Bos Mafia Playboy

Eliza Dalam Bahaya



Eliza Dalam Bahaya

0Brian dan Imelda yang baru saja menghampiri ayahnya dan juga Martin ... sempat mendengar kalimat terakhir yang Martin ucapkan. Mereka berdua menjadi sangat penasaran pada seseorang yang baru saja dibicarakan oleh dua pria dewasa itu.     
0

"Siapa yang sudah beberapa kali kamu temui, Martin?" tanya Brian pada seorang pria yang masih duduk di kursi roda.     

Martin tak langsung memberikan jawaban, ia memandang Adi Prayoga sekilas lalu beralih ke pasangan itu. Entah benar atau tidak, ia juga harus mengatakan hal itu pada Brian dan Imelda. Merahasiakan semuanya juga tidak ada untungnya.     

"Yudha Fabian." Hanya jawaban singkat itu yang dilontarkan Martin pada mereka. Ia tak ingin mengatakan apapun lagi pada Brian Prayoga.     

"Bukankah itu adalah sesuatu yang baik? Kamu bisa menggali informasi dari pria itu mengenai Mama. Sudah berapa banyak kejahatan yang telah dilakukan oleh Mama Natasya, Yudha Fabian pasti mengetahui hal itu." Mendadak Brian menjadi cukup bersemangat mendengar hal itu. Ia juga sudah tak sabar untuk memecahkan teka-teki di dalam ketiga keluarga itu.     

Tak ingin berdiri terlalu lama, Imelda memilih untuk duduk bersama ayah mertuanya. Ia membiarkan Brian berdiri di antara mereka. Ada sesuatu yang juga ingin dikatakannya pada mereka semua.     

"Eliza dan juga Om Rizal akan membantu untuk menemukan bukti dan juga saksi yang bisa memberatkan Mama Natasya. Semoga saja Papa tak keberatan atas bantuan kecil dari Om Rizal. Mengingat hubungan antara Papaa dan Om Rizal tidak terlalu baik," terang Imelda pada ketiga pria yang masih menikmati hangatnya sinar matahari pagi yang menyehatkan.     

"Selama itu untuk kebaikan kita semua, sepertinya tak masalah. Kalau Rizal Hartanto saja bisa berhati besar untuk menerima semuanya, kenapa Papa tidak?" balas Adi Prayoga diiringi sebuah senyuman hangat yang cukup menenangkan.     

Mereka berempat mengobrol beberapa saat hingga mentari mulai meninggi. Saat cahaya matahari semakin panas, mereka semua langsung pindah masuk ke dalam rumah.     

"Tumben sekali Eliza Hartanto tak datang ke sini," celetuk Adi Prayoga sembari melirik seorang pria yang duduk di kursi roda.     

Martin cukup terkejut mendengar ucapan dari bos-nya. Ia tak menyangka jika seorang Adi Prayoga bisa sangat perhatian kepada dirinya. Namun tak bisa dipungkiri jika ia sedikit malu jika membicarakan hubungan dengan Eliza di hadapan sang bos mafia.     

"Sepertinya yang punya kekasih langsung berdebar tak karuan. Lihat saja ... wajah Martin sudah sangat merah karena menahan malu." Seketika itu juga Imelda berhasil membuat dua pria di sebelahnya itu menatap wajah Martin. Kemudian mereka langsung menertawakan wajah Martin yang justru terlihat sangat menggemaskan.     

"Kenapa harus malu?" kilah Martin tanpa bisa menyembunyikan wajahnya yang semakin merona.     

Hal itu membuat mereka semakin meledeknya. Akhirnya terjadilah aksi saling ledek antara Brian dan juga Martin hal itu membuat Imelda menjadi sedikit kesal karena harus mendengar percakapan mereka.     

"Aku mau ke kamar dulu, Pa," pamit Imelda pada ketiga pria yang terus saja membicarakan sesuatu yang kurang menarik baginya. Wanita itu memilih untuk membaringkan tubuhnya yang mulai gampang lelah sejak kehamilannya.     

Adi Prayoga menganggukkan kepala tanpa mengatakan apapun. Pria itu hanya mengulum senyuman hangat pada sang menantu kesayangan. Ia bisa melihat wajah kesal yang ditunjukkan oleh Imelda atas pembicaraan Brian dan juga Martin.     

