Bos Mafia Playboy

Dasar, Suami Nakal!



Dasar, Suami Nakal!

0"Bagaimana jika kita tak bisa mengungkapkan seseorang di balik insiden kematian Mama Irene?" lontar Imelda pada pasangan kekasih yang baru saja mengikat hubungan mereka.     
0

Tanpa menunjukkan reaksi apapun, Martin berusaha menggerakkan kursi roda yang dipakainya. Ia berniat tak memperpanjang masalah itu.     

"Lebih baik kita istirahat saja dulu, tak perlu membahas sesuatu yang tidak terlalu mendesak," sahut Martin dalam wajahnya yang dingin tanpa senyuman apapun.     

"Tolong bantu aku ke kamar, Eliza," pinta Martin pada seorang wanita yang berprofesi sebagai jaksa muda.     

Tanpa memberikan jawaban apapun, Eliza bergegas mendorong kursi roda yang diduduki oleh kekasihnya. Pasangan itu lalu masuk ke sebuah kamar khusus untuk tamu, yang berada tak jauh dari tangga.     

"Setelah mengantar Martin, kamu harus kembali ke sini, Eliza!" teriak seorang wanita yang sedang mengandung cucu dari keluarga Mahendra dan Prayoga.     

Brian merasa jika Imelda sedikit berlebihan memperlakukan mereka berdua. Ia tak menyangka jika istrinya itu bisa begitu posesif pada kekasih Martin.     

"Kenapa meminta Eliza kembali ke sini?" Timbul rasa penasaran di dalam hati Brian. Tak biasanya sang istri bersikap begitu impulsif terhadap seorang wanita yang pernah secara terang-terangan sangat membencinya.     

"Mereka berdua belum menikah, tak baik jika tidur di dalam kamar yang sama." Jawaban dari Imelda itu membuat Brian langsung kehabisan kata-kata. Ia tak menyangka jika Imelda begitu posesif terhadap orang lain juga. Yang lebih mengherankan lagi, itu menyangkut seorang Eliza Hartanto.     

Tentunya jawaban itu membuat Brian terdiam dalam tatapan heran. Ia terus memandang sang istri dalam wajah yang masih tak percaya dengan sebuah pemandangan yang baru dilihatnya. Hingga Eliza keluar dari kamar di mana Martin akan beristirahat.     

"Ada apa, Imelda? Adakah yang mengganggu pikiranmu?" tanya Eliza pada seorang wanita yang masih duduk di sebelah Brian. Dalam langkah pelan tapi menyakinkan, ia pun bergerak ke arah sebuah kursi yang ada di sebelah sang nyonya rumah.     

"Aku sudah menyiapkan sebuah kamar untukmu," ucap Imelda pada kekasih dari Martin.     

Ada raut kekecewaan dan juga kesedihan dalam wajah Eliza. Padahal ia sempat berharap bisa menghabiskan malam bersama dengan Martin. Namun lagi-lagi, keinginan tak sejalan dengan kenyataan. Ia pun juga tak mungkin menyanggah ucapan Imelda terhadapnya.     

"Terima kasih, Imelda. Maaf sudah merepotkanmu." Sebuah senyuman tipis terukir begitu jelas di wajah Eliza. Ia mencoba untuk menahan kekecewaannya agar Imelda tak menyadari hal itu.     

Brian yang cukup mengenal Eliza, tentunya bisa melihat perubahan ekspresi pada wanita itu. Ia memandang dua wanita itu secara bergantian, mengumbar sebuah senyuman yang cukup untuk menenangkan hati.     

"Jangan salah paham terhadap istriku, Eliza," bujuk Brian pada seorang wanita yang dulu pernah mengejarnya. "Imelda hanya tak ingin kamu menghabiskan malam di kamar yang sama bersama seorang pria yang belum menjadi suamimu. Tak ada maksud apapun padamu." Brian menjelaskan hal itu agar Eliza tidak salah paham kepada istrinya.     

Eliza tersenyum kecil pada pasangan di depannya. Ia tak menyangka jika Imelda sangat menjunjung tinggi nilai-nilai itu. Meskipun sedikit kecewa, Eliza sangat mengerti kebaikan hati Imelda kepadanya. Bahkan ia merasa terharu, saat Imelda begitu peduli pada kehormatannya.     

"Aku memang sedikit kecewa akan hal ini. Namun aku cukup tersentuh pada kepedulian Imelda pada hubungan kami berdua. Sekali lagi, terima kasih, Imelda," ucap Eliza terdengar begitu tulus dan juga penuh perasaan.     

