Bos Mafia Playboy

Ketulusan Yang Palsu



Ketulusan Yang Palsu

0"Kedengarannya sangat masuk akal," sahut Brian atas jawaban yang baru saja diberikan oleh Martin. Ada banyak hal yang membuat mereka sangat tak mempercayai ketulusan dari seorang wanita seperti Natasya.     
0

Terlebih Imelda, ia sangat tahu hal apa saja yang sudah dilakukan ibu mertuanya itu kepada dirinya dan juga Brian. Padahal jelas-jelas suaminya itu adalah anaknya sendiri.     

"Aku juga sangat mengkhawatirkan hal itu. Bagaimana jika Vincent sudah terjebak dengan hasutan dari Tante Natasya?" Laura pun juga mengungkapkan kegelisahan di dalam hatinya. Ia tak ingin jika kekasihnya itu menjadi tumbal atas kekejaman Natasya. Dengan Brian yang anaknya sendiri saja Natasya bisa setega itu, bagaimana dengan orang lain?     

Ada banyak hal dan juga kemungkinan yang menjadi tujuan Natasya untuk mendekati Vincent. Selain hubungannya yang kurang baik dengan dua keluarga itu, Vincent juga terlalu mudah untuk dihasut hanya dengan sedikit kata-kata yang menyentuh.     

"Namun ada satu hal yang mungkin tidak kalian ketahui ... dahulu, hubungan Kak Vincent dan juga Mama memanglah sangat dekat. Bahkan Mama terlihat sangat menyayangi Kak Vincent." Brian mencoba mengingat sebuah momen kebersamaan di antara mereka. Saat di mana hubungan antara Natasya dan juga Irene Mahendra masih baik-baik saja.     

"Namun aku sangat yakin jika ketulusan Natasya terhadap Vincent adalah palsu. Pasti ada sebuah tujuan yang ingin dicapai oleh wanita itu." Martin mengatakan hal itu begitu gamblang tanpa ada yang ditutupi sedikit pun. Jelas-jelas ia sangat geram pada segala kejahatan yang telah dilakukan oleh Natasya selama ini.     

Brian juga sama sekali tidak kesal ataupun tersinggung dengan perkataan Martin. Ia sangat tahu jika ibu kandungnya sendiri telah berusaha mati-matian untuk menghancurkan ayahnya. Hal itu menambahkan daftar kebencian yang selama ini dirasakan oleh Brian kepada ibunya.     

"Apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkan Vincent dari Tante Natasya?" tanya Laura dalam kekhawatiran yang tak mampu dibendungnya lagi. Ia tak mungkin membiarkan kekasihnya terjebak dalam sebuah umpan yang sengaja diciptakan oleh Natasya untuk Vincent.     

"Aku akan mencoba untuk berbicara dengan Kak Vincent. Di mana Kak Vincent sekarang, Dokter Laura?" tanya Imelda pada seorang wanita yang terlihat sangat bingung dengan kekasihnya itu.     

Wanita itu seolah tak mendengar pertanyaan dari Imelda. Laura terlihat sedang melamun memikirkan sesuatu yang menggangu dirinya. Dengan sengaja, Imelda menyentuh bahu Laura untuk menghancurkan lamunannya.     

"Dokter Laura! Apa kamu baik-baik saja?" Imelda mulai mengkhawatirkan teman dokternya itu. Ia bisa melihat jika kekasih dari kakak laki-lakinya itu terlalu cemas dengan kedekatan Vincent dan juga Natasya.     

"Ehh ... maaf. Aku malah melamun." Laura tersenyum tipis pada Imelda Mahendra. Ia masih saja merasa bingung dengan semuanya.     

"Vincent berkata jika Om Jeffrey sedang memberikan sebuah misi khusus untuknya. Dia tadi buru-buru pergi begitu mengantar aku sampai di depan apartemen. Padahal biasanya Vincent selalu mengantarkan aku sampai di dalam apartemen," jelas Laura pada mereka semua.     

Wanita itu mencoba untuk menjelaskan semuanya tanpa menutupi apapun. Laura hanya ingin agar Imelda bisa menyadarkan Vincent jika berhubungan dengan Natasya bisa saja menjadi sangat berbahaya.     

"Tenanglah, Dokter Laura. Aku akan berbicara dengan Kak Vincent terlebih dulu. Coba aku hubungi dia dulu." Imelda mengambil ponsel di atas meja lalu mencoba untuk menghubungi Vincent.     

