Bos Mafia Playboy

Sesuatu Yang Seharusnya Sudah Dilakukan



Sesuatu Yang Seharusnya Sudah Dilakukan

2'Meninggalkan bekas?' ulang Imelda atas ucapan seorang dokter yang baru saja memeriksa kondisinya. Meskipun teknologi kedokteran sudah cukup canggih, Imelda tak mengharapkan jika luka di wajahnya itu akan membekas.      1

"Yang penting kamu dan anak kita baik-baik saja, Sayang," hibur Brian yang masih berdiri tepat di samping istrinya. Pria itu sama sekali tak mempermasalahkan apapun asal istri dan anaknya selamat.     

"Akan ada bekas luka di wajahku, Brian. Apakah kamu tak mengerti?" Mendadak wajah Imelda semakin kesal. Ia tak ingin membayangkan saat ada bekas luka yang menggangu penampilannya.     

Dokter itu seolah mengerti dengan kekhawatiran Imelda. Dia pun mendekati wanita itu lalu memandangnya penuh keramahan.     

"Teknologi kedokteran di rumah sakit sekarang ini cukup canggih. Anda tak perlu mencemaskan bekas luka itu. Dokter kulit terbaik pasti akan dengan mudah mengembalikan kulit Anda seperti semula," jelas dokter itu dengan sangat detail. Dia tak tahu jika seorang pasien di hadapannya itu adalah pemilik rumah sakit tempatnya bekerja.     

"Aku tahu, Dokter. Silahkan lanjutkan pekerjaan Anda," usir Imelda pada seorang dokter yang kebetulan baru saja memeriksanya.     

Di sebuah kursi, Laura terlihat begitu sibuk dengan ponselnya. Ia bahkan tak memperhatikan saat rekannya itu meninggalkan ruangan.     

"Laura! Sepertinya kamu sangat sibuk," sindir Brian pada seorang wanita yang tampak sangat serius menatap layar ponselnya.     

"Aku sedang mencoba untuk menghubungi Vincent. Semoga saja dia segera membaca semua pesan yang kukirimkan padanya," jawab Laura tak bersemangat. Wanita itu sudah berusaha sejak tadi untuk menghubungi kekasihnya. Namun tetap saja, Vincent sama sekali tak membalas ataupun menerima panggilannya     

Pasangan suami istri itu akhirnya mengerti alasan Laura lebih memilih untuk duduk sendiri dengan wajah kesalnya. Suasana hatinya berubah buruk setelah Vincent sama sekali tak ada kabar. Dia pun bergegas meletakkan ponselnya begitu saja di atas meja. Laura lalu pamit keluar sebentar untuk mengganti pakaiannya. Kebetulan sekali ia meninggalkan beberapa potong pakaian di ruangannya.     

"Mengapa Kak Vincent tak membalas semua pesan Laura? Apakah dia sesibuk itu?" tanya Brian pada istrinya. Dia merasa jika kakak iparnya itu jarang sekali begitu sibuk dengan pekerjaannya.     

"Bukankah tadi Laura mengatakan jika Kak Vincent sedang ada misi rahasia?" Imelda ingat jika tadi kekasih dari kakaknya mengatakan hal itu.     

Imelda tiba-tiba saja terdiam. Seolah dia sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat baginya. Wanita itu pun memandang Brian, melemparkan sebuah tatapan keraguan di dalam setiap sorot matanya.     

"Apakah kamu akan baik-baik saja jika Mama harus menerima hukumannya?" tanya Imelda pada sang suami. Dia khawatir jika Brian sampai tak rela jika Natasya sampai harus mendekam di jeruji besi. Imelda hanya ingin memastikan jika suaminya itu akan baik-baik saja.     

"Mama memang harus menerima hukumannya, Sayang. Jangan mencemaskan aku," sahut Brian diiringi sebuah senyuman hangat dan penuh arti.     

Tak berapa lama, Laura kembali datang ke kamar itu. Dia bisa merasakan aura ketegangan yang masih tersisa di antara dua manusia yang masih saling memandang penuh arti.     

"Apakah aku salah masuk kamar?" Laura merasa tak enak hati masuk di saat suasana kurang mendukung.     

"Masuklah, Laura." Brian mempersilahkan kekasih dari kakak iparnya itu untuk masuk.     

Baru saja ia kembali duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari ranjang, terdengar pintu ruangan itu terbuka lebar. Terlihat Vincent masuk dalam wajah sangat panik.     