Tak bisa dipungkiri, Imelda cukup lega mendengar jawaban dari Eliza. Awalnya ia sempat khawatir jika wanita itu tak menerima usulannya.     

"Aku akan mengantarmu ke kamar tamu di lantai atas." Imelda berjalan lebih dulu menaiki anak tangga di dalam rumah itu. Begitu sampai di atas, ia pun membukakan pintunya dan mempersilakan Eliza untuk istirahat.     

"Jika kamu takut tidur sendirian, aku bisa menemanimu tidur di sini." Sebuah penawaran yang begitu tulus dan sangat berarti bagi Eliza. Imelda tentunya ingin wanita itu bisa beristirahat dengan nyaman. Sebagai nyonya rumah, ia mencoba bersikap sebaik mungkin.     

Mendengar perkataan dari istri dari Brian Prayoga itu, Eliza justru terbawa suasana. Tiba-tiba saja matanya berkaca-kaca tak bisa ditahannya. Ia tak menyangka jika hatinya akan sangat tersentuh atas sikap dan juga kebaikan Imelda kepadanya.     

"Bolehkah aku memelukmu, Imelda?" pinta Eliza pada seorang wanita hamil di hadapannya. Ia merasa jika Imelda memperlakukannya sangat baik     

Tanpa memberikan jawaban, Imelda memberikan pelukan hangat pada seorang wanita yang pernah dibencinya mati-matian. Bahkan ia sempat berpikir untuk merebut Brian dari sisinya. Hanya rasa penyesalan dan juga perasaan malu yang singgah di dalam hatinya.     

"Aku tidak terbiasa tidur di tempat asing, apalagi harus sendirian. Bisakah kamu menemaniku di sini, Imelda? Apakah Brian akan menginginkanmu bermalam bersamaku." Lagi-lagi Eliza memiliki sebuah permintaan khusus untuk istri dari sang tuan rumah. Ia berharap jika permintaannya itu tidak mendapatkan penolakan.     

"Istirahatlah dulu. Aku akan berbicara pada Brian sebentar saja. Malam ini aku pasti akan menemanimu tidur di kamar ini," balas Imelda sebelum keluar dari ruangan itu.     

Wanita itu menuruni anak tangga di rumah itu, Imelda melihat Brian yang masih saja menunggunya di ruang tengah. Ia pun bergegas pergi ke sebuah kursi di mana suaminya berada.     

"Brian ... " panggil Imelda lembut pada seorang pria yang sudah menunggunya sejak tadi.     

"Ada apa, Sayang?" Brian bisa melihat jika istrinya itu terlihat sedikit ragu ingin berbicara padanya. Ia bisa merasakan jika ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh Imelda.     

Dengan gerakan pelan, Imelda sengaja duduk di pangkuan Brian. Menyentuh wajah suaminya itu dengan sangat lembut. Bahkan ia bisa merasakan setiap hembusan nafas dari sang suami.     

"Sepertinya kamu mempunyai sebuah permintaan khusus, Sayang," bisik Brian bersamaan dengan sebuah kecupan lembut yang bertubi-tubi mendarat di leher istrinya.     

"Bolehkah aku menemani Eliza malam ini? Dia tak terbiasa tidur di tempat asing, apalagi harus sendirian." Imelda mengutarakan keinginannya untuk menemani kekasih baru dari Martin itu. Ia tak tega jika Eliza harus tidur dalam perasaan ketakutan.     

Brian berdehem kecil pada istrinya. Meskipun tak menginginkan hal itu, ia juga tak mungkin menolak keinginan dari Imelda. Pria itu pun menempelkan bibirnya pada bibir Imelda, menyesapnya penuh perasaan cinta yang begitu dalam. Ciuman itu berakhir saat Imelda mulai kehabisan nafasnya.     

"Lebih baik kamu saja yang menemani Eliza, Sayang. Daripada kamu memintaku untuk menemaninya," goda Brian sembari tertawa kecil melihat Imelda yang berubah kesal.     

"Dasar, Suami nakal!" kesal seorang wanita yang masih duduk di pangkuan suaminya.     

Brian kembali mendekatkan wajahnya di telinga Imelda. Kemudian ia membisikkan sebuah perkataan yang berhasil membuat wanita membulatkan mata dengan sempurna.     

"Pagi harinya, kamu harus membayar karena membuat aku tidur sendirian," bisik Brian.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.