Bos Mafia Playboy

Bodoh Atau Buta?



Bodoh Atau Buta?

0"Bawa aku ke atap gedung!" pinta Martin dalam wajah cemas dan juga terlihat takut setelah Imelda mengatakan kemana Eliza pergi.     
0

Dengan gerakan cepat, Brian langsung mendorong kursi roda Martin menuju ke sebuah lift yang berada tak jauh dari ruang perawatannya. Imelda juga ikut panik dan langsung mengikuti dua pria itu untuk menyusul Eliza yang pergi dalam keadaan menangis.     

Mereka bertiga masuk ke dalam lift yang sama untuk menyusul seorang wanita yang sepertinya sakit hati karena ucapan Martin. Hanya ada suasana menegangkan yang begitu terasa di antara mereka. Terlebih Martin, beberapa kali ia mengepalkan tangannya karena menahan gejolak di dalam dirinya.     

"Cepat, Brian! Aku takut jika Eliza akan melakukan hal bodoh," teriak Martin begitu pintu lift terbuka dan mereka semua sudah berada di atas atap rumah sakit.     

Seperti dugaan Martin, wanita itu sedang berusaha untuk menjatuhkan dirinya dari atap itu. Untung saja, seorang dokter yang selama ini merawat Martin menghentikan tindakan bodoh Eliza.     

"Aku sengaja meminta Dokter Dennis untuk mengejar Eliza duluan. Sebelum ia melakukan sebuah tindakan yang berbahaya." Imelda mencoba menjelaskan kondisinya pada kedua pria yang bergerak ke arah Eliza.     

Terlihat Dokter Dennis sedang memegang tangan Eliza untuk menghentikan kegilaan. Wanita itu berniat untuk melompat dari pagar yang tidak terlalu tinggi di dekatnya.     

"Lepaskan aku, Dokter Dennis. Tak seharusnya Anda mencampuri urusan pribadiku!" teriak Eliza pada seorang pria yang sudah diberikan amanat oleh Imelda agar menghentikan tindakan berbahaya yang mungkin akan dilakukannya.     

Tak sedikit pun Dennis melonggarkan tangan dari Eliza, sedikit saja ia melepaskan wanita itu ... tubuhnya pasti sudah jatuh begitu saja. Seperti ucapan Imelda saat ia memintanya untuk mengejar Eliza, Dennis tak akan membuat wanita itu pergi begitu saja.     

"Maaf. Saya harus ikut campur dengan urusan Anda. Dokter Imelda meminta saya secara khusus untuk menghentikan segala kegilaan yang mungkin akan Anda lakukan." Dennis mencoba tetap tenang dalam situasi yang cukup menegangkan baginya. Ia hanya bisa menunggu saat Imelda dan juga yang lainnya menyusul ke sana.     

"Turunlah, Eliza!" Martin berteriak cukup kencang supaya wanita yang dicintainya itu mau menghentikan aksinya.     

Begitu mendengar sebuah suara yang sangat familiar baginya, Eliza langsung memalingkan wajah ke arah Martin. Ia menatap pria yang dicintainya itu dalam wajah yang begitu memilukan. Wanita itu tak bisa menerima jika dirinya bagai sebuah benda yang bisa dipermainkan.     

"Untuk apa aku turun, Martin? Agar kamu bisa mempermainkan perasaanku? Aku sudah mendengar semuanya, kamu sengaja mendekatiku agar aku menjauhi Brian. Namun dengan bodohnya, aku malah jatuh cinta padamu." Dalam suara yang bergetar dan tidak terlalu jelas, Eliza mengatakan hal itu dengan sangat lantang. Ia merasa jika takdir terus mempermainkan perasaannya.     

Martin mencoba untuk menggerakkan kursi rodanya tanpa bantuan Brian. Ia ingin berada dalam posisi yang lebih dekat dengan Eliza. Begitu jarak di antara mereka cukup dekat, ia pun mencoba memegang erat tangan Eliza dan meminta Dennis untuk melepaskan cengkraman tang TT 8k8 9annya.     

"Terima kasih, Dokter Dennis. Anda bisa melepaskan Eliza sekarang, biar aku yang memeganginya," ucap Martin dengan sangat menyakinkan.     

