Bos Mafia Playboy

Ribuan Peluru Itu Bukan Untuk Membunuhmu



Ribuan Peluru Itu Bukan Untuk Membunuhmu

0Mereka berempat sengaja meninggalkan rumah itu dalam mobil yang sama. Masih banyak hal yang perlu mereka bicarakan sebelum kembali ke kediaman masing-masing. Sedangkan mobil-mobil yang lain, dibawa kembali oleh para bodyguard yang datang bersama dengan Brian dan juga ayahnya.     
0

"Apa yang kamu bisikan tadi pada Rizal Hartanto?" tanya Davin Mahendra tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan padat di hadapannya. Ia terlihat sangat berhati-hati membawa mobilnya.     

"Aku hanya memintanya untuk berhati-hati saja," jawab Adi Prayoga asal. Ia terlalu malas menceritakan hal itu pada sahabatnya. "Menurutmu, mengapa Rizal Hartanto mau memberikan rumah itu pada Natasya?" tanyanya pada seorang pria yang duduk di kursi kemudi.     

Tiba-tiba saja, Davin Mahendra menghentikan mobilnya di sebuah taman kota yang cukup dekat dengan rumah sakit. Ia langsung turun dan duduk di sebuah bangku yang menghadap langsung ke gedung yang menjulang tinggi.     

Tak berapa lama, semua orang di dalam mobil juga ikut keluar dan duduk tak jauh dari Davin Mahendra. Mereka semua menatap pria yang hanya diam sembari memandang tingginya gedung rumah sakit milik Irene dan juga Natasya itu.     

"Kenapa berhenti di sini, Pa?" Imelda berpindah tempat duduk agar lebih dekat dengan ayahnya. Ia dapat merasakan kegelisahan dan juga perasaan tak nyaman yang dirasakan oleh sosok pria di sampingnya.     

"Tiba-tiba Papa ingin duduk sambil melihat sebuah rumah sakit yang telah dibangun oleh mamamu. Sayangnya, Natasya berusaha mati-matian untuk mengklaim jika rumah sakit itu adalah miliknya." Davin Mahendra sengaja mengatakan hal itu agar Imelda bisa bersiap menghadapi kegilaan ibu mertuanya.     

Kedua pasangan ayah dan anak itu juga ikut menatap ke bangunan rumah sakit. Sebuah hasil dari kerja keras Irene selama hidupnya hanya untuk membangun rumah sakit dengan pelayanan terbaik kepada semua orang.     

"Dan satu lagi ... Natasya pasti telah melakukan banyak hal agar Rizal Hartanto membantu kejahatannya. Namun sepertinya, wanita itu tidak berkata jujur pada pria yang begitu mudah untuk dibohongi itu," terang Davin Mahendra atas pertanyaan dari sahabatnya beberapa waktu lalu.     

"Mereka juga telah melakukan hubungan yang tak seharusnya. Kami mendengar suara memuakkan dari kamar sebelah, saat kami berada di rumah itu," sahut Brian. Dia tak peduli jika harus membuka kebusukan dari wanita yang telah melahirkannya itu. Bukan tanpa alasan, beberapa kali Natasya telah berusaha untuk merusak hubungannya dan juga Imelda.     

Mereka semua lalu terdiam, menenggelamkan diri dalam pemikiran masing-masing. Terlalu banyak hal yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan. Segala yang terjadi juga terlihat tak masuk akal bagi mereka. Sebuah insiden masa lalu yang telah terkuak, membuka rahasia yang sulit diterima oleh akal sehat.     

Hanya satu hal yang membuat mereka semua lega .... Hubungan persahabatan yang dulu pernah memburuk akhirnya bisa kembali terjalin. Segala kesalahpahaman berangsur menjadi sangat jelas.     

"Menurut Papa, untuk apa Mama Natasya mencuri bahan peledak dari gudang penyimpanan di rumah Papa Adi?" Sebuah pertanyaan sengaja dilontarkan oleh Imelda agar ayahnya mengetahui kejadian yang baru saja terjadi di kediaman Prayoga.     

"Apa! Natasya telah mencuri bahan peledak? Apa yang ingin dilakukan oleh wanita gila itu?" Tiba-tiba saja, ada rasa takut yang bersemayam di hati Davin Mahendra. Ia khawatir jika wanita itu akan melukai orang-orang yang begitu penting baginya.     

Kemudian, Davin Mahendra memandang pada sosok pria yang sudah cukup lama dikenalnya itu. Ia terlihat kesal setelah mendengar penuturan Imelda tentang perbuatan Natasya.     

