Bos Mafia Playboy

Kekejaman Natasya



Kekejaman Natasya

2Imelda baru saja membuka matanya saat mendengar sebuah langkah kaki berjalan ke arahnya. Pandangannya belum terbuka dengan sempurna, dia baru melihat bayangan samar-samar yang seakan sedang melangkah ke arahnya.      1

Dalam setengah kesadarannya, Imelda baru sadar jika tangan dan kakinya terikat cukup erat. Sekuat tenaga yang dimilikinya, dia mencoba untuk melepaskan ikatan di tangannya. Namun, apapun yang diusahakannya tak mampu membuat tali pengikat itu terlepas.     

"Akhirnya kamu sadar juga, Wanita sialan!" celetuk seorang wanita yang baru saja mendatanginya.     

Suara wanita itu terasa menggaung di telinga Imelda. Dia sangat mengenal suara yang begitu familiar baginya. Dengan wajah enggan, dia pun mengangkat wajahnya lalu mempertajam pandangannya pada sosok wanita yang sudah berdiri di hadapannya.     

"Apa yang Mama inginkan dariku?" Dalam wajahnya yang begitu dingin dan tanpa ketakutan sedikit pun, Imelda menanyakan alasan seseorang yang telah menculiknya itu. Dia adalah mantan istri Adi Prayoga yang tak lain merupakan ibu mertuanya sendiri.     

"Sepertinya kamu sudah sangat tidak sabar untuk mendengar semuanya, Imelda. Tentu saja aku hanya menginginkan nyawamu," jawab Natasya dengan iringan tawa yang memenuhi seluruh bangunan tua itu.     

Imelda tersenyum kecut mendengar jawaban dari wanita yang telah melahirkan suaminya itu. Dia tak pernah membayangkan jika Natasya benar-benar melakukan tindakan gila yang cukup berbahaya bagi dirinya.     

Melihat ekspresi tak senang dari Imelda, wanita itu merasa sangat puas. Natasya cukup senang saat menantunya itu memperlihatkan wajah masam. Meskipun Imelda mencoba untuk menyamarkan perasaannya, Natasya bukanlah wanita bodoh yang gampang tertipu.     

"Memohon lah padaku agar aku bisa melepaskanmu dari tempat ini." Natasya sengaja mengucapkan sebuah kalimat untuk memprovokasi Imelda. Ia sama sekali tak berniat melepaskan istri dari anaknya itu.     

"Lebih baik aku mati di tempat ini daripada harus memohon belas kasihan dari Mama," tegas Imelda tanpa ragu ataupun perasaan takut menghadapi semua itu. Dia sama sekali tak ingin merendahkan dirinya di hadapan seorang wanita yang sudah jelas-jelas melakukan banyak kejahatan yang begitu keji.     

Terdengar suara tawa yang menggema memenuhi ruangan itu. Natasya seolah baru saja merasakan de javu di dalam pandangannya. Dia tak menyangka jika perkataan Imelda sama persis dengan yang dikatakan oleh Irene kepadanya.     

"Kamu mengingatkan aku pada Irene. Mamamu itu juga mengatakan hal yang sama sebelum ajal menjemputnya," ungkap Natasya tanpa perasaan.     

Seketika itu juga, tubuh Imelda bergetar hebat. Matanya berkaca-kaca dengan genangan air di kelopak matanya. Jantungnya seakan mulai meronta dan ingin melompat keluar.     

Dia masih saja tak bisa menerima setiap ucapan dan juga perkataan Natasya kepadanya. Segalanya menjadi semakin jelas dan terang. Imelda mulai meyakini jika Natasya lah yang telah membunuh ibunya sendiri.     

"Jadi .... Mama Natasya yang telah membunuh Mama Irene?" Imelda berteriak dalam ketidakberdayaan di dalam dirinya. Meskipun sebelumnya ia sudah mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk, nyatanya wanita itu tatap tak bisa menerima alasan kematian ibunya.     

Bukannya menjawab, Natasya justru tersenyum penuh kemenangan pada menantunya itu. Ia pun melangkahkan kakinya lebih mendekat pada Imelda.     

"Aku sangat bahagia bisa melihat air mata terakhir Irene sebelum dia menghembuskan nafasnya." Seolah tanpa beban dan juga rasa bersalah, Natasya membisikkan kata-kata itu di telinga Imelda.     

