Bos Mafia Playboy

Umpatan Penuh Kecemasan



Umpatan Penuh Kecemasan

0Happy Reading     
0

Malam itu setelah kepergian Martin dari villa, Imelda dan Brian langsung masuk ke kamar masing-masing. Pasangan itu memilih untuk tidur di kamar terpisah. Walaupun mereka akan segera menikah, Brian tak ingin memaksa ibu dari calon anaknya itu. Baru sebentar Imelda terlelap, terdengar suara berisik yang sangat gaduh yang memaksa dirinya untuk membuka kedua matanya yang masih sangat mengantuk. Wanita itu terpaksa bangkit dari ranjang dan melangkahkan kakinya keluar kamar. Baru saja membuka pintu, terlihat sebuah pemandangan yang di luar dugaan. Davin Mahendra sudah berdiri di depan kamar itu dengan Brian yang berdiri di sampingnya. Imelda membulatkan matanya karena masih tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. "Papa!" panggilnya pada sang ayah.     

"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Davin pada anak perempuan satu-satunya.     

"Apa maksud, Papa? Tentu saja aku baik-baik saja, aku bisa menjaga diriku sendiri. Bagaimana Papa bisa mengetahui tempat ini?" tanya Imelda balik pada ayahnya.     

Davin Mahendra menatap sekeliling villa itu, dia memang pernah mendengar jika Prayoga memiliki sebuah tempat persembunyian yang tak bisa ditembus oleh sistem apapun. Namun dia tak menyangka jika itu adalah sebuah villa di pinggiran kota dan tak banyak orang yang mengetahui keberadaan villa di mana dirinya sekarang berdiri. "Tadi pagi aku mendatangi kediaman Prayoga untuk menjemputmu. Begitu aku sampai di rumah itu, mereka mengatakan jika dirimu sudah tidak tinggal di rumah itu. Aku pun menghubungi Prayoga yang sedang tidak berada di rumahnya lalu mengancam akan meruntuhkan istana miliknya. Akhirnya Prayoga mengatakan jika kalian mungkin saja berada di sini," jelas Davin pada anaknya.     

"Apakah mengancam adalah keahlian Papa?" teriak Imelda pada pria yang selalu sibuk dengan pekerjaannya itu. Bahkan sangat jarang bagi wanita itu hanya sekedar untuk mengobrol dengan ayahnya sendiri.     

Davin tersenyum sinis pada anak kesayangannya itu. Dia tak menyangka jika Imelda akan mengatakan hal itu langsung di depan matanya. "Kamu sangat tahu, apa saja yang bisa Papa lakukan untuk melindungimu," tegasnya dengan penuh keyakinan dan dalam satu tarikan nafas saja.     

"Termasuk membunuh Mama!" sahut Imelda dengan tatapan dingin yang begitu menyedihkan. Wanita itu tak peduli dengan perasaan Davin terhadapnya. Sudah banyak hal yang membuat Imelda semakin membenci ayahnya sendiri.     

"Kamu sendiri tahu dengan kebenarannya. Mengapa masih saja mengungkit kebenaran itu?" Davin Mahendra semakin tak mengerti dengan kemarahan anak perempuan kesayangan itu. Sudah bertahun-tahun lamanya istrinya meninggal dunia. Namun Imelda masih saja terus menyalahkannya, melemparkan sebuah kesalahan yang tak pernah dilakukannya. Sayangnya, Davin tak mampu melakukan apapun untuk melawan tuduhan sang anak kesayangan. Dia tak ingin Imelda semakin terluka setelah mendengar alasan kematian sang ibunda.     

Imelda menghampiri Brian yang berdiri di belakang ayahnya. Wanita itu menatap dingin sang calon suaminya sambil berucap tanpa perasaan. "Bukankah Davin Mahendra adalah musuhmu? Mengapa kamu bisa membiarkannya berada di dalam sini?" tanya wanita itu pada Brian. Bahkan Imelda mengatakan hal itu tanpa ekspresi apapun seolah tak ada beban di dalam hatinya. Dia sudah tak ingin melihat ayahnya lagi.     

"Sepertinya kamu sudah tidak sabar untuk mengusir Papa. Sayangnya ... Papa akan tetap di sini sampai Prayoga datang ke tempat ini," balas Davin pada anak perempuannya.     

"Untuk apa Papa menemui Om Adi? Jangan bertindak macam-macam! Aku bisa melakukan apapun untuk menghancurkan Papa," ancam Imelda pada ayahnya.     