Meskipun Dennis sempat meragukan permintaan Martin, ia akhirnya melepaskan tangan wanita itu lalu berangsur menjauhi mereka berdua. Terlihat wajah bingung dan juga cemas dalam ekspresi yang ditunjukkan oleh seorang dokter yang selama ini merawat Martin.     

Pria itu melemparkan sebuah tatapan tajam yang penuh arti pada wanita yang sudah beberapa kali menyatakan cintanya. Martin tak rela jika Eliza sampai melakukan hal bodoh itu hanya karena mendengar kesalahpahaman di antara mereka.     

"Turunlah, Eliza. Jangan membuat aku memaksakan kakiku untuk berdiri lebih lama." Martin memang harus memaksakan kakinya agar bisa meraih tangan wanita yang siap menjatuhkan dirinya dari atap rumah sakit.     

"Lepaskan aku, Martin!" Eliza mencoba melepaskan genggaman erat Martin dari tangannya. Ia sudah tak mau berpikir lebih panjang lagi. Setidaknya dengan sebuah kematian, Eliza berpikir jika dirinya tak perlu merasa sakit karena penolakan dari seorang pria.     

Wanita itu masih saja berusaha untuk melepaskan dirinya. Meskipun di dalam hati, ia tak tega melihat Martin yang sedang menahan kesakitan karena memaksakan untuk berdiri. Namun rasa sakit hati dan juga kekecewaan di dalam hati Eliza telah membuatnya semakin hilang akal.     

"Jika kamu ingin melompat, bawa aku melompat bersamamu. Setidaknya aku tidak akan merasa berdosa karena telah menyakiti hatimu." Entah sadar atau tidak, Martin baru saja mengatakan sebuah perkataan yang cukup mengejutkan bagi Brian Prayoga.     

Suami dari Imelda Mahendra itu tak menyangka jika Martin benar-benar telah jatuh cinta pada Eliza. Dia cukup tahu jika awal kedekatan mereka hanya untuk menjauhkan dirinya dari Eliza. Namun yang dilihatnya saat itu, benar-benar sulit dipercaya.     

"Tak perlu membodohi aku, Martin. Aku sangat yakin itu hanya tipu muslihatmu saja," sentak Eliza dalam senyuman sinis yang dipenuhi dengan perasaan sangat terluka.     

"Aku serius, Eliza," sahut Martin singkat. Pria itu sama sekali tak tahu, bagaimana cara merayu atupun membujuk seorang wanita. Selama hidupnya, Martin hanya pernah jatuh cinta pada Imelda. Namun wanita itu justru telah dihamili oleh anak dari bos-nya sendiri. Selepas itu, ia justru jatuh cinta pada seorang wanita yang dulunya sangat tergila-gila pada anak dari bos-nya itu.     

Imelda yang semakin kesal melihat Eliza tak kunjung menghentikan tingkah bodohnya, berpikir untuk mendekati pasangan itu. Ia melemparkan tatapan tajam pada pada wanita yang secara terang-terangan pernah ingin merebut suaminya itu.     

"Kamu itu bodoh atau buta, Eliza? Tidakkah kamu melihat dan juga merasakan rasa cinta Martin terhadapmu?" Imelda justru yang merasa tidak sabar melihat pasangan yang belum jelas statusnya itu. Dalam langkah yang pasti, Imelda semakin mendekati mereka berdua.     

"Jika Eliza ingin mati, lepaskan saja tangannya, Martin! Kamu bisa menemukan banyak wanita yang lebih baik dari seorang wanita yang bodoh dan juga buta," timpal Imelda dengan perkataan yang begitu pedas dan pastinya sangat menusuk hati Eliza Hartanto.     

Martin hanya terdiam tanpa mengalihkan pandangan dari Eliza. Ia terlihat bimbang atas semua keputusan yang akan diambilnya. Meskipun ia merasa sangat tak pantas untuk seorang Eliza Hartanto, setidaknya ia akan berusaha untuk menyelamatkannya saat itu. Bagaimana pun caranya, Martin ingin membuat Eliza hidup lebih lama.     

"Jika kamu benar-benar mencintai aku, turunlah dan bantu aku untuk kembali ke ruang perawatan. Namun jika yang kamu rasakan justru sebaliknya, lepaskan saja tanganku. Untuk apa aku berusaha menyelamatkan seorang wanita yang sama sekali tak peduli dengan dirinya sendiri?" tukas Martin sebelum ia sengaja memalingkan wajahnya dari Eliza.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.