Bos Mafia Playboy

Keputusan Brian



Keputusan Brian

2"Di saat sedang berada di antara hidup dan mati, bisa-bisanya kamu meminta syarat pada kami, Yudha Fabian!" Imelda melontarkan sebuah ucapan yang terdengar sangat tegas dengan sorotan mata yang mengerikan kepada sosok pria yang sudah tak memiliki pilihan lain untuk melepaskan diri dari mereka semua.     
2

Seperti biasanya, Imelda selalu bersikap jauh lebih menakutkan daripada sang bos mafia itu sendiri. Seakan wanita itu sama sekali tak takut pada apapun dan juga siapapun. Tewasnya Irene Mahendra di dalam kecelakaan beberapa tahun silam, membuatnya tumbuh menjadi seorang perempuan yang mandiri dan juga sangat kuat. Dia melatih dirinya dengan berbagai latihan fisik dan juga keahlian khusus agar mampu berdiri diatas kakinya sendiri.     

"Kamu benar-benar mirip dengan papamu, Davin Mahendra." Yudha Fabian mengingat masa-masa di mana dirinya masih menjadi anak buah Davin Mahendra. Pria itu sangat tegas dan tak memiliki rasa takut sedikit pun.     

"Jangan banyak omong kosong! Cepatlah katakan apa yang kamu inginkan!" Imelda sudah tidak sabar dan langsung mendesak pria itu agar segera mengatakan keinginannya.     

Dengan wajahnya yang tenang, sebuah senyuman sengaja dilukiskan Yudha Fabian pada mereka semua. Dia sama sekali tak ingin mencari masalah dengan orang-orang yang mendatangi rumahnya itu.     

"Yang kuinginkan adalah .... Jangan mengungkit namaku sedikit pun, jika Natasya terseret ke dalam hukuman yang harus diterimanya," ucap Yudha Fabian pada mereka semua. Tentu saja dia tak ingin terlibat dalam semua kejahatan Natasya. Hal itu bisa saja sangat membahayakan dirinya. Apalagi, orang-orang yang akan menyeret wanita itu bisa saja memiliki pengaruh besar baginya.     

"Bagaimana, Eliza?" Martin harus memastikan hal itu pada sosok wanita yang sangat mengerti tentang hukum.     

Bukan langsung menjawab, Eliza justru menatap Brian yang masih berdiri di sebelahnya. Setidaknya, pria itu juga kuliah hukum seperti dirinya. Dia sengaja ingin meminta pendapat itu dari sisi Brian Prayoga.     

"Selama Anda tak terlibat langsung dalam kejahatan Mama Natasya, sepertinya itu tak masalah. Bagaimana menurutmu, Eliza? Apakah kamu bisa memberikan sebuah syarat yang dimintanya?" tanya Brian pada seorang wanita yang bekerja sebagai jaksa.     

"Walaupun tidak mudah, kami akan mengusahakan sebaik mungkin agar tidak melibatkan Anda." Eliza juga tak terlalu yakin dengan hal itu. Kejahatan Natasya kali ini terlalu besar dan melibatkan banyak pihak.     

Meskipun sama sekali belum mendapatkan kepastian apapun dari mereka, Yudha Fabian memutuskan untuk menyerahkan segala bukti tersebut. Dia merasa telah berhutang budi kepada Martin dan juga Davin Mahendra. Ditambah lagi, rasa bersalahnya karena telah menculik Imelda Mahendra atas perintah atasan. Meskipun dia tak mengetahui jika korban yang diculiknya adalah anak dari mantan atasannya.     

"Aku menyerahkan semuanya pada kalian saja. Kuyakin kalian semua adalah orang-orang hebat." Begitulah perkataan Yudha Fabian setelah menyerahkan segala bukti itu pada Martin. Dia mengantarkan para tamunya hingga masuk ke dalam mobil.     

Begitu meninggalkan kediaman Yudha Fabian, mereka semua tak langsung pulang. Kebetulan sekali, Imelda ingin mampir di sebuah restoran yang dilewatinya. Akhirnya, Brian pun membelokkan mobilnya ke sebuah restoran yang diinginkan oleh istrinya.     

"Kita sekalian makan saja, mumpung sedang berada di sini," ajak Imelda pada Martin dan juga Eliza. Dia pun menarik tangan Brian untuk mengajaknya segera masuk ke dalam restoran.     

Mereka memesan sebuah meja di lantai atas yang lebih sepi pengunjung. Di area bawah, terlalu ramai dan tampak sangat penuh.     

