Bos Mafia Playboy

Penyelamatan Eliza



Penyelamatan Eliza

0Brian mengambil beberapa senjata yang tersimpan di sebuah lemari khusus. Dengan gerakan cepat, ia menyiapkan segala barang yang mungkin bisa berguna. Ia langsung memerintahkan beberapa anak buah ayahnya untuk segera bersiap.     
0

"Kirimkan lokasi Eliza sekarang! Aku akan membawa beberapa orang untuk ikut bersamaku. Jangan berpikir yang tidak masuk akal. Kamu pikir dengan kondisi kakimu itu, bisakah dengan cepat menyelamatkan kekasihmu?" peringat Brian pada Martin yang tampak cemas sekaligus tak berdaya karena tak bisa melakukan apapun.     

"Haruskah Papa juga ikut bersamamu, Brian?" tanya Adi Prayoga pada sang anak semata wayang.     

Suami dari Imelda itu tersenyum simpul pada dua orang pria yang menatap lekat dirinya. Ia berpikir jika mereka berdua terlalu meremehkan dirinya. Walau bagaimanapun, Eliza juga sudah cukup berjasa bagi keluarganya.     

"Papa juga meremehkan aku? Lebih baik Papa jaga pria bodoh yang ingin kehilangan kakinya itu," tegas Brian lalu keluar dari dalam rumahnya. Beberapa orang-orang terbaik dari keluarga Prayoga sudah bersiap di sebelah mobilnya.     

"Kita harus tiba di lokasi secepat mungkin." Brian mengatakan hal itu dalam wajah serius dan suara yang terdengar sangat dingin.     

Mereka pun berangkat dengan dua mobil berbeda. Melihat titik lokasi Eliza, wanita itu berada tak terlalu jauh dari rumahnya. Brian meminta mereka untuk berhati-hati dalam menyelamatkan jaksa muda itu. Tak ada yang tahu, siapa yang sebenarnya sedang mereka hadapi.     

"Percepat laju mobilnya! Jangan sampai kita terlambat menolak Eliza." Tak bisa dipungkiri, Brian cukup cemas memikirkan keselamatan Eliza. Ia terlalu takut untuk memikirkan hal-hal buruk yang mungkin saja bisa terjadi.     

"Baik, Bos," jawab seorang tinggi besar yang mengemudikan mobil itu.     

Setelah beberapa menit perjalanan, titik lokasi Eliza semakin dekat. Brian dan anak buahnya memperhatikan satu persatu mobil yang berada di jalanan yang tidak terlalu ramai.     

"Sepertinya itu mobilnya, Bos! seru salah seorang dari mereka." Pria itu menunjuk ke sebuah mobil warna putih yang dipakai oleh Eliza. Di belakangnya, sebuah mobil warna hitam sengaja berada di belakangnya dengan jarak yang terlalu dekat.     

"Kalian sudah tahu apa yang harus dilakukan? Lakukan sesuai rencana kita tadi!" perintah Brian pada mereka semua. Untung saja sebelum berangkat tadi, mereka semua sudah menyusun sebuah rencana agar Eliza terbebas dari sebuah mobil yang mengikutinya.     

Tak berapa lama, sang sopir sengaja mempercepat laju mobilnya agar berada tepat di sebelah mobil Eliza. Mereka sudah merencanakan rencana itu dengan sebaik mungkin.     

Brian pun segera menghubungi Eliza yang masih belum menyadari keberadaannya. Padahal jelas-jelas, Brian bisa melihat wajah panik wanita itu dari jendela kaca mobilnya.     

"Eliza! Percepat mobilnya sekarang juga! Aku akan menghentikan mobil di belakangmu, kamu bisa langsung ke rumahku sekarang juga," perintah Brian pada seorang wanita yang terdengar cukup ketakutan dari suaranya saat berbicara di ponsel.     

Sesuai dengan perintah Brian, wanita itu menambahkan kecepatan mobilnya saat itu juga. Di saat yang bersamaan, mobil yang dinaikin oleh Brian langsung berbelok ke jalur di depan mobil penguntit itu.     

Seketika itu juga, terdengar bunyi klakson yang cukup keras dari mobil di belakang Brian. Mobil penguntit itu tak bisa maju ataupun mundur karena mereka sudah diampit oleh dua mobil yang datang bersama Brian. Mobil itu juga tak bisa mendahului mobil di mana Brian berada, mereka sengaja ingin menghentikan mobil yang sudah mengikuti Eliza.     

