Bos Mafia Playboy

Target Kejahatan Natasya



Target Kejahatan Natasya

1Brian baru saja selesai membantu Martin untuk membersihkan dirinya. Begitu pria yang mengalami cidera kaki itu sudah berpakaian rapi, ia pun mendorong kursi rodanya untuk keluar dari kamar. Terlihat, sang istri dan juga ayahnya sedang mengobrol di teras samping.     
1

"Apa yang sedang mereka bicarakan?" gumam Brian dalam suara yang terdengar sangat jelas di telinga Martin.     

"Tentu saja Bos sedang mengobrol dengan menantu kesayangannya," sahut Martin pada pria yang masih berdiri di belakangnya.     

Tanpa banyak kata, Brian pun memutuskan untuk mendorong Martin ke arah pintu samping. Ia akan beralasan untuk membawa pria itu berjemur. Padahal, sebenarnya Brian ingin mengetahui apa saja yang dibicarakan oleh Imelda dan juga ayahnya itu.     

"Aku akan mengantarmu untuk berjemur di halaman samping rumah," ucap Brian tanpa menghentikan dirinya untuk mendorong kursi roda itu.     

"Sepertinya kamu sengaja mencari alasan agar bisa melewati teras samping. Apa kamu sedang memanfaatkan aku, Brian?" Timbul rasa kecurigaan di dalam hati Martin. Ia sangat yakin jika Brian sengaja memanfaatkan ketidakberdayaanya.     

Tak sedikit pun Brian mempedulikan ucapan Martin. Semua yang dikatakan oleh pria itu memang lah benar. Namun ia tak ingin terang-terangan mengakui hal itu di depan Martin.     

"Tutup saja mulutmu. Tidak bisakah kamu sedikit membantuku?" gerutu Brian atas nada protes yang disuarakan oleh orang kepercayaan keluarganya itu.     

Martin hanya tersenyum kecut tanpa membalas perkataan anak dari bos-nya itu. Ia tak peduli ke mana Brian akan membawanya. Saat melewati teras samping, tiba-tiba Imelda memanggil mereka berdua.     

"Mau kemana kalian berdua?" Imelda sangat penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Martin dan suaminya. Ia pun bangkit dari kursi dan menghampiri dua pria itu.     

"Aku akan menemani Martin untuk berjemur, Sayang?" jawab Brian tanpa berani memandang ke wajah sang istri.     

Imelda tentunya sangat curiga, tak biasanya Brian mau repot-repot membantu Martin. Walaupun terkadang, pria itu juga membantunya tanpa disuruh sekalipun. Namun mengingat Brian yang sempat menolak saat mandi tadi, membuat Imelda sedikit tak percaya dengan ketulusan suaminya terhadap Martin.     

"Aku merasa jika ada udang di balik batu," sindir Imelda pada suaminya.     

"Jangan berpikir yang berlebihan, Sayang," tegas Brian pada sang istri.     

Mendengar dan juga melihat keributan itu, Adi Prayoga langsung bangkit dari kursi dan menghampiri mereka semua. Ia pun mengambil alih kursi roda itu lalu mendorong Martin menuju halaman.     

"Biar Papa saja yang menemani Martin." Adi Prayoga membawa orang kepercayaannya itu ke dekat bangku yang ada di halaman. Ia pun duduk berhadapan langsung dengan Martin.     

"Bagaimana kondisi kakimu, Martin? Haruskah kita berobat ke luar negeri saja?" Adi Prayoga sangat mengkhawatirkan kondisi dari Martin. Ia tak ingin jika pria itu sampai tak bisa berjalan lagi.     

Sebuah penawaran yang terdengar sangat menjanjikan bagi Martin. Namun ia tak ingin membuang-buang waktu dan juga biaya untuk pengobatan kakinya. Pria itu cukup percaya dengan dokter terbaik yang sudah menanganinya.     

"Tak perlu, Bos. Dokter yang menangani kakiku ini juga dokter yang terbaik di negeri ini. Sebentar lagi kakiku juga sembuh. Apakah ada tugas darurat yang harus aku lakukan dalam waktu dekat ini?" Martin berpikir jika Adi Prayoga sedang membutuhkan bantuannya. Ia pun juga merasa bersalah karena tak bisa melakukan banyak hal.     

