Bos Mafia Playboy

Kebohongan Brian



Kebohongan Brian

0"Apa kamu terluka, Brian?" Dengan wajah panik Imelda memperhatikan seluruh bagian tubuh suaminya. Ia sama sekali tak berharap jika Brian akan terluka.     
0

Dengan susah payah, Brian berusaha untuk tetap tenang dan tak menimbulkan kecurigaan apapun pada mereka. Ia sengaja mengulum tawa kecil di depan mereka untuk menutupi kebodohannya itu.     

"Aku sama sekali tak terluka, Sayang. Hanya saja ... tanganku sedikit terkilir saat bertarung dengan anak buah Yudha Fabian tadi." Brian pun harus mengatakan kebohongan itu untuk menutupi kebohongan yang lainnya. Pria itu benar-benar semakin terjebak dalam jurang kebohongan yang telah diciptakannya sendiri.     

Imelda merasa lega saat mendengar suaminya baik-baik saja. Namun ... di dalam hatinya, ia merasakan sebuah keraguan yang mengusiknya sejak Brian menjelaskan semuanya. Bukan karena tak mempercayai suaminya, Imelda merasa jika Brian sedang menutupi sesuatu darinya.     

"Aku mau mandi dulu, badanku rasanya sangat gerah," pamit Brian pada mereka semua. Ia pun lalu masuk ke dalam kamar dan menutup rapat pintu kamarnya.     

Begitu Brian pergi, Imelda melemparkan sebuah tatapan penuh arti pada Martin. Ia berharap jika Martin juga merasakan apa yang dicemaskannya juga.     

"Apakah kamu melihat ada sesuatu yang mencurigakan dari Brian, Martin?" tanya Imelda dalam wajah tidak sabar.     

"Apa maksud kamu, Sayang?" Adi Prayoga merasa jika kecurigaan menantunya itu sedikit berlebihan.     

Martin sangat mengerti kemana arah pembicaraan Imelda. Ia sudah sangat curiga saat jarak kepulangan Eliza dan juga Brian terlampau cukup jauh. Namun ia mencoba menyimpan hal itu untuk dirinya sendiri. Ternyata ... Imelda juga mencium kebohongan dalam setiap penjelasan Brian kepada mereka.     

"Sepertinya Brian sedang terluka, Pa." Suara Imelda seolah sangat bergetar mengatakan hal itu pada ayah mertuanya.     

Ingin mencari kebenaran mengenai hal itu, Adi Prayoga bangkit dari tempat duduknya lalu menyuruh seorang bodyguard untuk memanggil orang-orang yang tadi pergi bersama Brian.     

"Perintahkan mereka untuk berkumpul ke halaman samping rumah!" perintah Adi Prayoga pada seorang bodyguard yang berjaga di depan pintu.     

"Ayo kita cari tahu kebenarannya." Adi Prayoga berjalan keluar ke halaman samping rumah, diikuti oleh Imelda dan juga pasangan kekasih itu di belakangnya.     

Sampai di sana, mereka semua sudah berkumpul di sebuah titik di halaman samping. Adi Prayoga dan juga yang lainnya langsung berjalan ke arah mereka semua. Dari kejauhan saja, orang-orang yang bekerja untuk keluarga Prayoga itu sudah terlihat sangat tegang. Seolah mereka sudah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.     

"Apa yang sebenarnya terjadi pada Brian?" Tanpa basa-basi, Adi Prayoga langsung melemparkan sebuah pertanyaan yang membuat mereka merunduk ketakutan.     

Orang-orang itu sudah berjanji jika tak akan mengatakan apapun pada Imelda. Namun situasi dan juga kondisinya terlalu berbahaya bagi mereka. Terlebih, tatapan dingin yang juga menakutkan dari Adi Prayoga cukup mengintimidasi mereka semua.     

"Tidak ada yang terjadi, Bos. Kami hanya menghajar orang-orang Yudha Fabian lalu mereka bergegas pergi dari tempat itu," jawab salah seorang dari mereka. Mereka semua sudah berjanji pada Brian untuk tak mengatakan luka tembak yang ada di lengan anak dari Adi Prayoga itu.     

Tak ingin berbelit-belit terlalu lama, Imelda memajukan langkahnya. Ia pun mendekati seorang pria yang berdiri paling pinggir dari barisan.     

"Apa kamu membawa senjata?" Imelda menyodorkan tangannya pada pria itu. Ia ingin mengambil sebuah senjata yang dibawa olehnya.     

