Bos Mafia Playboy

Balada Mandi Pagi



Balada Mandi Pagi

0Meskipun Martin bergumam cukup pelan, Brian masih saja bisa mendengar suara pria itu cukup jelas. Ia pun menjadi ikut penasaran pada sosok pria yang baru saja disebutkan oleh orang kepercayaan ayahnya itu.     
0

"Siapa pria yang kamu maksudkan?" tanya Brian sangat penasaran.     

Martin melirik anak semata wayang dari bos-nya itu. Dalam tatapan yang terkesan meremehkan, ia pun memperbesar video yang baru saja dikirimkannya itu.     

"Kalian sepertinya sama-sama bodoh," sindir Martin pada Brian yang justru menjadi bingung mendengar ucapan itu. Benar-benar sangat keterlaluan, saat suami dari Imelda Mahendra itu tak mengenali sosok pria di dalam video.     

"Cepat katakan saja, Martin! Aku tak butuh teka-teki mu." Brian sengaja meninggikan nada suaranya, ia terlalu kesal karena Martin tak kunjung mengatakan seseorang di dalam video itu.     

Pria itu tersenyum sinis penuh cela, Martin terlalu senang melihat Brian yang menjadi kesal atas sikapnya. Apalagi, ekspresi yang ditunjukkan oleh pria itu benar-benar membuatnya ingin tertawa.     

"Bukankah terlalu bodoh jika kamu tak mengenali kakak iparmu sendiri?" Martin melemparkan sebuah pertanyaan yang tak memerlukan jawaban. Ia bisa melihat wajah Brian yang tentunya sangat terkejut menyadari hal itu.     

"Mana mungkin itu Kak Vincent?" tolak Brian atas ucapan dari seorang pria yang selama ini sudah sangat membantunya. Ia masih saja tak percaya jika mobil yang beberapa kali melewati jalanan depan rumahnya adalah milik kakak iparnya.     

Seketika itu juga, Brian merasa sangat lega dan juga cukup malu karena tak mengenali kakak laki-laki dari istrinya itu. Hal itu telah membuat dirinya harus kehilangan muka di hadapan Martin.     

"Brian! Bisakah kamu membantuku?" tanya Martin penuh harap. Wajah angkuh yang tadi sempat ditunjukkannya berangsur menghilang. Ia justru sengaja menunjukkan wajah memelas untuk memohon bantuan pada Brian.     

"Apa yang kamu inginkan dariku?" ketus Brian pada Martin yang terlihat senyum-senyum memandang dirinya.     

Tanpa rasa sungkan ataupun rasa malu di dalam dirinya, Martin akhirnya mengungkapkan sebuah permintaan untuk Brian.     

"Bisakah kamu membantuku untuk mandi?" Mendengar permintaan dari Martin, Brian seolah langsung berpikir yang berlebihan. Baginya tak mungkin jika dirinya harus membantu seorang pria untuk mandi.     

"Tidak! Seumur hidup, aku belum pernah memandikan seorang pria manapun. Jangan sampai aku melakukan hal menjijikan itu!" Brian terlihat enggan untuk melakukan hal itu pada Martin. Ia tak pernah membayangkan untuk memandikan seorang pria, meskipun pria itu orang yang cukup dikenalinya.     

Tanpa dua pria itu sadari, Imelda sudah berdiri di depan pintu kamar itu. Ia pun berjalan pelan menuju ke arah ranjang di mana Martin masih duduk tak jauh dari Brian. Ia juga mendengar dengan sangat jelas pembicaraan yang terjadi antara Martin dan juga suaminya. Tak pernah disangka jika suaminya itu menolak permintaan dari orang kepercayaan Adi Prayoga.     

"Biar aku yang memandikanmu. Sepertinya tak ada yang aneh jika seorang dokter memandikan pasiennya." Imelda melontarkan pernyataan itu karena terlalu kesal dengan ucapan suaminya yang berlebihan. Ia sengaja mendekati Martin lalu membantunya untuk melepaskan kancing kemeja pria itu.     

"Hentikan, Sayang." Dengan sekali gerakan saja, Brian sudah berhasil membuat Imelda berada sedikit lebih jauh dari Martin. Ia tak rela jika istrinya itu harus menyentuh Martin, meskipun berstatus sebagai pasien.     