Suami dari Imelda itu hanya bisa melihat istrinya yang masuk ke dalam kamar. Brian sengaja ingin membiarkan sang istri untuk istirahat di kamarnya dengan suasana tenang dan cukup nyaman.     

Ketiga pria itu akhirnya mengobrol banyak hal mengenai bisnis dan juga beberapa orang yang bekerja untuk mereka. Banyak hal yang harus diurus setelah Natasya berhasil meledakkan gudang penyimpanan milik keluarga Prayoga.     

Hingga tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan jam makan siang. Seorang pelayan juga sudah mempersilahkan mereka untuk makan siang. Martin dan Adi Prayoga langsung bergegas ke ruang makan. Sedangkan Brian berniat ingin mengajak istrinya untuk makan bersama dengan mereka.     

Namun tak berapa lama masuk ke dalam kamar, Brian pun kembali keluar dan ikut bergabung dengan mereka semua. Adi Prayoga pun langsung memandang ke arahnya dengan penuh arti. Seolah sedang melemparkan sebuah isyarat pada anaknya.     

"Apakah Imelda tidak ikut makan bersama kita?" tanya Adi Prayoga pada anaknya.     

"Imelda tertidur di sofa. Aku tak tega membangunkannya, lebih baik kita makan duluan saja," ajak Brian pada kedua pria yang duduk di sebelahnya.     

Mereka pun segera menikmati hidangan makan siang yang sudah tersaji di atas meja makan. Hingga tak berapa lama ponsel Martin berdering dengan cukup nyaring. Pria itu langsung meletakkan sendok di tangannya lalu menerima panggilan itu.     

"Ada apa, Eliza?" tanya Martin pada seorang wanita yang berbicara dengannya via telepon.     

"Apa! Ada sebuah mobil yang mengikuti mu?" ulang Martin atas perkataan Eliza di ujung ponselnya.     

Brian dan juga Adi Prayoga langsung panik mendengar pembicaraan mereka. Ia sudah sangat yakin jika hal buruk sedang terjadi pada Eliza.     

"Kirimkan lokasimu secepatnya. Lewati jalanan yang ramai. Aku akan datang untuk menolong mu." Dengan sangat panik, Martin mencoba bergerak ke arah kamarnya. Ia ingin mengambil beberapa senjata miliknya.     

"Mau kemana kamu, Martin?" Adi Prayoga langsung bangkit dari kursinya dan meninggalkan makanan yang belum dihabiskannya.     

Martin menghentikan kursi rodanya lalu berbalik ke arah Adi Prayoga. Ia tak bisa menahan kekhawatiran di wajahnya. Apalagi saat mendengar Eliza dalam bahaya, hatinya berdesir hebat tak terkendali.     

"Aku harus segera menolong Eliza, Bos," jawab Martin atas pertanyaan itu.     

Brian ikut bangkit dari kursinya lalu berdiri di depan Martin. Ia sangat mengerti kecemasannya, namun Martin telah melupakan jika dirinya tak bisa berjalan seperti biasanya.     

"Apa kamu ingin kehilangan kedua kakimu?" Sebuah pertanyaan dari Brian itu terdengar seperti ancaman untuk Martin. Mereka semua tahu jika kondisi kakinya semakin memburuk setelah ia memaksakan diri untuk berjalan.     

"Tapi Eliza sedang dalam bahaya," sahut Martin dengan cepat.     

Kedua pria itu tentu saja sangat mengerti perasaan Martin. Namun mereka tak akan membiarkan Martin membahayakan dirinya sendiri.     

"Biar aku yang pergi menolong Eliza. Kamu tak perlu khawatir, Martin." Brian bergegas mengambil beberapa senjata yang ada di rumah itu. Ia sudah memantapkan dirinya untuk menyelamatkan Eliza demi sosok pria yang sudah sangat berjasa bagi keluarganya.     

"Jangan membahayakan dirimu, Brian. Aku tak bisa menjelaskan apapun pada Imelda jika hal buruk terjadi padamu." Bukannya Martin meragukan kemampuan Brian, ia juga merasa bertanggung jawab atas keselamatan dari suami Imelda itu. Martin sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga keselamatan Brian dan juga Imelda. Ia sangat tahu jika selangkah saja keluar dari gerbang rumah itu, sudah seperti masuk ke dalam medan perang.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.