Bos Mafia Playboy

Menemukannya



Menemukannya

0Imelda yang sedikit terganggu dengan suara keras dari suaminya, terpaksa membuka mata. Ia pun berangsur ke kamar mandi, sebelum keluar untuk menemui mereka semua.     
0

Tak berapa lama, ia sudah terlihat cantik dengan dress selutut yang menunjukkan perutnya yang mulai membesar. Dalam langkah pelan yang penuh keyakinan, Imelda bergerak ke tempat di mana mereka semua berada.     

Dari kejauhan, ia mendengar Eliza baru saja menyebutkan namanya. Imelda pun mempercepat langkahnya karena sangat penasaran. Ia sengaja berjalan tanpa suara agar mereka semua tak mendengar kedatangannya.     

"Apa yang kalian bicarakan?" Tiba-tiba saja, Imelda melemparkan sebuah pertanyaan yang membuat mereka sangat terkejut. Ia pun berdiri tepat di sebelah Brian. "Ada apa, Brian?" tanyanya lagi karena tak kunjung mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.     

"Mama Natasya memiliki surat kuasa pengalihan saham yang ditandatangani oleh Mama Irene. Namun kami masih meragukan keaslian dari surat kuasa itu," jelas Brian dalam wajah yang begitu bingung. Ia benar-benar tersiksa menghadapi kemelut dua keluarga besar itu.     

Wanita hamil itu lalu sengaja memperhatikan sebuah berkas yang berada di depan Martin. Imelda bisa melihat jika surat kuasa itu terlihat asli.     

"Bukankah ini asli?" tanyanya sembari mengangkat selembar kertas yang berada di tangannya. Imelda tentunya cukup mengetahui mana yang asli dan juga yang palsu.     

"Tentu saja itu asli, papaku yang membuatnya. Hanya saja, pembaharuan surat kuasa itu berdasarkan ini." Eliza langsung menunjukkan sebuah gambar dalam ponselnya. Terlihat sebuah surat kuasa yang terlihat sudah cukup tua dengan kertas yang tak lagi putih bersih.     

Imelda masih belum memahami penjelasan Eliza kepadanya. Ia merasa jika tak ada yang aneh dengan hal itu. Sepertinya, nyawa Imelda masih belum benar-benar terkumpul hingga akal sehatnya tak utuh.     

"Masalahnya di mana?" Sebuah pertanyaan bodoh baru saja dilontarkan oleh seorang Imelda Mahendra. Ia masih saja belum benar-benar paham atas pembicaraan di antara mereka berdua.     

"Masalahnya ... kita semua sama-sama tak mengetahui, apakah surat kuasa itu benar-benar ada, Sayang?" jelas Briana yang kebetulan berada di sebelahnya.     

Imelda kembali menatap layar ponsel Eliza, ia ingin memastikan keaslian dari surat kuasa itu. Meskipun terlihat sempurna tanpa cacat, ia berusaha untuk mencari celah di dalamnya.     

"Apakah aku bisa melihat aslinya? Sepertinya ada yang sedikit berbeda dengan tanda tangan dalam surat kuasa itu." Imelda menajamkan matanya untuk melihat tanda tangan yang terlihat sedikit berbeda dari milik ibunya.     

"Papaku hanya memberikan salinan dan juga gambarnya saja. Aku tak yakin jika berkas aslinya ada di tangan Papa." Eliza mengatakan apa yang diketahuinya. Ia tak ingin menutupi apapun dari Imelda. Eliza takut jika hal itu bisa menyulitkan kekasihnya, Martin.     

Mereka semua lalu terdiam dalam pemikiran masing-masing. Tak ada satupun dari mereka yang membuka mulutnya. Hingga tak berapa lama, datanglah Adi Prayoga ke rumah itu.     

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Tanpa basa-basi atau mengucapkan sapaan apapun, Adi Prayoga langsung melontarkan pertanyaan itu. Ia melihat sebuah berkas di tangan Imelda. Tanpa mereka memberikan jawaban saja, ia bisa melihat apa yang mereka disahkan.     

"Papa!" Imelda menatap penuh arti pada ayah mertuanya. Ia berharap jika Adi Prayoga bisa menyelesaikan semuanya.     

Pria itu langsung memberikan belaian lembut pada menantunya. Ia tahu jika Imelda ikut mencemaskan semuanya. Tanpa sengaja, Adi Prayoga melihat gambar dalam ponsel yang masih berada di tangan Imelda.     