"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Bos? Mobil itu sudah tak bisa mundur ataupun mendahului kita." Sang sopir cukup penasaran pada keputusan dari Brian.     

Brian terdiam sejenak lalu menatap ke belakang mobilnya. Ia bisa melihat jika mereka semua adalah orang bayaran yang biasa melakukan tindakan kejahatan.     

"Aku ingin memberikan pelajaran pada mereka semua. Arahkan mereka di bangunan tua di ujung jalan." Brian sebenarnya cukup penasaran dengan seseorang yang telah mengirim mereka untuk mengikuti Eliza. Ia harus bisa memastikan keselamatan wanita itu.     

Ketiga mobil sudah berhenti di sebuah bangunan tua. Beberapa pria yang keluar dari mobil tadi langsung mendatangi mobil Brian yang masih tertutup rapat.     

"Keluar dari mobil! Jangan bermain kucing-kucingan! Bukankah kalian semua yang menantang kami?" teriak seseorang dengan wajah geram karena Brian dan juga anak buahnya telah menghentikan pekerjaan mereka.     

Dengan wajah dingin dan tatapan yang cukup tajam. Brian keluar dari mobil dengan kacamata hitam yang melekat di wajahnya diikuti oleh beberapa orang yang bersama. Beberapa orang di mobil yang satunya pun ikut keluar dan mengepung orang-orang bayaran itu.     

"Hanya berani main keroyokan! Untuk apa kalian menghalangi pekerjaan kami?" Lagi-lagi mereka kembali berteriak di depan Brian. Seolah mereka tak terima karena Brian dan orang-orangnya telah menggagalkan rencana mereka.     

Dengan gerakan pelan dan aura dingin di wajahnya, Brian melepaskan kacamatanya. Ia pun memandang mereka satu persatu.     

"Siapa yang telah membayar kalian semua?" tanya Brian dengan nada datar tanpa ada perasaan atau ekspresi yang berarti.     

"Itu bukan urusan kalian!" seru salah seorang dari mereka. Tiba-tiba orang yang berada di belakangnya berbisik pelan pada seorang pria yang begitu murka atas pertanyaan Brian.     

Seketika itu juga, wajah pria itu langsung berubah. Ada rasa ketakutan yang tak mungkin bisa disamarkan. Meskipun pria itu berusaha untuk tetap tenang, ia tak berhasil menutupi ketakutannya.     

"Untuk apa seseorang seperti Brian Prayoga mencampuri bisnis kecil kami?" Pria itu mulai merendahkan nada suaranya. Ia cukup terkejut saat salah satu rekannya mengatakan jika pria di hadapannya itu adalah sang bos mafia muda yang cukup terkenal di antara mereka.     

"Haruskah aku mengulang pertanyaanku tadi?" Kali ini Brian mulai kesal dengan pertanyaan bodoh yang dilontarkan oleh pria yang cukup berani menatapnya.     

Pria itu berpikir jika menantang Brian Prayoga sama saja dengan mencari mati. Apalagi jumlah mereka telah kalah sebelum bertarung. Daripada mereka semua pulang tanpa nyawa, pria itu berpikir untuk mengakui identitasnya.     

"Kami semua adalah anak buah Yudha Fabian. Untuk alasan kami mengikuti wanita itu .... Kami semua hanya menjalankan perintah saja." Dengan setengah hati, pria itu menjelaskan identitasnya. Tak mengaku pun juga akan percuma.     

"Ohhh .... Yudha Prayoga lagi! Sepertinya akhir-akhir ini kalian terlalu sering mencari masalah dengan kami." Brian mengingat isi rekaman dalam percakapan Natasya dan Teddy Julian. Ia mendengar jika anak buah Yudha Fabian juga yang telah membantu meledakkan gudang penyimpanan milik keluarganya.     

Mendadak Brian mulai terpancing atas jawaban anak buah Yudha Fabian. Ia pun sedikit geram dan mulai kehilangan kesabarannya.     

"Berikan sedikit pelajaran pada mereka! Jangan sampai ada yang mati di sini!" Sebuah perintah baru saja diserukan oleh Brian. Dengan sangat cepat, mereka semua langsung menyerang anak buah dari Yudha Fabian.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.