Bos Mafia Playboy

Menyuntik Mati Brian?



Menyuntik Mati Brian?

0Orang-orang yang datang bersama Brian tadi hanya bisa terdiam tanpa berani menatap Kevin. Mereka tak menyangka jika dokter kepercayaan keluarga Prayoga itu bisa terlihat sangat mengerikan.      0

"Apakah kami harus memberikan kabar ini pada Bos Adi Prayoga?" tanya salah satu dari anak buah Brian.     

"Tetaplah di sini hingga Brian sadar. Kamu bisa menunggu pria bodoh itu ingin melakukan apa." Kevin meninggalkan mereka semua dan masuk ke dalam ruangannya. Entah mengapa, ia selalu saja sangat marah setiap kali melihat Brian terluka.     

Brian dan Kevin menjalani kehidupan mereka bersama-sama sejak kuliah. Banyak hal yang sudah dilalui oleh mereka berdua. Meskipun Kevin hanya seseorang yang ditemukan oleh Adi Prayoga di pinggir jalan, sang bos mafia itu selalu memperlakukan dirinya dengan sangat baik. Bahkan Adi Prayoga juga yang telah membiayai kuliah Kevin hingga menjadi seorang dokter spesialis.     

Pemilik klinik itu mengambil telepon di mejanya dan menghubungi seorang perawat yang berjaga di ruangan Brian.     

"Hubungi aku jika Brian sudah sadar," ucap Kevin pada seorang perawat yang berjaga di dalam ruangan sahabatnya. Ia sengaja menempatkan seorang perawat untuk mengawasi kondisi Brian. Ia tak ingin jika kondisi bos mafia itu tiba-tiba memburuk dan tak bisa ditolong.     

Pria itu terdiam sambil menatap sebuah foto yang terselip di agenda miliknya. Itu adalah sebuah foto yang memperlihatkan saat dirinya dan juga Brian sedang berada di kampus. Mereka berdua terlihat seperti saudara kandung yang saling menyayangi. Meskipun tak ada ikatan darah yang mengalir di dua tubuh itu.     

Saat Kevin semakin tenggelam dalam kenangan masa lalunya, seorang perawat mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan itu.     

"Pasien sudah sadar, Dokter." Perawat itu lalu kembali keluar setelah memberikan kabar itu pada pemilik klinik.     

Kevin bergegas ke sebuah ruangan di mana Brian berada. Pria itu terlihat sudah membuka matanya dalam wajah yang masih sedikit pucat.     

"Haruskah aku mengabari Imelda jika kamu berada di sini?" Tanpa basa-basi, Kevin melontarkan pertanyaan itu kepada Brian yang masih saja terdiam tanpa mengatakan apapun.     

"Jangan sampai Imelda mendengar hal ini. Hanya sebuah luka kecil tak perlu mencemaskan apapun. Tolong panggilkan seorang anak buahku untuk datang ke sini, Kevin," pinta Brian pada seorang pria yang menunjukkan wajah masam dan juga sangat kesal saat menatapnya.     

Setelah Kevin memanggilnya, seorang pria datang dan masuk ke ruang perawatan itu. Ada rasa bersalah yang diperlihatkannya saat memandang sebuah luka di lengan Brian.     

"Apa yang harus kami lakukan, Bos?" tanyanya dengan perasaan takut dan juga cemas.     

"Suruh seseorang untuk membelikan pakaian yang sama seperti yang tadi kupakai. Jangan mengatakan apapun pada orang-orang di rumah," perintah Brian pada seorang pria yang bekerja untuk keluarganya.     

Brian berencana untuk menutupi luka itu dari Imelda. Ia sangat yakin jika istrinya akan sangat marah jika dirinya sampai terluka. Apalagi ia tak pamit saat akan meninggalkan rumah. Pria itu sangat mengenal istrinya itu. Sejak kehamilannya, Imelda terkadang terlalu berlebihan dalam memikirkan sesuatu.     

"Sudah kuduga kamu akan melakukannya, Brian!" Tiba-tiba saja Kevin masuk ke ruangan itu. Ia pun lalu berdiri di sebelah Brian dalam tatapan tajam yang tampak mengerikan.     

"Kamu tahu alasanku, Kevin. Jika bukan demi anak dan istriku, aku tak mungkin akan menutupi luka dan rasa sakitku ini." Brian mencoba menjelaskan hal itu pada sahabatnya.     