"Pinjam sebentar, Sayang." Adi Prayoga mengambil ponsel itu lalu menajamkan tatapan pada sebuah gambar di ponsel yang tadinya dibawa oleh menantunya.     

"Darimana kalian mendapatkan ini?" Adi Prayoga menjadi ikut penasaran pada hal itu. Ia berharap seseorang bersedia untuk menjelaskan hal itu kepadanya.     

Tak kunjung dijawab oleh mereka semua, Eliza pun berpikir untuk menjawab pertanyaan ayah dari Brian. Prayoga itu.     

"Dari papaku, Om. Kebetulan papaku yang membantu Tante Natasya untuk memperbaharui surat kuasa itu." Eliza mencoba untuk menjelaskan hal itu tanpa menutupi apapun.     

Adi Prayoga baru menyadari kehadiran seorang wanita yang dulu mati-matian mengejar anaknya. Ia merasa tak suka atas keberadaan Eliza di sana.     

"Bagaimana wanita ini bisa berada di sini, Brian,?" ketus Adi Prayoga pada anaknya sendiri. Tentu saja kehadiran Eliza sangat menggangu sang bos mafia itu. Apalagi Eliza adalah anak dari seorang pria yang sudah memberikan bantuan dan juga apapun pada Natasya.     

"Aku yang memintanya ke sini, Bos," sahut Martin cukup antusias. Ia sedikit takut kalau Adi Prayoga sampai mengusir kekasihnya itu.     

Adi Prayoga terkejut atas jawaban dari orang kepercayaan. Biasanya Martin tak pernah dekat kepada wanita lainnya. Bahkan pria itu tak pernah terlihatnya bersama wanita manapun.     

"Bagaimana kamu membiarkan orang asing masuk ke rumah ini?" Adi Prayoga sengaja memberikan tekanan dalam setiap ucapannya. Ia berpikir jika Martin terlalu ceroboh saat itu.     

"Eliza bukan orang lain, Bos. Dia adalah kekasihku," lontar Martin dalam sorotan mata penuh keyakinan. Ia harus mengatakan hal itu pada bos-nya. Apalagi hal itu bisa saja membuat Adi Prayoga tak nyaman.     

"Aku akan bertanggung jawab terhadapnya," lanjut Martin cukup menyakinkan. Ia tak mungkin berdebat dengan bos-nya sendiri.     

Adi Prayoga lalu berjalan ke arah ruang kerjanya. Namun tiba-tiba saja, ia berhenti sejenak lalu membalikkan badan.     

"Sayang. Bisakah kamu menemani Papa di ruang baca," ucap Adi Prayoga pada menantu kesayangannya. Ia berharap jika Imelda sama sekali tak menolak keinginannya.     

"Baik, Pa!" Wanita itu sengaja mengirimkan gambar ke dalam ponselnya sendiri. Imelda juga ingin memastikan keaslian dari tanda tangan ibunya.     

Tak berapa lama, Imelda sudah berada dalam sebuah ruangan yang penuh dengan buku-buku yang tersusun sangat rapi. Ia pun mengambil sebuah buku lalu membacanya tanpa suara.     

Di sudut yang lain, Adi Prayoga terlihat sangat sibuk dengan beberapa buku ya berada di ruangan khusus. Seolah ia baru saja mencari sesuatu yang cukup penting.     

"Apa yang sedang Papa lakukan di sana?" Imelda merasa jika ayah mertuanya terlihat sangat kacau.     

"Aku punya sebuah buku yang dibubuhi tanda tangan Irene. Aku ingin membandingkannya dengan surat kuasa yang ada di dalam ponsel tadi." Adi Prayoga kembali mengacak-acak seluruh buku di dalam ruangan itu.     

Tak berapa lama, Imelda tak sengaja melihat sebuah buku yang tergeletak di lantai. Ia pun mengambil dan membuka setiap halaman dari buku itu. Dengan cukup tenang, ia membaca satu persatu halamannya. Ada rasa tertarik yang tiba-tiba mengusik hatinya. Imelda lalu duduk di sebuah kursi dan membaca buku tua berisi tentang puisi.     

Mendekati halaman terakhir, Imelda mulai membaca sebuah tulisan tangan dari seseorang.     

"Aku menemukannya, Pa!" seru Imelda dalam wajah girang.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.