Bos Mafia Playboy

Sebuah Alasan Yang Masih Tersembunyi



Sebuah Alasan Yang Masih Tersembunyi

0Happy Reading     
0

Brian dan Imelda sedang menikmati makan malam berdua di meja makan. Calon pasangan itu sama sekali tidak melakukan percakapan sedikit pun. Mereka harus fokus menyantap makanan yang sudah tersaji di atas meja saja. Beberapa menit kemudian, Imelda telah selesai dengan makanannya. Wanita itu langsung meletakkan sendoknya lalu meminum segelas susu yang sudah disiapkan Brian sebelumnya. "Setelah ini, aku ingin ke klinik Dokter Kevin untuk memeriksa kondisi Om Adi," ucapnya tanpa ekspresi apapun.     

"Apakah kamu sudah lebih baik? Bukankah kamu harus beristirahat?" cemas Brian pada calon istrinya. Dia tak ingin terjadi apa-apa pada sosok wanita yang sangat dicintainya itu.     

"Kamu terlalu berlebihan Brian! Aku lebih tau dengan kondisi tubuhku sendiri," jawab Imelda sambil tersenyum simpul menatap pria di depannya. Dia pun langsung bangkit dari kursinya setelah merasa cukup kenyang. "Jika kamu tak mau menemaniku, aku akan memanggil taksi," ucapnya sambil berjalan ke kamar Brian untuk mengambil tas miliknya. Setelah wanita itu mengambil tas di dalam kamar, dia langsung keluar menuju halaman depan.     

Brian yang melihatnya, langsung mengejar Imelda dan mengajaknya masuk ke dalam mobil. Pria itu bermaksud untuk mengantarkan calon istrinya ke klinik milik Kevin, di mana ayahnya sedang dirawat. Calon istrinya itu terlalu mengkhawatirkan ayahnya, hingga dia sudah tak sabar untuk segera bertemu dengan seorang Adi Prayoga. Brian tak menyangka jika Imelda akan sangat memperhatikan ayahnya.     

Setelah melewati padatnya jalanan malam itu, akhirnya mereka berdua telah sampai di depan sebuah klinik milik Kevin. Baru sampai di depan klinik, mereka berdua berpapasan dengan Laura yang sedang terburu-buru keluar dari sana.     

"Dokter Imelda! Aku harus kembali ke rumah sakit, ada operasi darurat yang harus ku tangani," pamit Laura dengan sangat terburu-buru. Wanita itu langsung masuk ke dalam mobil dan langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.     

Imelda dan Brian hanya menggelengkan kepalanya melihat Laura yang begitu ugal-ugalan mengendarai mobilnya. Pasangan itu langsung masuk ke dalam klinik menuju ke sebuah ruangan di mana Adi Prayoga berada. Begitu melihat ayahnya yang sudah siuman, Brian langsung berlari menghampiri ayahnya. "Papa! Apa Papa baik-baik saja?" tanya Brian dalam wajah yang cemas dan juga lega melihat sang ayah yang sudah sadar.     

Adi Prayoga tersenyum simpul pada anaknya, dia tak menyangka bisa selamat setelah sebuah peluru menembus dadanya. "Kamu pikir aku akan mati?" tanya pria yang masih terbaring di atas ranjang itu.     

Belum juga Brian menjawab, Imelda datang menghampiri dua pria itu. "Apakah Om merasa sakit yang tidak tertahan hingga menyebabkan pusing?" Wanita itu menatap Adi dengan wajah cemas dan penuh perhatian.     

"Aku baik-baik saja. Terima kasih, Imelda. Mungkin tanpa dirimu ... aku sudah terbujur kaku di liang lahat," jawab Adi sambil tersenyum pada calon menantunya. Pria itu terus memandangi wajah Imelda. Sebuah wajah yang sangat mirip dengan seorang wanita yang sangat dicintainya. "Kamu sangat cantik seperti ibumu," puji Adi Prayoga pada wanita yang sedang berdiri di sebelah anaknya itu.     

Wanita itu langsung mengembangkan sebuah senyuman di wajahnya. Dia merasa jika ucapan Adi benar-benar tulus dan juga serius. "Om Adi terlalu memujiku. Bahkan Mama jauh lebih cantik dan juga hebat dariku," ungkap Imelda pada seorang pria yang dulu begitu dekat dengan keluarganya. Meskipun kenangan tentang kedekatan keluarga mereka begitu samar, wanita itu masih mengingat beberapa potongan kenangan yang memperlihatkan keakraban keluarga Prayoga dan juga Mahendra. Sayangnya Imelda tak pernah tahu ... sebuah alasan yang membuat hubungan dua keluarga itu benar-benar hancur tak bersisa.     

