Bos Mafia Playboy

Ledakan Di Hari Pernikahan



Ledakan Di Hari Pernikahan

0Dalam waktu sekejap, sebuah pernikahan yang cukup mewah digelar di dalam sebuah ballroom hotel. Sayangnya pesta itu sangat tertutup dari media, tamu undangan juga sangat terbatas dengan protokol keamanan level tertinggi.     
0

"Aku melihat di gedung sebelah juga nampak sebuah pernikahan. Rasanya sedikit aneh dengan foto-foto prewedding yang terpajang di depan gedung." Brian mengatakan kegelisahannya tetapi tak menjelaskan secara rinci keanehan dalam suasana pesta di gedung sebelah.     

"Apa maksudmu, Brian? Jangan menakut-nakuti kami!" peringat Vincent yang duduk di sebuah ruangan bersama dengan beberapa orang anggota keluarga lainnya yang sedang bersiap untuk masuk ke dalam gedung pernikahan.     

Brian menggaruk-garuk kepalanya tepat di sebelah Imelda, dia sendiri juga sangat bingung untuk menjelaskan hal itu pada mereka semua. Padahal hampir seisi ruangan sedang menatap tajam dirinya dan seakan ingin menelanjangi suami dari Imelda itu.     

"Tidak ada. Sepertinya pengamanan di gedung depan jauh lebih ketat dari pernikahan kalian," celetuk Brian tanpa menjelaskan apapun lagi pada kedua calon pengantin.     

Sedang Vincent dan juga Martin saling menatap satu sama lain. Mereka sangat penasaran dengan maksud dari perkataan Brian yang baru saja itu.     

"Sudahlah, Brian! Jangan mengatakan apapun lagi! Kamu menjadikan suasana pesta tak nyaman saja," keluh Imelda pada suaminya. Dia tak ingin merusak momen kebahagiaan di antara dua pasang pengantin itu.     

Eliza yang juga berada ruangan itu, melemparkan tatapan pada Laura. Kedua wanita itu seakan saling melemparkan isyarat satu sama lain. Bagaimana mereka bisa membuat ketegangan itu semakin memuncak? Segala perkataan Brian itu hanya membuat mereka merasa tak aman dan juga sangat cemas.     

"Apakah kita semua akan baik-baik saja, Martin? Saat papa sengaja mengundurkan acara selama 30 menit, aku sudah curiga jika ada sesuatu yang tidak beres di sini," cemas Eliza dalam segala perasaan tak tenang dan juga merasa terancam jika sesuatu yang buruk akan menimpa mereka semua.     

"Di mana para pria tua itu sekarang, Brian? Bagaimana bisa mereka sengaja mengurung kita di dalam sini? Bukankah tiga puluh menit terlalu lama untuk kita?" protes Vincent yang mulai resah karena segalanya terasa sangat mencurigakan dan juga begitu menegangkan bagi mereka semua.     

Di antara mereka semua, hanya Imelda yang bisa duduk tenang dengan perutnya yang membesar. Wanita itu sama sekali tak menunjukkan ketegangan apapun seperti para pria dan juga dua orang pengantin wanita.     

"Tidak bisakah kalian tenang? Biarkan papa dan juga Om Rizal yang mengurus semuanya. Kita cukup duduk diam di sini sembari menunggu instruksi dari mereka untuk bisa keluar dari ruangan ini," bujuk Imelda dalam suaranya yang begitu tegas dan terdengar penuh keyakinan. Dia tak ingin menambahkan beban pikiran dan juga beban mental bagi kedua pengantin yang sudah bersiap dengan gaun pengantin dan juga tuxedo yang membuat pengantin pria tampak mempesona.     

"Aku curiga .... Jika kamu sudah mengetahui rencana mereka, Imelda," tuduh Vincent pada adik perempuan kesayangannya. Pria itu merasa jika Imelda terlalu tenang berada dalam situasi itu. Dia cukup mengenal sosok adik perempuannya itu. Istri dari Brian Prayoga itu bukanlah sosok wanita yang bisa dengan sabar untuk menunggu tanpa melakukan apapun.     

Mendengar tuduhan itu, Imelda langsung bangkit dengan gerakan yang cukup pelan. Dia berjalan ke tempat di mana Vincent duduk gelisah dalam balutan tuxedo hitam yang sangat cocok dengannya. Sebuah senyuman penuh arti dilemparkan wanita itu pada kakaknya. Imelda tentu saja sangat memahami perasaan mereka semua. Namun tak ada apapun yang bisa dilakukan selain menunggu dan juga menunggu.     

