Bos Mafia Playboy

Tanda Tangan Irene



Tanda Tangan Irene

0Di sisi lain, sepasang suami istri baru saja selesai memadu kasih. Menyatukan dua cinta pada hati mereka menjadi satu. Melambung sebuah perasaan yang menderu dan juga bergelora hingga ke tingkat tertinggi dalam nikmatnya surga dunia.     
0

Imelda langsung terlelap di sisi suaminya, ia merasa sangat lelah sekaligus mengantuk karena tak tidur dengan benar.     

Brian yang berada di sebelahnya, memberikan kecupan lembut di kening Imelda lalu beranjak ke kamar mandi dalam kamar itu. Ia tentunya ingin membersihkan diri setelah permainan penuh gairah yang baru saja selesai dilakukanya.     

Setelah beberapa lama, Brian keluar dengan wajah yang lebih segar. Ia pun mendekati istrinya dan kembali memberikan sebuah kecupan lembut yang penuh cinta. Kemudian ia langsung keluar dari kamarnya, terlihat Martin sedang duduk sendirian di ruang tengah.     

"Di mana, Eliza?" Brian menanyakan keberadaan dari seorang wanita yang telah resmi menjadi kekasih Martin. Ia pun ikut duduk tak jauh dari orang kepercayaan ayahnya itu.     

"Eliza harus ke kantor. Selama ini ia terlalu sering berada di rumah sakit, padahal ia juga mempunyai pekerjaan yang harus diselesaikan." Martin merasa tak enak hati karena harus merepotkan kekasihnya itu. Bahkan wanita itu telah mengorbankan pekerjaannya hanya untuk menemaninya di rumah sakit.     

"Ada yang ingin kusampaikan padamu, Brian." Martin melemparkan pandangan penuh kecemasan pada sosok pria yang sudah cukup lama dikenalnya.     

Dari tatapan Martin kepadanya, Brian sangat yakin jika ada sesuatu yang sedang terjadi. Ia melemparkan sebuah tatapan balasan pada sosok pria sangat dipercaya oleh ayahnya, Adi Prayoga.     

"Apakah hal buruk sedang terjadi?" tanya Brian dalam wajah yang sangat tidak sabar. Rasanya ia sudah tak sanggup untuk menunggu lagi lebih lama.     

"Mamamu memiliki sebuah surat kuasa pengalihan saham atas nama Irene." Martin bisa melihat wajah keterkejutan dari Brian. Bahkan ia tersenyum sinis begitu mendengar hal itu darinya.     

Merasa sangat tak nyaman dengan posisi duduknya, Brian memilih bangkit dari kursi dan berdiri di dekat Martin. Ia masih tak dapat mempercayai tentang keaslian surat kuasa itu.     

"Kalau surat kuasa itu benar-benar ada sejak lama .... Mengapa Mama baru sekarang memperlihatkannya pada kita semua?" Sebuah pertanyaan yang tentunya juga ditanyakannya oleh Martin di dalam hatinya yang terdalam. Brian merasakan jika ada yang tidak beres dengan hal itu. Ia pun melemparkan sebuah tatapan tajam pada Martin dengan penuh harap. Brian berharap jika semuanya bisa menjadi lebih baik.     

"Bukankah itu sangat mencurigakan?" tambah Brian atas perkataan yang sebelumnya.     

Martin tentu saja sangat mengerti dengan perkataan Brian. Ia pun memiliki pemikiran yang sama tentang surat kuasa itu.     

"Aku juga berpikir seperti itu, Brian? Semoga saja tidak ada kejahatan yang terselip di dalamnya," harap Martin atas ketidakberdayaannya yang masih tak bisa bergerak bebas dari kursi roda. Namun ia terus berpikir keras untuk menyelesaikan kekacauan itu.     

Dalam hatinya yang paling dalam, Martin berharap jika kekasihnya itu dapat membantu untuk menyelesaikan semuanya. Terlebih, Eliza memiliki akses untuk melakukan penyelidikan lebih dalam lagi.     

"Semoga Eliza bisa membantu kita," gumam Martin tanpa memandang sosok pria yang masih berada tak jauh darinya.     

"Apakah Eliza mengatakan akan membantu kita?" Brian cukup bersemangat saat mendengar wanita itu bersedia untuk menguak rahasia dalam surat kuasa itu. Jika ia bekerja sendirian, akan sangat lama untuk membuka kebenaran itu.     