Saat itu juga, air mata Imelda mengalir sangat deras. Jantungnya serasa tertusuk begitu dalam hingga terasa sangat menyakitkan dan juga menyesakkan dirinya. Dia pun memejamkan matanya karena sudah tak sanggup membayangkan betapa mengerikannya sebuah kematian yang harus diterima oleh ibunya.     

"Mama jahat! Bagaimana Mama bisa melakukan hal sekeji itu pada Mama Irene?" Imelda hanya bisa meninggikan nada suaranya tanpa mampu melakukan apapun.     

Setengah mati ia berusaha untuk meronta dan melepas paksa ikatan di tangannya. Imelda sama sekali tak bisa melakukan apapun selain menangisi ke penderitaan Irene sebelum tewas dalam kecelakaan itu.     

"Kamu berkata jika aku jahat? Lalu .... Apa sebutan bagi seorang wanita yang sudah merebut suamiku? Padahal Irene sendiri yang sudah memaksaku untuk menikahi Adi Prayoga." Natasya tampak sangat terluka mengingat setiap potongan kenangan yang masih terpatri di kepalanya. Sampai mati, dia tak mungkin bisa melupakan pengkhianatan sahabatnya sendiri.     

"Itu semua hanya kesalahpahaman. Mama tak berhak menghakimi Mama Irene." Imelda mengatakan hal itu dalam nada protes. Dia masih saja tak bisa menerima seluruh kejahatan yang sudah dilakukan oleh ibu mertuanya itu.     

Lagi-lagi Natasya justru memperlihatkan sebuah senyuman sinis di wajahnya. Ia seolah semakin membenci seorang wanita yang sedang mengandung cucunya itu. Sampai mati, Natasya tak akan pernah bisa menerima Imelda Mahendra sebagai menantunya.     

"Irene pantas mendapatkan hukumannya itu. Semua sepadan dengan segala yang sudah dilakukannya kepadaku," ujar Natasya tanpa mampu memandang seorang wanita yang mulai merasa kesakitan di tangannya karena melepas paksa ikatannya.     

"Mama benar-benar sudah gila!" Kali ini Imelda sudah tak mampu mengendalikan dirinya lagi ia terus berteriak mengumpati ibu mertuanya itu. Beberapa dia juga mengatakan kalimat hujatan pada Natasya.     

Merasa sangat risih dengan kata-kata Imelda yang sangat melukai harga dirinya, Natasya kembali mendekati Imelda dan memberikan sebuah tamparan keras di wajahnya.     

Imelda hanya bisa diam tanpa bisa membalas perbuatan ibu mertuanya. Dia tak peduli meskipun sudut bibirnya mulai mengeluarkan darah segar yang terasa anyir di dalam mulutnya.     

"Dasar menantu sialan! Berani-beraninya kamu mengatai aku. Sampai mati pun, aku tak akan pernah menganggapmu sebagai menantuku." Natasya tampak kalap dan tak mampu mengendalikan dirinya. Ia sama sekali tak peduli meskipun menantunya itu sudah mengandung calon cucunya.     

Bukannya menangisi rasa sakitnya, Imelda justru tertawa lepas di hadapan wanita itu. Seakan ia sudah sangat ikhlas untuk menerima semua siksaan yang dilakukan oleh Natasya.     

Natasya pun berjalan ke arah sebuah meja yang tak jauh dari sana. Ia melirik beberapa orang yang sengaja dibayar untuk membantunya menjaga keamanan rumah itu. Dengan gerakan pelan diiringi senyum seringai, Natasya mengambil sebilah pisau lalu melangkah ke arah Imelda.     

"Sejak aku melihatmu menjadi istri dari anakku .... Ingin rasanya aku merusak wajahmu yang terlalu mirip dengan Irene. Melihatmu sama saja dengan membuka paksa luka lama di dalam hatiku. Apakah kamu ingin merasakannya juga, Imelda Mahendra?" Entah setan apa yang telah merasuki Natasya. Wanita itu dengan sengaja menempel pisau itu di wajah Imelda. Seolah ia ingin menguliti wajah Imelda yang sangat mirip dengan Irene.     

Dalam sebuah kondisi yang tak bisa dikuasainya, Imelda hanya bisa memejamkan mata saat pisau itu mulai menggores pipinya. Tak ada rasa sakit yang dirasakan oleh Imelda. Hanya rasa kebencian yang semakin mendalam hingga ia tak ingin melihat wanita keji di hadapannya itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.