Bos Mafia Playboy

Kecupan Basah



Kecupan Basah

0Eliza merebut handuk di tangan Brian lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi yang berada tak jauh darinya. Ia kembali menutup pintunya dan melangkah ke sebuah sisi di Martin duduk membelakangi arah kedatangan Eliza.     
0

"Cepat berikan handuknya, Brian! Apa kamu sengaja membuat aku menggigil karena kedinginan?" gerutu Martin pada seseorang yang dikiranya anak dari Adi Prayoga.     

Dengan sedikit ragu, Eliza berjalan semakin dekat dengan Martin. Hatinya berdebar hebat seolah akan meledak melihat tubuh dari kekasihnya itu. Tanpa suara ataupun banyak gerakan, ia mengerikan rambut Martin yang masih sangat basah. Kemudian turun lalu mengusap punggung pria yang masih belum menyadari kehadirannya itu.     

"Mengapa gerakanmu seperti seorang wanita, Brian?" Martin merasa kesal dan langsung membalikkan badan ke arah belakang. Ia melihat sosok wanita yang kemarin baru saja menjadi kekasihnya sedang menatap dalam di dirinya.     

"Eliza!" teriak Martin penuh keterkejutan. Pria itu langsung menutupi bagian bawah tubuhnya dengan selembar handuk yang baru saja dirampasnya dari wanita itu.     

Entah mengapa, wanita itu justru terpaku oleh kemolekan tubuh dari kekasihnya. Hati Eliza berdesir hebat, matanya melebar tanpa sadar. Ia benar-benar terhipnotis pada pria di depannya.     

"Maaf." Hanya kata penyesalan itu yang diucapkan Eliza pada kekasihnya. Ia pun langsung membalikkan badan karena tak ingin Martin merasa tak nyaman atas kehadirannya.     

Belum juga Eliza melangkah pergi, Martin lebih dulu menariknya dan membuat wanita itu jatuh ke dalam pangkuannya. Tanpa diduga, Martin justru seperti orang kesetanan yang begitu haus akan sentuhan.     

Dalam sekali gerakan saja, pria itu berhasil menghimpit Eliza dengan kedua tangannya. Memberikan kecupan basah dan cukup buas di area leher sang kekasih. Martin tak peduli dengan pasangan suami istri yang ada di luar kamar mandi.     

"Hentikan, Martin!" Eliza berteriak dalam tangannya yang berusaha mendorong Martin agar tak semakin memperdalam kecupannya di sekitar leher. Ia sudah cukup panik jika kecupan itu akan membekas di lehernya.     

Sayangnya, Eliza tak sanggup melawan kekuatan sang kekasih. Saat ia kembali berteriak, Martin justru membungkam mulutnya dengan sebuah ciuman yang tak kalah buas dari kecupan di lehernya.     

"Eliza! Apa kamu baik-baik saja?" Terdengar suara Imelda yang terasa sangat dekat bersamaan dengan ketukan pintu kamar mandi berulang kali.     

Martin sama sekali tak peduli dengan teriakan Imelda. Tak bisa dipungkiri, gairah di dalam dirinya sudah meningkat drastis. Seolah ia sudah tak sanggup untuk menahan hasrat di dalam dirinya. Pria itu bahkan menarik kasar pakaian Eliza hingga menjadi sedikit sobek. Kemudian Martin mulai membenamkan wajahnya di dada Eliza yang sejak tadi sudah sangat menggodanya. Namun tiba-tiba saja, pintu kamar mandi roboh. Pasangan itu telah merusak pintu itu.     

"Apa yang kalian .... ?" Tanpa melanjutkan pertanyaannya, Imelda sudah mengetahui sesuatu yang baru saja dilakukan oleh Martin dan Eliza. Terlebih, ia melihat beberapa tanda merah yang terlukis sangat jelas di kulit Eliza yang putih bersih.     

Brian yang berada di belakang Imelda hanya tersenyum tipis melihat Eliza berada di pangkuan Martin. Ia yakin jika pasangan itu baru saja melakukan sesuatu yang pasti sangat mendebarkan bagi setiap insan.     

"Lebih baik kita pergi, Sayang. Biar mereka melanjutkan apa yang seharusnya mereka lakukan." Brian merangkul bahu istrinya dan mengajaknya keluar dari kekacauan itu.     