"Bagaimana keadaanmu, Imelda?" tanya Vincent dengan kecemasan yang semakin memuncak di atas kepalanya. Terlebih ia semakin panik saat melihat wajahnya terbungkus kain khusus untuk luka.     

"Kak .... Aku baik-baik saja." Imelda memeluk Vincent dalam wajah yang sangat sedih. Ia menumpahkan segala perasaan dan kegalauannya pada saudara laki-lakinya itu.     

Vincent pun menyentuh wajah Imelda dengan sangat hati-hati. Dia benar-benar terluka saat melihat adik kesayangannya harus terluka karena sebuah dendam di antara dua keluarga itu.     

"Semua ini adalah kesalahan Om Adi Prayoga. Jika papamu itu tidak menjalin hubungan terlarang dengan Mama Irene ... Tante Natasya tak mungkin melakukan perbuatan keji ini." Terpancar aura kemarahan yang sudah siap membakar hati Vincent. Dia benar-benar membenci ayah dari adik iparnya itu. Terlebih, Natasya sudah berhasil mencuci otak Vincent agar semakin membenci Adi Prayoga.     

"Kakak telah salah paham pada Papa Adi Prayoga. Kenapa Kakak selalu menyalahkan Papa? Bukankah jelas-jelas jika Mama Natasya yang berbuat jahat?" Imelda terus saja membela ayah mertuanya. Ia tak rela jika Vincent terus menyalahkan Adi Prayoga.     

Tak ingin berdebat dengan adiknya, Vincent pun mendekati Laura yang sejak tadi terus memandangi dirinya. Kemudian dia menarik pelan tangan kekasihnya itu lalu pergi dari sana.     

"Semoga kamu cepat sembuh, Imelda. Ada sesuatu yang harus aku kerjakan," pamit Vincent sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu.     

Brian dan Imelda hanya bisa memandangi kepergian dari seorang pria yang bekerja di bawah pimpinan Jeffrey. Mereka tak menyangka jika Vincent bisa berpikiran sangat buruk pada Adi Prayoga. Padahal jelas-jelas, segala hal yang telah terjadi di masa lalu hanya kesalahpahaman saja.     

"Mengapa Kak Vincent bisa sangat membenci Papa? Apa yang sebenarnya telah dikatakan oleh Mama Natasya hingga bisa meracuni pikiran Kak Vincent?" Imelda tampak emosional mengatakan hal itu. Walaupun dulu Vincent telah membenci keluarga Prayoga, kebenciannya tak sebesar itu. Wanita itu sangat yakin jika Natasya sudah mencuci otak Vincent.     

"Tenanglah, Sayang. Kendalikan dirimu." Brian sangat cemas melihat istrinya yang begitu gelisah yang bercampur dengan kepanikan yang tak bisa dikendalikan. Wajahnya bahkan sampai memerah karena suasana yang sangat tidak nyaman baginya.     

Brian berusaha keras untuk menghibur istrinya. Dia tak ingin jika Imelda sampai stress hanya karena memikirkan kakaknya saja.     

Pasangan suami istri itu lalu saling berbincang untuk menghangatkan suasana. Mereka berusaha untuk membangun rasa nyaman di antara satu sama lain. Hingga kedatangan Laura yang tiba-tiba, membuat pasangan itu kembali cemas karena melihat kekasih Vincent yang tampak kesal.     

"Apa yang terjadi, Laura?" Tanpa basa-basi Brian menanyakan hal itu pada Laura. Ia bisa tahu jika wanita itu sedang menahan kekesalannya.     

"Vincent sangat marah saat aku mencoba untuk membujuknya agar tak membenci Bos Adi Prayoga. Namun dia justru sangat marah dan langsung meninggalkan aku. Sikap Vincent sudah sangat berubah sejak ia sering menemui Tante Natasya. Apa yang sebenarnya mereka bicarakan hingga Vincent seakan menjadi seorang pria yang sangat berbeda?" Laura tampak frustrasi menghadapi kekasihnya sendiri. Dia tak tahu lagi, bagaimana harus menghadapi Vincent.     

Imelda sudah menduga jika perubahan Vincent karena ibu mertuanya itu. Ia sangat yakin jika Natasya telah memberikan pengaruh buruk pada kakaknya.     

"Kemana Kak Vincent pergi?" tanya Imelda sangat penasaran.     

"Vincent mengatakan akan melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh papanya sejak dulu," jawab Laura.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.