Bos Mafia Playboy

Brian Kehilangan Akal Sehatnya



Brian Kehilangan Akal Sehatnya

0Imelda tersenyum kecut mendengar pertanyaan suaminya. Ia sama sekali tak mengerti dengan pola pikir Brian. Bisa-bisanya pria itu memikirkan sesuatu yang begitu tak masuk akal baginya.     
0

"Bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu, Brian?" tanya Imelda pada seorang pria yang menunjukkan wajah kesal kepada dirinya.     

"Bukankah kamu mulai bosan padaku, Sayang?" Brian tak bisa menahan pertanyaan itu di dalam hatinya. Ia pun memutuskan untuk langsung melontarkan pertanyaan itu kepada sang istri.     

Imelda langsung menggelengkan kepalanya sendiri mendengar kekonyolan dari suaminya. Ia semakin tak menyangka jika Brian bisa berpikir sangat sempit terhadap dirinya.     

"Bukan apa-apa, Brian. Malam ini aku harus memastikan kondisi Martin. Jika dia sampai mengalami demam, itu akan sangat berbahaya. Jadi setiap beberapa jam sekali aku harus memeriksa kondisinya. Jangan berpikir yang macam-macam!" Kali ini justru Imelda yang menjadi sangat kesal pada suaminya.     

Wanita itu bangkit dari ranjang lalu keluar dari kamarnya. Kemudian Imelda membuka sedikit pintu kamar Martin untuk melihat keadaan pria itu. Agar semakin yakin dengan hal itu, ia pun masuk dan melihatnya lebih dekat.     

Imelda kembali keluar saat melihat Martin sudah bisa beristirahat tanpa harus menahan rasa sakit di kakinya. Begitu sampai di depan pintu, Brian sudah berdiri di sana.     

"Apakah kamu benar-benar harus berada di samping Martin?" Brian merasa kalian jika Imelda harus bolak-balik dari kamarnya. Ia pun memiliki sebuah ide yang cukup efektif untuk mengurangi aktivitas istrinya.     

"Benar, Brian. Apakah aku harus menjelaskannya lagi?" kesal seorang wanita yang masih memandang suaminya dengan penuh arti.     

"Tunggu di sini sebentar." Brian langsung berlari keluar untuk memanggil beberapa bodyguard yang masih berjaga di luar.     

Ia pun meminta mereka untuk membantunya mengangkat sebuah ranjang lipat yang tersimpan di sebuah gudang penyimpanan. Setelah dibersihkan dan diberi sprei bersih, mereka pun membawa masuk ranjang itu ke kamar Martin.     

"Daripada kamu bolak-balik ke kamar, lebih baik kamu tidur di kamar ini saja. Aku akan tidur di sofa itu." Brian menunjuk ke sebuah sofa ya ada di kamar itu.     

Imelda langsung mengulas senyuman hangat pada suaminya. Ia tak menyangka jika Brian bisa memiliki ide seperti itu. Wanita itu lalu duduk di sebuah ranjang yang tidak terlalu besar yang berada tak jauh dari sofa yang akan ditiduri oleh Brian.     

"Kamu tahu sendiri, Brian. Aku tak akan bisa tidur jika tanpa pelukanmu." Seperti anak kecil, Imelda justru merengek manja pada suaminya.     

Sejak kehamilannya, Imelda tak bisa jauh-jauh dari suaminya itu. Ia merasa sangat kesepian jika berjauhan dengan Brian.     

"Tidak bisakah kita tidur bersama di ranjang ini?" pinta Imelda pada seorang pria yang terlihat sangat mencintainya.     

Brian langsung menghampiri istrinya dan memeluk hangat Imelda. Ia sadar jika wanita itu selalu ingin bersamanya. Namun ia berpikir jika tak mungkin mereka akan tidur di sebuah ranjang sempit yang baru saja disiapkannya.     

"Bukankah ini terlalu sempit untuk kita berdua, Sayang?" Brian merasa sedikit bingung atas permintaan istrinya. Padahal jelas-jelas hal itu adalah idenya sendiri.     

"Haruskah kita tidur di ranjang yang sama dengan Martin? Bukankah ranjang ini cukup besar?" Sebuah pertanyaan dari Imelda langsung membuka Brian naik darah. Ia tak rela jika Imelda harus tidur bersama pria lain meskipun ada dirinya di antara mereka.     