Pasangan kekasih itu hanya terdiam dalam perasaan malu dan juga terkejut karena mereka berdua baru saja merusak pintu kamar mandinya sendiri.     

"Cepatlah keluar! Dokter Dennis sedang dalam perjalanan ke sini." Ucapan Imelda terdengar seperti sebuah perintah bagi mereka. Meskipun tak ada yang menjawabnya, mereka berdua berangsur membereskan kekacauan itu.     

Dalam beberapa menit saja, Martin dan juga Eliza sudah berpakaian rapi. Mereka berdua terdiam sambil saling melirik satu sama lain. Tak berapa lama, Imelda menemui pasangan itu dan memberikan sebuah syal panjang berwarna merah maroon pada Eliza.     

"Pakai syal itu untuk menutupi bercak merah di lehermu!" Imelda mengatakan hal itu cukup dingin dan tanpa perasaan apapun. Bahkan ucapannya terdengar cukup vulgar bagi mereka berdua.     

"Tidak bisakah kamu berbicara dengan kata kiasan, Imelda?" Martin merasa jika menantu kesayangan dari bos-nya itu adalah seorang pembunuh karakter yang mematikan.     

Bukan jawaban yang diterima oleh Martin, wanita itu justru tersenyum sinis pada dirinya. Terlebih sebuah lirikan yang dilemparkan oleh Imelda terkesan sedang menceemooh pria yang masih dalam tahap pemulihan kakinya itu.     

"Sebaiknya kamu banyak belajar dari suamiku, Martin. Setidaknya Brian lebih pandai dalam memberikan kissmark, tidak secara vulgar seperti dirimu," sindir Imelda telak.     

Martin mencoba mengartikan ucapan Imelda kepadanya. Mendadak ia merasa sangat bodoh untuk mengerti sebuah kalimat yang terdengar rancu baginya.     

"Apa kamu mengerti perkataan wanita dingin itu, Eliza?" tanya Martin pada seorang wanita yang sedang memasang syal di lehernya.     

"Intinya .... Brian lebih paham di mana ia harus meninggalkan bekas ciuman itu pada tubuh seorang wanita." Eliza menjadi kesal karena Martin tak lekas paham atas ucapan Imelda. Kecerobohan pria itu tentu saja sangat menggangu, apalagi saat berada di kantor. Ia pasti akan menjadi pusat perhatian jika menunjukkan tanda merah di lehernya.     

Setelah beberapa waktu berlalu, datanglah Imelda dan juga seorang dokter yang selama ini merawat Martin. Ia adalah Dokter Dennis, seorang dokter bedah tulang yang cukup dekat dengan Imelda.     

"Selamat pagi, Martin. Bagaimana dengan kakimu?" sapa Dennis begitu masuk ke dalam sebuah ruangan di mana Eliza juga masih berada di sana.     

"Sepertinya jauh lebih baik, Dok," jawab Martin cukup ramah.     

Dennis pun memeriksa sendiri kondisi kaki pria itu. Ia memastikan jika Martin akan pulih lebih cepat. Sepertinya, Imelda juga sudah tak sabar melihat sahabat dari kakaknya itu bisa kembali berjalan dengan baik.     

"Sepertinya ucapan Dokter Imelda memang benar, kakimu putih dengan sangat cepat. Tak heran kamu sudah bisa mendudukkan seorang wanita di awas pangkuanmu." Seolah tanpa dosa ataupun sungkan, Dennis mengatakan hal itu dengan tanpa beban.     

Di sisi lain, Martin dan juga Eliza secara bersamaan menatap sosok wanita yang masih berdiri di antara pintu kamar itu. Pasangan itu tak habis pikir jika Imelda akan begitu asal-asalan mengatakan kondisi Martin.     

"Kenapa kalian berdua memelototi aku?" Jelas saja Imelda mengetahui jika pasangan kekasih itu sedang menajamkan pandangan ke arahnya. Ia pun tak peduli akan hal itu.     

Dennis hanya mengumbar senyuman tipis pada mereka. Ia pun bangkit dari hadapan Martin dan menuliskan resep obat untuk pria itu.     

"Ini resep obat untukmu. Besok pagi akan ada seseorang yang akan melakukan terapi medis pada kakimu," ucap Dennis.     

"Apakah seorang wanita?" sahut Eliza panik. Ia tak rela jika ada wanita lain yang akan menyentuh kekasihnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.