"Lebih nyaman duduk di sini sambil menikmati pemandangan lahan hijau di samping restoran," celetuk Imelda yang sudah duduk duluan di sebuah kursi yang berada tak jauh dari jendela.     

"Sembari menunggu makanan datang, ada yang ingin aku tanyakan padamu, Brian." Eliza tampak sangat ragu mengatakan hal itu. Dia hanya tak ingin jika tindakannya nanti aku melukai hati Brian.     

Brian memandang kekasih Martin dengan penuh tanda tanya besar. Dia sangat penasaran pada sesuatu yang ingin ditanyakan oleh Eliza.     

"Katakanlah! Tak perlu sungkan atau tak enak hati padaku," sahut Brian atas ucapan wanita yang sudah duduk di sebelah Martin.     

"Apa kamu yakin jika menyerahkan semua bukti ini padaku? Kamu sangat tahu jika semua telah menyerahkan semuanya ke penyidik." Sebenarnya tak perlu dijelaskan pun, Brian sudah sangat mengetahui hal itu. Eliza hanya ingin menyakinkan Brian agar tak menyesal kemudian hari. Terlebih semuanya itu melibatkan seorang wanita yang telah melahirkannya.     

Seluruh mata terpusat pada Brian. Keputusannya kali ini akan berpengaruh besar pada ketiga keluarga adi kuasa itu. Mendadak suasana terasa sangat menegangkan, mereka menantikan jawaban pasti dari suami Imelda Mahendra itu.     

"Aku sudah sangat yakin untuk menyerahkan semua padamu, Eliza. Kuharap kamu bisa melakukannya sebaik mungkin. Jangan sampai ada korban selanjutnya dari kejahatan Mama Natasya." Brian hanya bisa pasrah akan segalanya. Dia hanya tak ingin jika ibunya semakin melakukan banyak hal berbahaya ke depannya.     

"Nanti aku akan membicarakan hal ini pada papaku. Semoga papaku bisa membantu kita untuk segera mengakhiri kejahatan Tante Natasya." Eliza tentu saja juga membutuhkan bantuan dari ayahnya. Apalagi, Natasya juga telah membuat Rizal Hartanto kehilangan istrinya.     

Tanpa membuang waktu lagi, Eliza mengeluarkan ponselnya dan mencoba untuk menghubungi seseorang. Dia tampak sangat serius berbicara pada orang yang berbicara dengannya via telepon.     

"Ada sesuatu yang ingin aku diskusikan denganmu. Nanti malam aku akan menemuimu." Eliza mengatakan hal itu tanpa ekspresi apapun. Dia tampak begitu serius dengan wajahnya yang begitu dingin.     

Selesai berbicara di telepon, Eliza kembali meletakkan ponsel di atas meja. Dia tak ingin membuat mereka semua tak nyaman berada di sebelahnya. Di waktu yang sama, dua orang pelayan baru saja mengantarkan pesanan mereka. Saking seriusnya memperhatikan Eliza, mereka tak sadar jika makanan yang sudah dipesan akhirnya datang.     

"Kenapa masih saling memandang? Ayolah kita makan." Suara Elisa memecahkan keheningan diantara mereka semua. Dia tahu jika mereka pasti sangat penasaran dengan seseorang yang baru saja dihubungi nya.     

"Sepertinya kamu yang paling direpotkan kali ini, Eliza. Semoga segalanya tak semakin membebani dirimu," sahut Imelda pada wanita yang begitu baik mau membantunya.     

Meskipun menangani kasus Natasya memiliki beban tersendiri baginya, Eliza tak ingin menyerah begitu saja. Kejahatan harus segera ditumpas, penjahat harus segera ditangkap. Eliza akan berjuang untuk menegakan keadilan bagi mereka semua.     

"Tak masalah, Imelda. Itu juga sudah menjadi tugasku. Aku akan berusaha untuk melakukannya sebaik mungkin." Eliza mencoba untuk meyakinkan mereka semua jika dirinya baik-baik saja. Tak ingin menambahkan beban di hari Brian ataupun Imelda.     

Tak berapa lama, ponsel milik Brian berdering. Dia pun langsung menerima panggilan itu.     

"Ada apa, Kevin?" tanyanya begitu menerima panggilan itu.     

"Apa! Papa kecelakaan?" Brian sangat panik mendengar berita tentang kecelakaan yang menimpa ayahnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.