Pria itu hanya menertawakan Imelda sambil sesekali memandang anaknya itu. Davin semakin tak menyangka jika anak kebanggaannya itu bisa semarah itu terhadap dirinya. Dia pun sengaja tak mengatakan apapun padanya, Davin sengaja membuat anaknya semakin kesal dan dikuasai oleh amarah yang membakar hati dan pikirannya.     

Brian yang menyaksikan ketegangan di antara mereka langsung mendekati Imelda dan menatapnya penuh arti. Dia tak ingin jika hubungan ayah dan anak itu semakin memburuk. Selama ini, Imelda sudah cukup berusaha untuk menghindari ayahnya itu. Bahkan dia sampai membeli sebuah apartemen tanpa sepengetahuan Davin. Dan yang baru saja dilihat oleh Brian bahkan lebih buruk dari bayangannya. "Papa sengaja mengundang Om Davin untuk membicarakan tentang pernikahan kita. Saat ini Papa sedang dalam perjalanan ke sini," jelas Brian pada calon suaminya.     

"Apa kalian semua sudah gila! Om Adi sedang terluka parah dan kalian memaksanya datang ke tempat ini." Sebuah teriakan keluar dari mulut Imelda dengan kecemasan yang tak bisa ditutupi oleh dirinya. "Jika terjadi hal buruk dengan kondisi Om Adi, aku akan menghabisi kalian semua. Termasuk Papa!" lanjutnya lagi dengan kemarahan yang paripurna. Sebagai seorang dokter yang bertanggung jawab terhadap keselamatan Adi Prayoga, wanita itu tak ingin jika hal buruk sampai menimpa pasiennya. Terlebih pasien yang diselamatkannya adalah seseorang yang sangat di kenalnya, Adi Prayoga.     

Davin masih belum mengerti dengan semua yang dikatakan Imelda kepadanya. Dia sama sekali tak mengetahui kondisi dari bos mafia itu. Bahkan saat di telepon, Adi Prayoga terdengar baik-baik saja. "Sebenarnya .... Apa yang sedang terjadi dengan Adi Prayoga? Apa kalian semua sedang menyembunyikan keadaan pria brengsek itu?" Davin semakin kesal dengan rasa penasaran yang semakin menyesakkan dadanya. Tiba-tiba saja dia menjadi sangat mengkhawatirkan sahabat lamanya itu. Meskipun hubungan mereka tidak baik-baik saja, paling tidak mereka berdua pernah berhubungan cukup dekat.     

Tak berapa lama, Adi Prayoga datang bersama dengan Kevin yang mendorong kursi rodanya dan juga beberapa bodyguard yang bekerja untuknya. Pria itu bisa melihat dengan jelas kecemasan di wajah Davin. Dalam hatinya, Adi ingin sekali tertawa melihat momen itu namun dia mencoba untuk menahan diri untuk tidak tertawa. "Tak perlu mengkhawatirkan keadaanku, Mahendra. Aku hanya kelelahan biasa." Sebuah suara yang terdengar tidak terlalu keras membuat semua orang di dalam villa itu membalikkan badannya dan memandang ke arah suara itu berasal.     

"Brengsek! Kamu sengaja berpura-pura lemah agar aku merasa kasihan padamu!" teriak Davin pada seorang pria yang sedang duduk di atas kursi roda dengan wajah yang masih sangat pucat.     

Kali ini Adi Prayoga benar tertawa di hadapan mereka semua. Dia bisa melihat kecemasan Davin pada setiap kata umpatan yang keluar dari bibir seorang Davin Mahendra. "Anggap saja seperti itu, Mahendra. Aku melakukan ini agar kamu menyetujui pernikahan mereka yang akan digelar dalam dua hari ke depan. Tidakkah kamu kasihan melihat keadaanku?" terangnya dengan sebuah senyuman yang sedikit dipaksakan. Karena untuk melakukan pertemuan dengan seorang Mahendra, Adi harus menahan rasa sakit yang masih dirasakannya.     

Tiba-tiba saja, Imelda berlari ke arah Adi Prayoga dan juga Kevin. Wanita itu bisa melihat jika keadaan ayah dari Brian itu terlihat tidak baik-baik saja. Dugaannya sangat tepat, baru beberapa detik Imelda berdiri di depan Adi Prayoga ... pria itu sudah tidak sadarkan diri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.