Bos Mafia Playboy

Barang Bukti Telah Terbakar



Barang Bukti Telah Terbakar

3"Tak perlu melakukan apapun untuk saat ini. Jangan sampai kamu ikut terlibat dan membahayakan dirimu," peringat Rizal Hartanto pada anaknya.      1

Sebagai seorang ayah, Rizal Hartanto tak ingin melibatkan anaknya dalam prahara tiga keluarga adi kuasa itu. Namun sayang, anak perempuannya sudah ikut terlibat dengan seorang wanita yang memiliki hubungan spesial dengannya.     

Pria itu tak pernah membayangkan jika seorang wanita seperti Natasya bisa melakukan banyak kejahatan. Bahkan wanita itu tak segan-segan untuk menghabisi seseorang yang menghalanginya. Rizal Hartanto hanya sedang meminimalisir terjadinya kejahatan baru yang mungkin saja akan dilakukan oleh kekasihnya itu.     

"Apakah ada seseorang yang ingin Papa lindungi?" tanya Johnny Hartanto pada seorang pria tinggi besar dan juga masih cukup tampan yang tak lain adalah ayahnya sendiri.     

Tak langsung menjawab pertanyaan itu, Rizal Hartanto justru memperlihatkan sebuah senyuman kecut di wajahnya. Anak laki-lakinya itu masih saja tak mengerti jika sesuatu yang sedang dilindungi itu adalah dirinya.     

"Cukup Papa dan Eliza yang terlibat langsung dengan Natasya. Kamu tak perlu ikut campur sedikit pun. Sebentar lagi, semuanya akan segera berakhir," ujar Rizal Hartanto pada anak laki-lakinya yang berprofesi sebagai seorang pengacara ternama. Dia sangat yakin jika Natasya pasti akan mendapatkan hukumannya. Entah bagaimana caranya, wanita itu harus menerima semua yang seharusnya diterimanya.     

"Tapi, Pa! Aku juga tak ingin membuat keluargaku berada dalam bahaya. Dengan cara apapun, aku akan membuat Natasya menanggung hukumannya." Johnny Hartanto lalu mengambil ponsel di dalam kantong celananya lalu menghubungi seseorang dengan ponselnya.     

Ada kecemasan yang terukir sangat jelas di wajahnya. Johnny Hartanto tak mungkin membiarkan ayah dan adiknya melewati semuanya itu sendirian. Setelah menunggu beberapa saat, seseorang di ujung telepon akhirnya menerima panggilan itu.     

"Ada apa, Johnny Hartanto?" Sebuah sapaan yang terdengar begitu formal baru saja dilontarkan oleh seseorang yang menjawab panggilannya.     

"Papa dan Eliza mengalami kecelakaan pagi ini, Martin. Semoga ini tidak terlalu berpengaruh untuk proses hukum dari wanita itu." Ternyata Johnny Hartanto baru saja menghubungi teman lamanya, yang juga menjadi orang kepercayaan dari Keluarga Prayoga. Dia sangat yakin jika Martin belum mendengar kondisi dari mereka berdua.     

Walau bagaimanapun, Martin berhak untuk mengetahui kondisi mereka. Apalagi semua yang dilakukan oleh ayah dan adiknya itu melibatkan dua keluarga besar, Prayoga dan juga Mahendra . Tentu saja hal itu menjadi sangat penting dan tak bisa dianggap remeh.     

"Apa! Di mana mereka sekarang? Aku akan segera kesana." Dari suara Martin, dia terdengar sangat panik dan juga mengkhawatirkan keadaan Eliza dan juga ayahnya. Tentunya pria itu merasa bertanggung jawab karena telah melibatkan kekasihnya. Terlebih, sebuah kasus yang ditanganinya itu tentu saja sangat berbahaya.     

"Aku akan mengirimkan alamat rumah sakitnya." Johnny Hartanto mengakhiri panggilan itu dan langsung mengirimkan lokasi di mana mereka berada. Ada sedikit kelegaan yang terpancar di wajahnya, ketika ia selesai memberikan kabar itu pada Martin.     

Namun hal itu tidak berlaku untuk Rizal Hartanto. Dia justru merasa khawatir jika mereka akan menanyakan banyak hal yang masih belum bisa dijawab nya.     

"Mengapa harus menghubungi mereka sekarang? Sepertinya Elisa belum siap untuk menemui Martin ataupun orang-orang dari Keluarga Prayoga dan Mahendra," protes Rizal Hartanto atas sikap gegabah yang baru saja dilakukan oleh anak lelakinya.     

