Bos Mafia Playboy

Kekecewaan Eliza



Kekecewaan Eliza

0"Aku yang membuat Martin harus mengalami hal itu." Imelda sengaja mengatakan hal itu kepada Dennis agar pria itu tak terus meledeknya.     
0

"Apa maksudmu, Imelda? Apa kamu yang sengaja menabrak mobilnya?" Dennis mengira jika Imelda lah yang telah membuat Dennis terluka. Ia hanya memikirkan hal itu untuk pertama kalinya. Tak ada hal lain yang terlintas di benaknya.     

Imelda masih memandangi wajah pria itu, ia tak mungkin menyembunyikan sesuatu yang tak seharusnya ditutupi dari Dennis.     

"Martin terluka saat menyelamatkan aku. Ada seseorang yang sengaja ingin melukai aku dan juga bayiku. Ia mengorbankan dirinya agar aku dan bayiku bisa selamat." Begitu mengatakan hal itu, Imelda lalu terdiam tanpa mengatakan apapun. Ia masih ingat, bagaimana mengerikannya saat mobil itu berusaha untuk mengejar dirinya dan juga Brian saat itu.     

Dennis langsung mengerti alasan dari Imelda berusaha untuk menyelamatkan Martin. Ia sangat ingat saat wanita itu menyuruhnya untuk mencarikan seorang dokter ortopedi terhebat untuk Martin.     

"Aku mengerti. Percayalah! Aku pasti akan membantumu untuk menyembuhkan Martin," ujar Dennis penuh keyakinan. Ia sudah sangat yakin jika dirinya bisa membuat Martin untuk segera sembuh.     

"Terima kasih, Dokter Dennis." Imelda begitu tulus mengatakan hal itu kepada rekan dokternya. Ia juga cukup yakin jika dokter itu pasti bisa melakukan yang terbaik untuk Martin.     

Mereka berdua kembali masuk ke dalam rumah. Di saat yang sama, Brian baru saja bangun dan membuka matanya. Ia pun bangkit dan berjalan ke arah Imelda.     

"Apa yang terjadi, Sayang? Apa kondisi Martin baik-baik saja?" Brian tentunya juga ikut panik saat istrinya dan juga dokter yang menangani Martin baru saja berbicara cukup serius.     

"Sebaiknya ... bantu Martin untuk menjaga dirinya. Jangan biarkan ia berjalan untuk sementara waktu. Itu akan sangat berbahaya untuk kondisinya." Dennis hanya menjelaskan hal itu pada Brian. Ia yakin jika Imelda akan menjelaskan hal itu dengan lebih detail.     

Begitu mereka selesai berbicara singkat, seorang pelayan datang dan mengatakan jika sarapan sudah disiapkan di meja makan.     

"Silahkan duduk di meja makan, Dokter Dennis. Aku akan memanggil Martin dulu." Imelda melangkah ke arah kamar Martin. Namun Brian berusaha untuk mengehentikan dirinya.     

"Kamu temani Dokter Dennis saja, Sayang. Biar aku yang membantu Martin ke meja makan." Dengan langkah yang cepat, Brian bergerak ke kamar Martin. Ia pun membantu pria itu untuk duduk di kursi roda lalu menuju ke ruang makan.     

Begitu sampai di ruang makan, mereka semua sudah duduk saling berhadapan untuk menunggu kedatangannya. Sebuah senyuman hangat diperlihatkan oleh Imelda saat melihat suaminya memperlakukan Martin dengan cukup baik. Setidaknya, Brian bisa menahan dirinya agar tidak begitu posesif terhadap Imelda.     

Wanita itu bangkit dari tempat duduknya lalu berdiri di sebelah sang suami. Imelda sengaja memberikan sedikit perhatian pada Brian Prayoga.     

"Ayo kita menyantap makanan ini sebelum berubah menjadi dingin." Imelda sengaja mengambilkan beberapa makanan untuk suaminya. Bukan apa-apa, ia hanya ingin memperlihatkan perhatian dan juga perasaan sayangnya kepada sang suami.     

"Terima kasih, Sayang." Brian cukup senang dengan perhatian Imelda yang cukup menyentuh hatinya. Meskipun hal itu terlihat sepele, ia merasa jika semua sangat berharga untuknya.     

Di sisi lain, Martin dan juga Dennis hanya bisa senyum-senyum sendiri melihat kemesraan mereka. Mereka cukup senang melihat pasangan suami istri itu begitu akur satu sama lain.     