"Biar aku saja yang membantunya untuk mandi." Brian bergegas membawa Martin ke kamar mandi sebelum istrinya itu benar-benar akan memandikan pria itu. Ia tentunya sangat tak rela jika hal itu sampai terjadi pada istrinya.     

Imelda hanya bisa menahan senyuman di wajahnya karena melihat kekesalan Brian. Pria itu seolah tak rela jika dirinya harus memandikan sesama pria.     

Di saat Imelda sedang senyum-senyum sendiri ... tanpa diduga, Eliza sudah berada tepat di sebelahnya. Wanita itu memandang heran atas dirinya.     

"Apakah ada yang lucu, Imelda?" tanya Eliza pada seorang wanita yang menatap ke arah pintu kamar mandi.     

"Kamu sudah bangun, Eliza?" Pertanyaan itu yang pertama kali diucapkan oleh Imelda pada kekasih dari Martin. "Aku ingin tertawa melihat Brian yang begitu enggan membantu Martin untuk mandi. Suamiku terlihat sangat kesal akan hal itu," terangnya dalam senyuman yang seolah tanpa henti.     

Belum juga memberikan tanggapan atas ucapan Imelda, Eliza bergerak pelan ke arah pintu kamar mandi. Ia terlihat ragu untuk mengetuk pintu itu.     

"Brian! Biar aku yang membantu Martin untuk mandi," teriak Eliza bersamaan dengan bunyi ketukan pintu yang dilakukannya. Wanita itu terlihat sangat antusias untuk membantu kekasihnya untuk membersihkan diri. Bukan karena ingin mengambil keuntungan atas hal itu, Eliza benar-benar tulus ingin melakukannya pada Martin.     

Tak berapa lama, pintu kamar mandi terbuka. Brian keluar sendirian untuk mengambil sebuah handuk di dalam lemari. Ia pun berniat untuk kembali masuk ke dalam kamar mandi. Namun tiba-tiba saja ....     

"Biar aku saja yang mengeringkan tubuh kekasihku." Eliza merebut handuk di tangan Brian lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Ia sudah sangat yakin ingin melakukan hal itu pada seorang pria yang cepat atau lambat akan menjadi suaminya.     

Brian dan Imelda saling memandang satu sama lain. Mereka cukup tercengang dengan keberanian dan juga keyakinan diri yang dimiliki oleh Eliza. Ingin rasanya Imelda meneriaki wanita itu dan memintanya segera keluar. Namun ia juga sangat memahami, bagaimana perasaan seorang wanita yang sedang dilanda cinta. Apalagi cinta yang masih bersemi dengan sangat indah.     

"Apa Eliza bisa melakukannya?" Imelda terlihat bingung atas ucapannya sendiri. Ia merasa cemas dan juga gelisah jika sampai terjadi hal buruk pada pasangan itu.     

"Melakukan apa, Sayang?" Sebuah pertanyaan yang terdengar ambigu dari Imelda, justru menimbulkan pertanyaan lain baginya. Ia mencoba menelaah satu persatu dalam setiap kata yang diucapkannya.     

Imelda mendadak kesal atas pertanyaan itu. Ia merasa jika dirinya tak seharusnya menjelaskan hal itu. Hatinya semakin berdebar membayangkan pasangan kekasih itu berada di ruangan yang begitu sempit.     

"Hentikan, Martin!" Terdengar suara jeritan Eliza dari balik pintu kamar mandi. Hal itu membuat Imelda semakin cemas akan keadaan dari sang jaksa muda.     

"Brian! Cepat buka paksa pintu itu. Aku takut jika terjadi hal buruk pada Eliza." Eliza tak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Ia bergerak cepat ke depan kamar mandi itu dan terus mengetuk keras pintu kamar mandi.     

Sayangnya, pintu kamar mandi tak kunjung terbuka. Imelda semakin panik dan berusaha dan bermaksud untuk mendobrak pintu itu sebelum hal buruk terjadi pada Eliza.     

"Eliza! Apa kamu baik-baik saja?" Suara ketukan pintu semakin keras. Pintu pun juga tak kunjung dibuka. Imelda semakin gelisah tanpa arah. Ia masih saja berusaha untuk mengetuk pintu itu agar terbuka.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.