Bos Mafia Playboy

Reaksi Aneh



Reaksi Aneh

0Begitu mendengar teriakkan Imelda, Adi Prayoga langsung meletakkan semua buku di tangannya. Ia bergegas melangkahkan kakinya ke tempat di mana menantunya itu berada.     
0

Dari pandangannya, Adi Prayoga melihat sebuah buku yang tersimpan sebuah tanda tangan asli dari Irene. Mereka pun langsung membandingkan dua tanda tangan itu secara langsung.     

"Bukankah ini jelas berbeda, Pa? Kita harus mencari beberapa dokumen pembanding untuk menentukan keaslian surat kuasa itu." Imelda lalu bangkit dari kursinya dan membawa buku yang baru saja ditemukannya.     

"Sepertinya wanita yang sedang berada di luar itu bisa membantu kita," sahut Adi Prayoga dalam setengah keyakinan di dalam dirinya. Ia sangat tahu seberapa hebat keluarga Hartanto dalam dunia hukum. Bagaimana tidak, seluruh anggota keluarganya berkecimpung dalam bidang hukum.     

Tak ingin berlama-lama membuang waktu, Imelda langsung keluar dari ruangan itu. Dari kejauhan, ia sudah melemparkan tatapan penuh arti pada kekasih Martin.     

"Eliza! Bisakah kamu membantuku?" Pertanyaan dari Imelda itu langsung mendapatkan balasan anggukan kepala dari seorang anggota keluarga Hartanto.     

"Apa yang bisa aku lakukan untukmu, Imelda?" Eliza tentunya cukup penasaran dengan permintaan khusus dari suami Brian Prayoga. Seburuk apapun hubungan masa lalu keduanya, ia akan tetap membantu wanita hamil itu.     

Dalam langkah pelan, Imelda bergerak mendekati seorang wanita yang masih berdiri di sebelah Martin itu. Ia pun menunjukkan sebuah tanda tangan asli dari ibunya yang berada di buku itu. Kemudian membandingkan dengan gambar surat kuasa di dalam ponsel Eliza yang tadi sengaja dibawanya.     

"Bukankah ini sangat berbeda?" Imelda merasa sangat gelisah dengan situasi yang sedang dihadapinya. Ia takut jika semuanya justru semakin rumit bagi mereka.     

"Aku bisa melihat perbedaan dalam kedua tanda tangan ini. Kita harus dokumen pembanding lainnya agar kita bisa memprosesnya secara hukum yang berlaku." Eliza tentunya sangat paham dengan hal itu. Ia juga tak percaya jika ayahnya bisa memperbaharui sebuah dokumen palsu tanpa menyelidikinya terlebih dahulu.     

Sejak tadi, Brian terus memperhatikan perbincangan serius di antara mereka. Ia bisa melihat kegelisahan di dalam hati sang istri. Sebenarnya ia cukup malu dengan perbuatan melanggar hukum yang telah dilakukan oleh ibu kandungnya.     

"Dokumen pembanding apa yang kita perlukan?" tanya Brian pada Eliza.     

"Semua dokumen yang dibubuhkan tanda tangan Irene Mahendra. Bisa ijasah, KTP atau surat nikah," jawab seorang wanita yang ikut cemas dengan kejahatan dari teman dekat ayahnya itu. Ia takut jika kejahatan Natasya bisa menyeret Rizal Hartanto ke ranah hukum.     

Brian langsung menghampiri istrinya dan berdiri tepat di samping wanita itu. Ia hanya ingin menunjukkan jika dirinya akan selalu berada di sisi Imelda apapun yang terjadi.     

"Aku akan menghubungi Papa Davin supaya mencarikan beberapa dokumen yang mungkin bisa membantu," ujar Brian sembari mengambil ponsel dari dalam saku celananya. Belum juga ia benar-benar menghubungi Davin Mahendra, Imelda sudah menghentikan dirinya.     

"Lebih baik kita langsung ke rumah Papa saja," cetus Imelda tanpa ada keraguan sedikit pun. Ia ingin semua masalah itu benar-benar selesai secepat mungkin.     

Ia pun bergegas mengganti pakaiannya dan membawa beberapa barang yang harus dibawanya. Imelda bahkan tak peduli jika dirinya bisa saja kelelahan atas beberapa aktivitas yang harus dilakukannya.     