Martin menganggukkan kepalanya tanpa mengatakan apapun. Iya yakin jika Brian akan langsung mengerti dengan jawabannya.     

"Bisakah kamu membuatku mengambil laptop di kamar?" Martin meminta pada Brian untuk mengambilkan sebuah barang yang sangat penting untuknya.     

Pria itu memilih untuk langsung bergegas ketimbang menjawab pertanyaan itu. Dalam hitungan detik saja, Brian sudah berada di sebelah Martin lagi. Ia pun memberikan laptop milik Martin.     

"Apa yang ingin kamu lakukan?" Brian sangat penasaran pada sesuatu yang akan dilakukan oleh Martin. Biasanya ia melihat jika Martin memiliki sebuah rencana dan juga solusi yang cukup tepat. Meskipun terkadang keputusannya itu sangat beresiko.     

"Aku juga masih bingung, semoga saja Eliza segera memberikan kabar gembira." Memang sangat terlihat jika Martin hanya menatap layar monitor yang cukup menyiksa.     

Baru saja selesai dibicarakan, Eliza sudah muncul dari pintu depan rumah. Wanita itu berjalan sangat cepat ke arah dua pria yang sudah menantikan kedatangannya. Tanpa basa-basi, ia langsung mengeluarkan sebuah berkas dari dalam tas miliknya. Ia pun juga mengeluarkan sebuah ponsel dan memperlihatkan sebuah gambar pada dua pria yang cukup berarti baginya.     

"Periksalah berkas ini! Papaku yang telah membantu Tante Natasya untuk memperbaharui surat kuasa yang asli ini." Sambil menunjukkan gambar sama ponselnya, ia tetap saja melirik Martin yang begitu serius memperhatikan gambar dan juga salinan berkas yang baru.     

"Bagaimana kamu bisa mendapatkannya semua ini dengan sangat mudah?" Martin mulai mencurigai kekasihnya sendiri. Ia tak ingin jika Eliza sampai melakukan kejahatan hanya untuk mendapatkan bukti itu.     

Sebuah senyuman sinis yang penuh arti diperlihatkan oleh seorang wanita yang baru saja datang. Ia tahu jika mereka sedang mencurigai dirinya.     

"Jangan berpikir yang tidak-tidak tentang diriku. Aku mendapatkan dua bukti itu dari ayahku. Kebetulan ia masih menyimpan gambar dan juga salinannya," tegas Eliza pada dua pria yang melemparkan tatapan tajam ke arahnya.     

"Aku hanya tak ingin kamu melakukan sesuatu yang melanggar hukum," jelas Martin pada kekasihnya. Ia benar-benar sangat peduli pada sosok Eliza Hartanto. Meskipun ia juga sadar, jika kisah cintanya dan juga Eliza akan berliku tajam.     

Mereka bertiga langsung fokus pada selembar kertas salinan itu. Martin mulai memeriksa gambar surat kuasa yang dikatakan asli dari Irene Mahendra.     

"Apakah ini tanda tangan Irene Mahendra?" Martin mencoba untuk menyakinkan hal itu pada dirinya sendiri.     

Brian juga ikut memperhatikan setiap detail surat kuasa itu. Ia yakin jika akan ada seseorang yang mampu menemukan sebuah kelemahan saja dalam surat kuasa itu.     

"Aku tahu siapa yang bisa membantu kalian." Eliza mencoba untuk terdiam sejenak pada dua pria yang sudah sangat tak sabar. Ia percaya jika seseorang bisa memecahkan misteri surat kuasa misterius itu.     

Martin dan juga Brian saling memandang penuh arti. Mereka berdua menjadi sangat penasaran atas ucapan dari seorang jaksa muda itu.     

"Siapa orangnya, Eliza? Jangan bermain-main teka-teki padaku!"Brian mulai meninggikan nada suaranya karena merasa kesal atas teka-teki yang dilontarkan oleh Eliza.     

"Siapa yang bermain-main teka-teki, Brian? Aku hanya ingin memberikan segala kemungkinan yang bisa terjadi," sahut Eliza dalam wajah yang terlihat cukup kesal atas ucapan Brian sebelumnya.     

"Aku yakin jika Imelda akan mengenali tanda tangan dari ibunya sendiri," tambah Eliza.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.