"Apa yang Kak Vincent pikirkan tentang diriku? Jikalau aku mengetahui hal itu, tentu saja tak ada hubungannya dengan kalian." Imelda mengatakan hal itu tanpa beban sedikit pun. Dia memang merasa cukup cemas dengan setiap ketegangan yang terjadi sejak mereka masuk ke dalam ruangan itu. Namun wanita itu sangat percaya jika ketiga pria hebat di luar sana bisa mengendalikan keadaan apapun. Apalagi ada Jeffrey dan beberapa anak buahnya yang sudah bersiaga di luar gedung.     

"Sudahlah! Aku tak ingin berdebat denganmu, Imelda. Jika kamu bukan wanita hamil, aku ingin mengajakmu berduel!" tantang Vincent pada adik perempuannya. Entah itu serius atau tidak, dia mengatakan hal itu dengan sangat menyakinkan.     

Martin yang sedang duduk di sebelahnya justru terkekeh mendengar hal itu. Dia sangat tahu kemampuan dari sosok pria yang sudah cukup lama menjadi sahabatnya itu.     

"Aku tak yakin jika dirimu bisa mengalahkan Imelda," sindir Martin pada sosok pria di sebelahnya. "Setidaknya aku bisa menilai kalian berdua dalam bertarung melawan musuh. Bahkan nyali Imelda jauh di atas mu," terang Martin sembari melihat Vincent yang duduk di sebelah Laura yang memiliki untuk duduk diam di antara mereka.     

"Jangan mengatakan sejelas itu, Martin! Aku yakin jika Kak Vincent bisa mengalahkan aku, apalagi di saat hamil besar begini," ledek Imelda dalam balutan senyuman tipis penuh kemenangan.     

Setelah berbincang panjang lebar, Imelda merasa sangat haus. Dia ingin meminum jus buah segar untuk biasa di minumnya. Hanya satu cara yang bisa dilakukannya agar keinginannya terwujud.     

"Brian .... Tidak bisakah kamu membelikan jus buah kesukaanku?" pinta Imelda pada sang suami.     

"Bukankah kita tak boleh keluar dari ruangan ini?" Brian merasa tak yakin untuk bisa mendapatkan minuman segar kesukaan Imelda selama hamil.     

Mendengar jawaban itu, Imelda langsung mengerucutkan bibirnya. Seolah dia baru saja mendapatkan penolakan dari suami.     

Brian yang menyadari hal itu, akhirnya tak tega dan langsung berusaha untuk keluar dari sana. Untung saja ... dengan menyebutkan keinginan Imelda, dia bisa keluar untuk mencari pesanan istrinya.     

Mendatangi restoran hotel, Brian tak bisa mendapatkan minuman pesanan istrinya. Ternyata seluruh hotel dan juga restoran sengaja dipesan untuk pernikahan mereka. Pada saat akan keluar, dia bertemu dengan atasan ayah mertuanya.     

"Mau kemana kamu, Brian?" tanya Jeffrey yang melihat Brian berniat meninggalkan gedung.     

"Imelda meminta jus buah segar. Om tahu sendiri, bagaimana Imelda? Aku tak sanggup untuk menolaknya," keluh Brian pada sosok pria yang sudah banyak membantunya keluarganya.     

Untung saja, Jeffrey memberikan ijin asalkan Brian segera kembali. Dia pun bergegas ke sebuah restoran yang berada tak jauh dari lokasi itu. Memesan beberapa gelas jus buah sesuai permintaan Imelda.     

Sembari menunggu, Brian menatap layar ponsel miliknya sembari membaca beberapa artikel tentang pernikahan yang banyak menyita perhatian itu. Pernikahan Martin dan juga Vincent telah menjadi top trending di berbagai social media.     

Namun di saat begitu fokus dengan ponselnya, tiba-tiba saja .... Terdengar suara dentuman keras dalam sebuah ledakan besar yang sampai menggetarkan lantai restoran tempatnya memesan minuman. Untuk sejenak, jantung Brian berhenti sesaat. Pikirannya seolah kosong dalam sebuah ketakutan yang mendalam.     

"Imelda!" Hanya kalimat itu yang terucap dari mulut Brian sebelum dia berlari ke arah hotel yang sudah ramai dengan tim pasukan khusus langsung menyisir ke lokasi ledakan.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.