"Tidak ada! Aku melarang kamu melakukan apapun sebelum kakimu benar-benar sembuh." Adi Prayoga menegaskan hal itu pada Martin. Ia tak akan pernah memberikan pekerjaan pada orang kepercayaannya itu selama kondisinya masih sakit.     

Tak bisa dipungkiri, Martin merasa sangat bangga menjadi bagian dari keluarga Prayoga. Ia sangat beruntung bisa memiliki majikan seperti Adi Prayoga. Meskipun sang bos mafia itu tak pernah menganggapnya anak buah, Martin selalu memperlakukan Adi Prayoga sebagai majikannya. Ia pasti akan melakukan apapun untuk bos-nya itu.     

"Apa kamu sudah mendengar tentang kejahatan Natasya selama ini?" Adi Prayoga mulai membahas sebuah pokok bahasan penting yang sejak kemarin berhasil membuat ketiga keluarga tercengang.     

"Eliza sudah memberitahuku, Bos. Ia juga mengirimkan salinan dari rekaman suara Nyonya Natasya dan seorang pria yang mereka sebutkan sebagai Teddy Julian. Padahal jelas-jelas Teddy Julian telah menghilang beberapa tahun silam. Sejak kapan Nyonya Natasya memiliki hubungan dengan pria itu." Martin masih memikirkan dan juga meraba-raba kasus itu. Segala yang telah terjadi benar-benar di luar dugaan.     

Adi Prayoga terlihat berpikir sangat keras. Terlukis begitu jelas semburat ketakutan di dalam wajahnya. Sepanjang hidupnya, ia tak pernah begitu mencemaskan sesuatu seperti dirinya mengkhawatirkan Imelda. Pria itu terlihat menghela nafasnya beberapa kali. Seolah ia sedang menanggung sebuah beban yang sangat berat.     

"Apa yang sudah membebani Anda, Bos?" Martin pun akhirnya menanyakan hal itu secara langsung. Ia tak mungkin bisa menebak atau membaca pikiran seseorang.     

"Aku sangat mengenal Natasya. Wanita itu bisa melakukan apapun untuk memuaskan dirinya. Termasuk untuk meluapkan kebenciannya pada Imelda. Dia mengatakan akan menghabisi Imelda. Dan kita sama sekali tak mengetahui rencana dari wanita itu," jelas Adi Prayoga dengan kekhawatiran yang semakin menari-nari di dalam hati dan juga pikirannya.     

Dua pria itu mencoba untuk memikirkan sebuah cara yang akan digunakan oleh Natasya untuk melukai Imelda. Mereka semua harus sangat waspada pada siapapun yang terlihat mencurigakan. Bisa saja, Natasya menyusupkan seseorang ke dalam rumah itu.     

"Yang penting, kita harus lebih berhati-hati dan memperketat pengamanan di sekitar Imelda. Apakah hanya Imelda yang ditargetkannya kali ini?" tanya Martin pada sosok pria yang duduk bersamanya.     

"Yang jelas aku juga pasti menjadi target kejahatannya. Wanita itu tak mungkin melepaskan ku begitu saja. Ia pasti akan mengejarku hingga titik darah penghabisan." Adi Prayoga sangat yakin jika Natasya tak akan pernah puas sebelum melihat kematiannya. Kebencian wanita itu seolah sudah mendarah daging dan tak mungkin dihilangkan lagi.     

Seketika itu juga, Martin merasa cemas dengan pria di hadapannya itu. Ia tak akan membiarkan manusia manapun untuk melukai keluarga Prayoga. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mengabdikan dirinya bagi keluarga itu.     

Tiba-tiba saja, Adi Prayoga melemparkan sebuah tatapan aneh pada orang kepercayaannya itu. Ia sangat yakin jika Martin bisa menggali lebih banyak informasi dari orang-orang yang mengenalnya.     

"Apa kamu bisa menangani Yudha Fabian, Martin? Kupikir jika hubungan kalian selama ini baik-baik saja. Tak pernah ada bentrokan ataupun gesekan di antara kalian berdua," tanya ayah dari Brian Prayoga itu. Ia bisa sangat yakin jika Martin bisa menemukan sebuah bukti yang cukup penting untuk memecahkan teka-teki kematian Irene Mahendra.     

"Aku hanya bertemu beberapa kali saja, Bos. Hubungan kami juga tak begitu dekat," jawab Martin tanpa menutupi apapun. Namun ia memiliki sebuah senjata ampuh yang mungkin bisa membuat Yudha Fabian memenuhi permintaannya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.