Tanpa bisa menjawab pertanyaan itu, sang pria mengeluarkan sebuah senjata dan menyerahkannya pada Imelda. Ia tak mungkin menolak keinginan dari wanita itu. Mereka semua juga sangat tahu jika Imelda Mahendra adalah wanita tangguh yang tak mungkin bisa mereka lawan.     

"Apakah aku harus menembakkan peluru ini satu persatu di kaki kalian semua agar kalian mau membuka mulut?" Imelda berjalan mengelilingi anak buah dari Adi Prayoga. Mereka hanya terdiam tanpa berani melawan ataupun mengatakan apapun.     

Di sisi lain, Eliza tampak takjub dengan keberanian Imelda di hadapan mereka semua. Meskipun wanita itu sedang mengandung, tak sedikit pun Imelda menunjukan rasa takut di dalam dirinya.     

Sedangkan Martin dan Adi Prayoga ... sudah sangat tahu betapa berani dan tangguh sosok menantu dari keluarga Prayoga itu. Imelda memang wanita yang tegas dan juga tidak terkalahkan.     

"Kenapa kalian hanya diam saja? Tidak adakah yang ingin menjelaskannya padaku?" bentak Imelda pada beberapa orang pria yang tampak tak berdaya berhadapan langsung dengan sang bos mafia dan juga Martin yang sejak tadi terus menatap mereka.     

Imelda beralih ke arah Martin. Ia sengaja mendekati pria itu untuk memprovokasi semua anak buahnya yang tak mau membuka suara.     

"Martin! Bagaimana orang-orang pilihanmu bisa bersikap seperti itu?" keluh Imelda pada seorang pria yang masih duduk di kursi rodanya. Imelda ingin memanfaatkan kelumpuhan Martin untuk memaksa mereka membuka mulut.     

Martin merasa sangat bersalah karena orang-orang pilihannya itu tak mau bekerja sama dengan Imelda. Ia merasa sangat bertanggung jawab atas mereka semua. Martin juga tak mungkin memohon belas kasihan pada istri dari Brian Prayoga itu.     

"Karena mereka adalah anak buahku, aku siap menerima hukuman apapun atas kesalahan mereka, Imelda." Martin sengaja mengatakan hal itu agar mereka bisa tergerak hatinya.     

Imelda mulai menghitung jumlah mereka satu persatu. Sepertinya mereka sama sekali tak terpancing dengan ucapannya pada Martin.     

"Bersiaplah, Martin. Aku akan menembakkan tujuh peluru di kakimu. Itu adalah hukuman mereka yang harus kamu tanggung." Imelda langsung mengarahkan senjata di tangannya ke kaki Martin. Ia begitu tenang tanpa rasa ragu membidik kaki dari orang kepercayaan sang ayah mertua.     

"Hentikan kekonyolan ini, Imelda! Bagaimana kamu begitu tega ingin menembak kaki Martin. Tidak cukupkah pengorbanan Martin selama ini untuk keluarga Prayoga?" Eliza terlihat sangat histeris saat menyaksikan Imelda akan menembak kaki kekasihnya.     

Tanpa rasa berdosa, Imelda tersenyum sinis mendengar perkataan Eliza. Ia cukup terkejut saat kekasih Martin itu dengan sangat lantang melakukan protes atas perbuatannya. Namun segalanya tak bisa dihindarkan, jelas-jelas Martin adalah orang yang telah memilih mereka semua.     

"Jangan ikut campur, Eliza! Ini adalah urusan pekerjaan dan juga tanggung jawabku pada keluarga Prayoga," peringat Martin atas nada protes dari kekasihnya. Ia akan menerima hukuman apapun yang akan diberikan Imelda terhadap dirinya.     

"Hentikan omong kosongmu, Martin! Tanggung jawab apa yang sedang kamu bicarakan? Kamu sama sekali tidak terlibat dengan mereka semua. Bagaimana kamu harus menanggung hukuman mereka." Eliza masih saja tak bisa menerima keputusan Imelda dan juga Martin yang terlihat pasrah akan ketidakadilan itu.     

Jelas-jelas Martin sama sekali tak melakukan apapun pada mereka.     

"Cepat menjauh, Eliza! Bisa-bisa kamu tertembak bersama kekasihmu itu." Dengan entengnya, Imelda mengatakan hal itu pada kekasih Martin.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.