"Dokter Kevin sudah menceritakan semuanya. Bagaimana kamu berjuang untuk menyelamatkan aku, bahkan dirimu langsung pingsan setelah operasi selesai. Maaf. Om sudah merepotkanmu," sesal Adi Prayoga dengan tatapan lembut yang berfokus pada wanita cantik di samping anaknya.     

Imelda merasa sangat tersentuh pada perkataan Adi, wanita itu memberanikan diri untuk menggenggam jemari tangan seorang bos mafia yang cukup berpengaruh itu. Dia tak peduli tentang pendapat orang-orang yangmengatakan jika seorang Adi Prayoga adalah mafia yang kejam dan terkenal tanpa ampun. "Om ... Imelda tak pernah tahu apa yang terjadi dengan hubungan keluarga kita. Seberapa kejamnya Om Adi bagi orang-orang di luar sana, Om Adi selalu menyayangi Imelda sejak dulu. Meskipun kenangan ku tentang masa lalu itu sudah mulai memudar. Namun hatiku sangat yakin jika Om Adi sangat menyayangiku," ungkap Imelda dengan suara bergetar karena menahan perasaan di dalam dirinya.     

Adi Prayoga tertawa sambil menahan rasa sakit di dalam dadanya. "Sebenarnya aku sangat ingin tertawa lepas tetapi dadaku rasanya sangat sakit," keluhnya dengan wajah yang sedikit pucat.     

"Jangan tertawa, Om! Bisa saja jahitan luka di dada itu bisa terbuka lagi," ujar Imelda sambil tersenyum hangat memandang seorang pria yang pernah menjadi sahabat dari kedua orang tuanya.     

"Jika dokter yang menjahit lukaku bukan calon menantuku sendiri ... aku tak akan pernah mau mendengarkan ucapannya," sindir Adi Prayoga sambil membalas senyuman wanita hebat yang sebentar lagi akan melahirkan cucunya itu. Imelda pun ikut tenggelam dalam senyuman calon mertuanya itu.     

Brian yang sejak tadi juga berada di ruangan itu menjadi sedikit kesal. Dia juga sangat heran pada ayahnya itu. Tidak biasanya seorang Adi Prayoga bisa seakrab itu kepada orang lain, apalagi seorang wanita cantik yang masih muda. "Apa Papa masih dalam pengaruh obat bius? Atau jangan-jangan Papa masih belum sadar betul?" tanya pria itu sambil memperhatikan kondisi ayahnya. Brian masih tak percaya jika ayahnya bisa tertawa bersama calon istrinya dengan sangat akrab. "Papa curang! Selama ini Papa tak pernah tertawa bersamaku ... tetapi dengan Imelda, Papa bisa tertawa dengan wajah yang terlihat sangat bahagia. Apakah aku sebenarnya anak tiri Papa?" tanya Brian dengan wajah yang sangat kesal. Dia merasa sangat iri dengan perlakuan ayahnya pada wanita di hadapannya itu.     

"Dasar anak tidak tahu diri! Bisa-bisanya kamu menanyakan hal itu. Padahal kamu sangat tahu jika kamu adalah anakku satu-satunya," teriak Adi Prayoga pada Brian meskipun suaranya tidak terlalu keras namun cukup membuat telinga anaknya berdenging.     

Brian hanya bisa senyum-senyum melihat kekesalan ayahnya. Dia tak menyangka jika sang ayah bisa sangat murka pada candaannya. Pria itu lalu mendekati ayahnya sambil memandangnya dengan tatapan manja. Meskipun Brian seorang lelaki terkadang di masih sedikit manja pada ayahnya itu. "Papa! Bagaimana kalau pernikahanku dan Imelda menunggu Papa sembuh dulu?" Sebuah pertanyaan dari Brian itu langsung membuat api amarah menjadi berkobar dalam sorot mata seorang Adi Prayoga. Pria itu sama sekali tidak menyetujui ide anaknya yang tidak masuk akal itu.     

"Aku justru berencana mempercepat pernikahan kalian," tegas Adi Prayoga.     

"Apa!" Imelda dan Brian memberikan sebuah respon yang sama dan hampir bersamaan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.