"Mengapa kamu tak mengatakan hal itu padaku? Bukankah itu adalah hal yang sangat penting?" lontar Davin Mahendra pada sahabat dan juga besannya. Rasanya terlalu bodoh jika Adi Prayoga sengaja menyimpan hal itu sendirian.     

"Aku lupa tak mengatakan hal itu padamu. Mengapa kamu bisa semarah itu?" Adi Prayoga memprotes nada kesal yang dilontarkan oleh Davin Mahendra kepadanya. Ia tak sengaja telah melewatkan hal itu saat mengobrol di dalam mobil sebelum menyusul Brian masuk ke dalam rumah Natasya.     

Davin Mahendra terlihat berpikir keras untuk kesekian kalinya. Ia merasa jika hal yang telah dilakukan oleh Natasya benar-benar di luar dugaan. Tak pernah terbayangkan jika wanita itu akan melakukan perbuatan yang sangat nekat dan juga berbahaya.     

"Seberapa banyak yang telah diambil oleh Natasya?" Davin Mahendra tentunya sangat penasaran akan hal itu. Ia ingin memperkirakan hal apa saja yang mungkin bisa dilakukan oleh sahabat dari istrinya itu.     

Sebelum memberikan jawaban, Adi Prayoga terlihat sangat ragu untuk mengatakan jawaban yang seharusnya. Jawaban itu bisa menjadi bumerang bagi dirinya.     

"Natasya mengambil semuanya. Kira-kira bisa untuk meledakkan sebuah pabrik," jelas ayah dari Brian Prayoga itu.     

"Sial! Bagaimana kamu bisa mendapatkan bahan peledak sebanyak itu? Orang-orang yang bekerja denganku saja kesulitan untuk mendapatkan bahan peledak, sedangkan kamu .... " Davin Mahendra tersenyum kecut pada sahabatnya itu. Sebenarnya ia cukup tahu jika Adi Prayoga memiliki orang-orang yang biasa berbisnis dengannya. Segala barang-barang yang diperjualbelikan oleh pria itu, datang dari seluruh penjuru dunia.     

Sebuah senyuman seringai diperlihatkan Adi Prayoga pada sahabatnya. Tentunya ia mulai kesal, saat Davin Mahendra seolah tak mengetahui darimana barang-barang itu berasal. Beberapa kali, orang-orang dari badan intelijen berhasil menggagalkan transaksi yang seharusnya dijalankan.     

Sedangkan Brian dan Imelda memilih untuk duduk diam sembari mendengarkan pembicaraan antar sahabat itu. Ada nada kesal dan juga amarah yang begitu jelas di antara mereka berdua. Pasangan itu hanya senyum-senyum penuh arti.     

"Jangan berpura-pura bodoh, Mahendra! Kamu juga tahu darimana semua itu berasal. Apalagi kamu sering membuat transaksi yang aku lakukan gagal total. Ingin rasanya saat itu aku mendatangimu lalu menembak kepalamu saja," kesal Adi Prayoga yang justru mendapatkan sebuah tawa geli dari sahabatnya itu.     

Tak bisa dipungkiri jika Davin Mahendra memang terlalu sering menggagalkan transaksi gelap yang dilakukan oleh Adi Prayoga. Ia tak pernah mau membayangkan kerugian yang telah dialami oleh sahabatnya itu.     

"Kenapa tak menembakku sekarang saja, Prayoga?" Seolah sedang menantang sahabatnya sendiri, Davin Mahendra sengaja melemparkan pertanyaan yang tak membutuhkan jawabannya.     

"Sejahat-jahatnya aku, tak sekalipun aku menembak sahabatku sendiri," jawab Adi Prayoga telak. Begitu jelas diingatan mereka berdua, saat Davin Mahendra beberapa kali sengaja menembakkan peluru ke arah sang bos mafia. Dan hal itu sudah berulang kali terjadi.     

Merasa tak terima dengan sindiran itu, Davin Mahendra mengerucutkan bibirnya lalu menatap tajam sahabatnya itu.     

"Meskipun aku menembak peluru ke tubuhmu sebanyak ribuan kali sekalipun, aku tak akan pernah berniat membunuhmu." Sebuah jawaban yang telah berhasil menggetarkan hati Adi Prayoga. Ia tak menyangka jika Davin Mahendra memang sengaja menembakkan ke titik yang tak berbahaya. Awalnya ia berpikir jika sahabatnya itu telah kehilangan kemampuan menembak.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.