"Kalian benar-benar pasangan yang serasi," celetuk Dennis pada pasangan yang sejak tadi saling memberikan perhatian.     

"Terkadang kita juga bertengkar, Dokter Dennis," balas Imelda dalam sebuah lirikan tajam ke arah suaminya. Ia berharap jika Brian tidak kesal atas perkataannya.     

Mereka justru tertawa mendengar jawaban Imelda. Wanita itu mengatakan hal itu dengan wajah sangat malu-malu. Entah mengapa, Imelda terlihat begitu pemalu pagi itu. Bisa jadi karena Dokter Dennis sudah menangkap basah dirinya dan Brian yang tidur di kursi seperti pasangan yang sedang ribut.     

"Jadi ... tadi pagi itu, karena kalian berdua sedang .... " Dennis sengaja tak mengatakan hal itu hingga selesai. Ia yakin jika mereka semua pasti sudah mengerti apa yang dimaksudkan itu.     

"Jangan mulai lagi, Dokter Dennis!" Imelda menunjuk wajahnya yang berubah cemberut karena hal itu. Ia tak ingin jika pria itu sampai mengungkit posisi tidur Brian pagi tadi.     

Seketika itu juga, Dennis memperagakan gaya menutup mulutnya. Ia tak ingin melanjutkan apapun dari perkataannya itu. Sebenarnya, pria itu hanya ingin menggoda Imelda saja tanpa bermaksud apa-apa.     

Mereka semua kembali melanjutkan sarapannya. Hingga tak berapa lama, terlihat Eliza baru saja datang dengan pakaian yang lengkap dari sebuah kantor kejaksaan. Wanita itu langsung duduk di sebelah Martin tanpa menyadari kehadiran seorang dokter yang selama ini merawat kekasihnya.     

"Selamat pagi! Bolehkah aku bergabung?" Tanpa menunggu jawaban, Eliza langsung mengambil beberapa makanan untuk dirinya sendiri. Ia langsung menyantap makanannya tanpa peduli orang-orang yang terus memperhatikannya.     

Di saat ia sedang mengunyah makanannya, tiba-tiba saja Eliza baru menyadari kehadiran Dennis.     

"Dokter Dennis! Untuk apa pagi-pagi sudah berada di sini?" Eliza menghentikan makannya saat itu juga. Ia merasa jika ada sesuatu yang terjadi dengan kekasihnya.     

"Apa Martin tidak memberitahumu jika kondisi kakinya memburuk?" Dennis sengaja mengatakan hal itu agar seorang wanita yang selalu di samping Martin itu bisa lebih berhati-hati kepada kekasihnya.     

Eliza menunjukkan wajah bingung dengan tatapan tajam ke arah mereka semua. Ia sama sekali tak menerima kabar apapun dari salah satu orang di dalam ruangan itu.     

"Tidak ada yang memberitahu apapun mengenai kondisi Martin," jawab Eliza dengan wajah yang tentu saja sangat kecewa. Terutama ia sangat kecewa pada kekasihnya itu. Tak seharusnya Martin merahasiakan kondisinya pada Eliza.     

Ia pun bangkit dari tempat duduknya lalu berdiri tepat di sebelah Martin. Eliza sengaja mendekatkan wajahnya lalu berbisik kepada kekasihnya itu.     

"Apa kamu sengaja merahasiakan hal ini dariku, Martin?" tanya Eliza pada seorang pria yang terlihat sangat bingung atas pertanyaan dari kekasihnya itu.     

"Aku ingin memberitahu kamu pagi ini, Eliza." Martin mencoba menjelaskan hal itu agar kekasihnya tak marah ataupun kesal terhadapnya. Ia hanya berusaha untuk tak menambahkan beban di dalam hati Eliza.     

Eliza tersenyum sinis pada kekasihnya itu. Ia sudah sangat yakin jika Martin akan mengatakan hal itu. Terlebih pria itu sengaja merahasiakan keadaannya pada dirinya yang tak lain adalah kekasihnya sendiri.     

Tentunya hal itu membuat Eliza sangat kecewa. Padahal mereka sudah berjanji untuk menjalin sebuah hubungan yang serius. Dalam sebuah tatapan yang sulit diartikan, Eliza pun kembali duduk dan menatap kosong ke arah pintu samping. Mendadak hatinya sangat sakit karena Martin mulai menutupi keadaannya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.