"Bukankah akan lebih baik jika kita memberitahu mereka apa yang sudah terjadi?" Johnny Hartanto merasa jika menyembunyikan hal itu juga tak ada untungnya. Pada akhirnya, mereka semua akan mengetahui semuanya.     

Tak berselang lama, seorang perawat datang dan memberitahukan jika Eliza sudah berada di ruang perawatan. Mereka baru saja selesai melakukan beberapa tes lanjutan untuk mengetahui kondisi Eliza.     

"Nona Eliza sudah ditempatkan di ruang perawatan. Anda sudah bisa menemuinya sekarang," ucap perawat itu dengan cukup ramah. Bahkan perawat itu berbaik hati menunjukkan sebuah kamar di mana Eliza berada.     

"Terima kasih, Suster." Rizal Hartanto mengucapkan terima kasih yang begitu tulus pada seorang perawat yang mengantarkannya. Dia pun memandang Eliza yang masih tampak cukup lemah dan juga sedikit pucat karena benturan di kepalanya.     

Ada perasaan tak tega dan juga sangat khawatir atas keadaan anaknya. Rizal Hartanto masih saja tak percaya dengan segala yang sudah terjadi. Eliza masih berada di ambang kesadarannya. Matanya masih sedikit terbuka dalam pandangan yang nampak satu.     

"Istirahatlah sebentar," bujuk seorang ayah pada anak perempuannya.     

Eliza pun memaksakan dirinya untuk memejamkan mata. Selain tak ingin berbicara dengan ayahnya, Dia juga sedang mencoba untuk melawan rasa sakit di kepalanya. Pandangannya terasa berputar-putar, seakan ingin meledakkan kepalanya.     

Setelah waktu terus bergulir, tiba-tiba saja ... pintu kamar itu terbuka. Tampak sosok beberapa pria yang datang bersama dengan seorang wanita. Rizal Hartanto langsung mengenali mereka semua. Apalagi mereka semua datang bersamaan dengan Johnny Hartanto yang kebetulan mengantarkan mereka.     

"Bagaimana keadaan Eliza, Om?" Bukan Martin yang menayangkan hal itu, justru Imelda yang menghampiri sosok pria yang berdiri tak jauh dari sisi ranjang.     

"Kami baru saja selesai melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan. Sebentar lagi dokter akan memberitahukan hasilnya," jelas Rizal Hartanto pada seorang wanita hamil yang tampak cantik dan juga cukup cemas melihat kondisi Eliza.     

Di sisi lain, Martin hanya bisa memandangi kekasihnya tanpa berani mendekat. Dia merasa sangat sungkan atas keberadaan dari Rizal Hartanto. Hakim senior itu sama sekali belum mengetahui hubungan antara dirinya dan juga Eliza. Pria itu memilih untuk tetap berdiri di sebelah Brian dan juga Johnny Hartanto.     

"Om bisa beristirahat sebentar. Biar kami yang menemani Eliza," tawar Imelda pada seorang pria yang mulai terlihat lelah setelah seharian berada di rumah sakit.     

"Aku mau membeli kopi sebentar. Tolong jaga Eliza ." Rizal Hartanto lalu bergerak ke arah pintu bersama dengan anak laki-lakinya. Dia mempercayakan Eliza pada orang-orang yang berada di ruang perawatan itu.     

Begitu dua pria dari anggota keluarga Hartanto itu keluar dari ruangan itu, Martin bergerak cepat menghampiri Eliza. Dengan sangat lembut, ia menyentuh kepala kekasihnya itu. Rasanya ... seakan hatinya seakan teriris tipis melihat wanita yang dicintainya itu terbaring lemah dengan luka di keningnya.     

"Eliza ... bagaimana keadaanmu?" Pertanyaan dari Martin itu seakan mampu membangkitkan kesadaran di dalam diri Eliza.     

"Wanita itu memaksakan diri untuk tersadar dan juga membuka matanya. Begitu matanya terbuka, Eliza justru meneteskan air mata di hadapan mereka semua.     

"Maaf .... Aku telah membuat semua barang bukti terbakar di dalam mobil yang membawa kami. Aku benar-benar sangat bodoh," sesal Eliza penuh kekecewaan. Dia sangat kecewa dengan dirinya sendiri karena terlalu ceroboh hingga menghilangkan semuanya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.