Namun Kevin seolah tak peduli padanya. Ia hanya mendengar sekilas lalu berjalan ke sebuah kursi yang berada tak jauh dari sang bos mafia.     

"Ingin sekali aku menyuntik mati dirimu, Brian. Kamu selalu saja datang ke sini dan merepotkan aku," keluh Kevin pada sosok pria yang sudah seperti saudara baginya itu.     

"Jangan membual, Kevin. Aku yakin jika pasti menangis saat melihat aku terluka," goda Brian pada dokter pemilik klinik tempatnya di rawat.     

Kevin pun mendekati Brian dengan beberapa alat medis di tangannya. Ia sengaja ingin membungkus rapi lengan Brian agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi istrinya.     

"Aku akan menutupi lukamu agar terlihat lebih rapi." Kevin hanya mengatakan hal itu pada Brian. Ia pun begitu fokus pada lengan sahabatnya itu.     

Begitu selesai membalut luka itu dengan lebih baik, seorang anak buah Brian juga datang dengan membawa sebuah paper bag di tangannya.     

"Ini Bos pakaian yang Anda minta," ucapnya lalu meletakkan pakaian itu di atas meja. Kemudian pria itu kembali keluar dari ruang perawatan itu.     

"Terima kasih," balas Brian. Ia pun mengambil pakaian itu dan bermaksud untuk langsung memakainya. Namun ia merasa sangat kesulitan untuk mengenakan kemeja yang baru saja dibeli itu.     

Brian pun menatap Kevin penuh arti. Ia bisa melihat jika pria itu masih saja kesal karena luka tembak di lengannya itu. Dengan wajah yang tersenyum tipis, Brian pun akhirnya harus memohon akan bantuan Kevin.     

"Tidak bisakah kamu membantuku memakai pakaian ini?" pinta Brian pada seorang dokter yang cukup tampan dan selalu bersikap sangat ramah pada pasiennya. Namun hal itu tidak berlaku bagi dirinya. Kevin selalu memperlakukan dirinya tanpa ada keramahan dan juga kelembutannya sedikit pun.     

Dengan sangat terpaksa, Kevin pun mendekati Brian dan membantunya memakai pakaian baru. Ia bisa melihat jika pria itu sangat kesulitan. Rasanya tak tega jika harus membiarkan Brian bersusah payah sendirian.     

Brian hanya bisa tersenyum hangat melihat wajah masam yang diperlihatkan oleh Kevin. Ia tahu jika sahabatnya itu sangat peduli dengan keselamatannya.     

"Jika kamu tak ingin mengatakan luka ini pada Imelda, setiap hari kamu harus mendatangi klinik ini. Aku tak ingin jika lukamu sampai infeksi apalagi mengalami pendarahan." Meskipun tak ada senyuman sedikit pun, Kevin begitu tulus mengatakan hal itu. Dia tak menginginkan hal buruk terjadi pada Brian.     

"Baik, Pak Dokter! Anda bisa mengunjungi saya pagi-pagi agar Imelda tidak curiga." Brian sengaja mengatakan hal itu dengan nada formal. Dia hanya ingin membuat Kevin tersenyum padanya.     

Merasa kelakuan Brian terlalu konyol, Kevin pun memukul bahu sahabatnya itu. Kemudian ia bangkit dan membereskan barang-barang milik pria dengan luka tembak itu.     

"Aku langsung pulang sebelum Nyonya besar mengamuk dan menghancurkan rumahku." Brian masih saja bisa menggoda sahabatnya itu.     

Pria itu lalu keluar dari ruang perawatan itu menuju pintu depan klinik. Beberapa anak buahnya sudah tidak sabar menunggu Brian keluar sejak tadi.     

"Apa Bos baik-baik saja? Nona Imelda baru saja menghubungi ponsel Anda ini. Beliau menanyakan keberadaan Anda. Jadi saya mengatakan jika Anda sedang berada di toilet umum," jelas seorang anak buah atas panggilan telepon dari Imelda.     

Tak berapa lama, ponsel Brian kembali berdering. Mereka semua cukup terkejut dan langsung terlihat panik.     

"Nona Imelda kembali menelepon, Bos," ucap pria di depan Brian.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.