Ide konyol Imelda itu justru membuat bumerang bagi Brian. Tak seharusnya ia memberikan sebuah ide untuk tidur di dalam kamar Martin. Meskipun maksudnya baik, wanita itu terlalu berpikir sederhana dan juga tanpa berpikir panjang.     

"Lebih baik kita tidur di ranjang kecil ini saja." Itulah jawaban final dari Brian. Ia memilih untuk tidur berdesakan dengan sang istri. Daripada harus tidur bertiga dengan Martin.     

Imelda tersenyum puas atas jawaban suaminya. Ia sangat senang bisa tidur sambil memeluk hangat tubuh Brian. Rasanya sangat nyaman bisa menghirup aroma tubuh dari sosok Brian Prayoga.     

Pria itu juga bisa melihat wajah bahagia yang ditunjukkan oleh Imelda. Ia tak menyangka jika hal yang sangat sederhana saja bisa membuat istrinya cukup bahagia. Apapun itu akan dilakukan oleh Brian asal Imelda merasa bahagia.     

Setelah berbaring saling memeluk beberapa saat, Imelda mendengar suara rintih kesakitan dari Martin. Ia pun langsung bangkit dan memeriksa keadaan pria yang tidur di atas ranjang besar.     

"Apa yang kamu rasakan, Martin?" tanya Imelda saat melihat kening pria itu mulai berkeringat dingin.     

"Kakiku rasanya sakit sekali, Imelda. Tidak bisakah kamu memberikan anti nyeri sekali lagi?" Martin terlihat sangat memohon pada wanita yang berprofesi sebagai dokter itu. Ia sudah tak tahan harus merasakan rasa sakit yang tak tertahankan.     

Imelda langsung bergerak cepat dan mengambil beberapa alat medisnya. Ia pun menyuntikkan anti nyeri seperti yang diminta oleh Martin.     

"Ini adalah suntikan terakhir yang bisa aku berikan untukmu. Setelah ini, aku tak berani memberikannya lagi padamu. Kita harus menunggu sampai Dokter Dennis datang." Imelda mencoba menjelaskan posisinya sebagai dokter yang hanya bisa sedikit membantunya. Ia merasa tak berdaya dihadapkan dengan hal yang tidak dikuasainya.     

"Terima kasih, Imelda." Martin mencoba untuk mengatakan hal itu dengan tulus. Ia sangat berterima kasih pada seorang wanita yang menjadi menantu kesayangan dari keluarga Prayoga itu.     

Imelda hanya tersenyum tipis tanpa mengatakan apapun. Ia cemas jika rasa sakit itu kembali datang di saat dirinya tak bisa melakukan apapun lagi pada Martin.     

Setelah mendapatkan suntikan itu, Martin mengalami kesulitan tidur. Ia juga melihat Imelda juga masih berada di kamarnya. Ia pun menjadi khawatir pada istri dari Brian itu.     

"Apakah kamu tidak kembali ke kamar untuk istirahat, Imelda?" tanya Martin saat melihat wanita itu hanya berdiri mondar-mandir di dalam kamarnya. Ia masih belum menyadari jika Brian dan juga Imelda memutuskan untuk bermalam di kamar itu.     

"Aku tidur di kamar ini," sahut Imelda dengan suara dingin tanpa perasaan.     

"Apa!" Martin sangat terkejut dengan jawaban itu. Ia mengira jika Imelda akan tidur tepat di sebelahnya.     

Imelda sudah menyangka jika Martin akan menunjukkan sebuah respon yang cukup mengejutkan. Wanita itu hanya bisa tersenyum tipis sembari memperhatikan wajah ketidakpercayaan dari sosok pria yang sedang berusaha melawan rasa sakitnya.     

"Bagaimana Brian bisa menyetujui hal itu?" Masih dalam wajah tak percaya, Martin masih menunggu jawaban dari Imelda.     

"Brian yang mengusulkan aku untuk tidur di sini," sahut Imelda tanpa menjelaskan keberadaan Brian di dalam kamar itu.     

Lagipula, Martin juga masih belum menyadari sebuah ranjang kecil yang berada di sebelah sofa di dalam kamar itu.     

"Sepertinya Brian sudah kehilangan akal sehatnya. Apa pria bodoh itu sudah bosan padamu, Imelda?" Martin seolah baru saja mendapatkan sebuah umpan yang sangat menggiurkan baginya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.