Sudah beberapa kali mencoba untuk menghubungi kakaknya, panggilan Imelda sama sekali tak mendapatkan jawaban. Ia pun memutuskan untuk menghubungi teman dari Davin Mahendra itu. Imelda memberanikan diri untuk langsung menghubungi Jeffrey. Dalam hitungan detik saja, panggilan itu langsung mendapatkan jawaban.     

"Apa kabar Om Jeffrey?" Imelda sengaja berbasa-basi sebelum menanyakan keberadaan Vincent.     

"Aku sudah beberapa kali menghubungi Kak Vincent, tak ada jawaban apapun darinya. Kira-kira ... kemana perginya Kak Vincent?" tanya Imelda pada atasan dari ayahnya itu. Hubungan mereka memang terjalin cukup baik dan lumayan akrab.     

Imelda terlihat terdiam mendengar penjelasan dari Jeffrey. Ia tak mungkin menyela pembicaraan dari petinggi badan intelijen itu.     

"Baiklah, Om. Aku akan segera ke sana untuk menemui Kak Vincent," ucap Imelda sebelum panggilan itu berakhir. Ia pun meletakkan ponselnya di atas meja.     

Wanita itu memandang mereka satu persatu. Ada ketegangan yang terlukis cukup jelas dari wajah mereka. Rasanya sudah sangat tak sabar untuk mendengar penjelasan Imelda mengenai keberadaan Vincent.     

"Kak Vincent sedang berada di tempat pelatihan. Om Jeffrey menyuruhku datang jika ingin menemui Kak Vincent," ujar Imelda pada semua orang di dalam ruangan itu.     

"Bukankah tempat pelatihan itu adalah area terbatas? Hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk ke sana." Brian tak pernah tahu jika Imelda pernah mengikuti pelatihan di sana. Oleh karena itu, ia langsung menanyakan tentang itu.     

Martin tersenyum sinis pada anak dari bos-nya itu. Ia tak menyangka jika Brian tak mengetahui hal itu. Jelas-jelas ia pernah mengatakannya, saat Brian memintanya untuk menyelidiki seorang Imelda Mahendra. Mungkin saja pria itu telah melupakan informasi yang sangat penting itu.     

"Bukankah dulu aku pernah mengatakan jika Imelda sedang mengikuti pelatihan bersama para agen intelijen?" Martin mencoba memancing Brian agar ia mengingat sebuah informasi yang dulu pernah diberikannya.     

"Benarkah? Aku benar-benar tak ingat jika kamu pernah mengatakan hal itu." Meskipun mencoba untuk mengingat hal itu, Brian sama sekali tak mengingat apapun yang pernah diinformasikan oleh Martin.     

Namun tiba-tiba saja, Martin seolah baru saja mengingat sesuatu yang cukup penting. Ia pun tersenyum kecut pada sosok pria yang sedang duduk di sebelah Imelda.     

"Kamu tak mungkin mengingat hal itu. Sepertinya kamu sedang mabuk saat aku mengatakan hal itu kepadamu. Malam itu, kamu baru saja selesai bersenang-senang dengan beberapa anak buahmu," terang Martin atas sebuah kejadian yang terjadi sudah cukup lama.     

"Hentikan omong kosongmu itu, Martin!" Brian sangat tak suka jika Martin mengungkit masa lalunya yang kelam. Jika diteruskan ... akan ada banyak hal yang tentunya tak ingin sampai didengar oleh istrinya.     

Tak bisa dipungkiri, sejak dulu Brian selalu mempermainkan banyak wanita. Tak jarang salah satu wanita itu hampir bunuh diri karena merasa telah dipermainkan oleh Brian. Sedangkan pria itu, hanya mendekatinya sebentar lalu membuangnya tanpa perasaan. Beberapa kali Martin harus mengurus segala kekacauan yang disebabkan oleh putra tunggal dari bos-nya.     

"Kenapa, Brian? Apa kamu malu mengakuinya?" lontar Imelda pada seorang pria yang cukup tampan yang tak lain adalah suaminya sendiri.     

Imelda cukup mengetahui kelakuan Brian selama ini. Ia sama sekali tak mempermasalahkan masa lalu dari suaminya. Namun, Brian selalu saja tak nyaman saat ada yang membicarakan masa lalunya yang kelam dan juga terlalu memuakkan baginya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.