"Apakah kamu tidak merasa kelelahan, Sayang?" cemas Brian pada seorang wanita yang sudah melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu. Ia tak mungkin bisa menutupi kekhawatiran di dalam dirinya. Apalagi kondisi kehamilan Imelda membuatnya semakin mengkhawatirkan wanita itu.     

"Kalau aku merasa lelah, aku pasti akan beristirahat, Brian. Tak perlu berlebihan memikirkan aku," jawab Imelda dalam wajah yang cemas karena kerumitan yang semakin pelik di dalam keluarganya.     

Tak bisa menyanggah ataupun menolak jawaban itu, Brian pun memilih untuk langsung masuk ke dalam mobil yang akan membawanya bersama Imelda. Kali ini, ia sengaja tak membawa bodyguard. Brian juga ingin menikmati kebersamaan dengan sang istri.     

Di kursi penumpang depan, Imelda terlihat tidak tenang. Ia seolah begitu gelisah dan terlihat tak nyaman dengan posisi duduknya. Wanita itu tak mungkin bisa menutupi kecemasan di dalam dirinya. Berkali-kali ia juga mencoba untuk melihat ke layar ponselnya lalu kembali memasukkan ke dalam tas yang dibawanya.     

"Tenanglah, Sayang. Kamu terlihat sangat gelisah." Brian mencoba untuk menenangkan istrinya dan juga tetap fokus dengan jalanan pada di hadapannya. Ia sendiri juga sudah tidak sabar untuk segera sampai di rumah keluarga Mahendra.     

Hingga tak berapa lama, mobil itu masuk ke dalam sebuah rumah dengan penjagaan yang cukup ketat. Begitu mobil berhenti, pasangan itu langsung keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah yang terlihat cukup sepi.     

"Apa Papa ada?" tanya Imelda pada seorang bodyguard yang berjaga di depan pintu rumah itu.     

"Beliau ada di ruang kerjanya," jawab sang bodyguard cukup sopan.     

Tanpa membuang waktu, Imelda dan Brian beranjak ke sebuah ruangan di mana Davin Mahendra berada di sana. Bahkan tanpa mengetuk pintu, Imelda langsung mendorong pintu itu tanpa permisi.     

"Apakah Papa sibuk?" Sebuah pertanyaan yang cukup mengejutkan bagi seorang Davin Mahendra yang terlihat sibuk dengan beberapa berkas di mejanya.     

"Tidak bisakah kamu mengetuk pintu atau mengucapkan salam, Imelda? Kamu mengejutkan papa saja," protes Davin Mahendra pada anak perempuannya. Ia bukannya marah terhadap Imelda, hanya saja anak perempuannya itu selalu bersikap tak terduga.     

Di sisi lain, Brian merasa tak enak hati pada ayah mertuanya. Ia pun mendekati meja kerja Davin Mahendra lalu tersenyum hangat pada sang ayah mertua.     

"Maafkan kami, Pa. Kami tidak bermaksud untuk mengejutkan Papa," sesal Brian pada seorang pria yang masih saja terlihat terkejut dengan kedatangan mereka berdua.     

"Tak masalah, Brian. Istrimu itu memang selalu bertindak sesuka hatinya. Papa saja sudah tak bisa mengendalikannya," balas Davin Mahendra pada menantu di keluarganya. "Apa yang membuat kalian tiba-tiba ingin menemui Papa?" lanjutnya lagi dengan rasa penasaran di dalam dirinya.     

Imelda pun bergerak ke arah ayahnya, ia memilih untuk berdiri tepat di samping Davin Mahendra.     

"Apa Papa sudah mendengar tentang surat kuasa itu?" Sebuah pertanyaan terlontar sangat jelas di telinga Davin Mahendra. Ia sudah menduga jika kedatangannya tak lain adalah untuk mengetahui tentang surat kuasa yang ditunjukkan oleh Natasya.     

"Papa sudah mendengar hal itu," sahut Davin Mahendra tanpa menunjukkan ekspresi yang cukup berarti.     

Brian merasa ada yang aneh dengan respon dari ayah mertuanya. Ia merasa jika Davin Mahendra seolah tak peduli dengan hal itu. Padahal hal itu sudah membuat semua orang begitu panik dan juga meresahkan.     

"Bukankah reaksi Papa terlihat biasa saja? Apakah ada yang Papa sembunyikan?" tanya Imelda pada ayahnya. Ia merasakan hal yang sama seperti yang Brian rasakan.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.