelam dalam buaian yang di berikan oleh suaminya. Dalam ketidakpercayaan, Imelda mencoba untuk sedikit mendorong suaminya dan memundurkan langkahnya. "Sihir apa yang sudah kamu lakukan denganku?" Wanita itu berteriak dengan nafas yang terengah-engah karena ciuman panjang yang dilakukannya bersama sang suami. Dia masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi dengan dirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.