Bos Mafia Playboy

Dokumen Pembanding



Dokumen Pembanding

0Tiba-tiba saja, Davin Mahendra kehilangan kata-katanya. Ia tak memiliki alasan khusus untuk berkilah dari pertanyaan anak perempuannya itu. Namun ia sangat yakin jika Imelda tak mungkin bisa berdiam diri tanpa mendapatkan kejelasan apapun darinya.     
0

"Kamu sendiri tahu, siapa Natasya bagi mamamu? Semua orang di rumah sakit itu tahu kedekatan Irene dan juga Natasya. Jika hubungan buruk mereka terbongkar, bukankah itu akan menambah rumit hubungan kalian? Secara Natasya adalah mama mertuamu sendiri." Davin Mahendra mencoba untuk menjelaskan hal itu dari sudut pandang pribadinya.     

Sebenarnya ia tak begitu peduli jika harus kehilangan hak atas rumah sakit itu. Selama ini, Davin Mahendra hanya memperjuangkan hak yang seharusnya diterima oleh Imelda saja. Dari awal, Irene ingin memberikan rumah sakit itu pada anak perempuannya. Terlebih saat mengetahui Vincent sama sekali tak tertarik dengan dunia medis.     

"Kami membutuhkan beberapa dokumen pembanding untuk membuktikan jika surat kuasa itu palsu. Kami berharap, Papa bisa membantu kami untuk mencari dokumen-dokumen yang diperlukan," pinta Brian dalam sebuah ketulusan yang terpancar dari wajahnya. Ia benar-benar Ingin membuktikan kejahatan dari ibu kandungnya sendiri.     

"Apa kamu yakin, Brian? Mungkin saja keputusan ini akan berdampak buruk pada hubunganmu dan juga Natasya. Papa hanya memikirkan tentang hubungan ibu dan anak yang terjalin antara kamu dan juga Natasya." Davin Mahendra tentunya sangat peduli dengan anak semata wayang dari sahabatnya itu. Jika selama ini ia harus kehilangan kasih sayang seorang ibu, pria tua itu tak berharap jika Brian juga akan benar-benar kehilangan ibunya.     

Brian diam sebentar lalu menatap ayah mertuanya. Ia sangat mengerti dengan kebaikan dan juga pengertian Davin Mahendra atas dirinya. Namun Brian juga tak rela jika sesuatu yang seharusnya menjadi hak Imelda, dikuasai oleh ibunya sendiri. Ia berjanji tak akan membiarkan hal itu sampai terjadi.     

"Aku yakin, Pa. Apa yang seharusnya menjadi milik Imelda, harus tetap menjadi miliknya. Apapun resikonya, aku akan memperjuangkan sesuatu yang seharusnya menjadi milik istriku." Brian mengatakan hal itu dengan penuh keyakinan dan tak ada sedikitpun keraguan didalam hatinya.     

Begitu mendengar jawaban dari menantunya, Davin Mahendra lalu bergerak ke sebuah lemari brankas yang berada di sudut ruangan. Ia pun membuka pintu itu lalu mengambil sebuah map besar. Kemudian pria itu langsung memberikannya kepada Imelda dan Brian.     

"Semua dokumen mamamu berada di dalam map itu. Kalian bisa menjadikannya sebagai dokumen pembanding untuk membuktikan jika surat kuasa yang dimiliki oleh Natasya adalah palsu," ujar Davin Mahendra pada anak dan juga menantunya. Ia hanya bisa berharap masalah itu segera selesai.     

"Bukankah selama ini Papa juga mengumpulkan beberapa orang direksi rumah sakit untuk membahas tindakan Mama Natasya?" Imelda pernah melihat ayahnya dan beberapa orang dewan direksi melakukan pertemuan rahasia. Ia menyakini jika hal itu merupakan salah satu tindakan pencegahan sebelum Natasya menguasai rumah sakit itu.     

Davin Mahendra tersenyum tipis pada anak perempuannya. Ia tak menyangka jika Imelda memiliki sebuah pemikiran yang patut diperhitungkan. Walaupun anak itu terkesan tak peduli akan semuanya, nyatanya Imelda selalu saja menunjukkan sifat kepeduliannya.     

"Papa hampir saja menyerah menghadapi Natasya. Wanita itu bisa melakukan banyak hal berbahaya untuk mencapai tujuannya. Papa takut kalian berdua terluka karena kegilaan dari Natasya." Sebuah kecemasan tercetak sangat jelas di wajah Davin Mahendra. Ia tentu mengusahakan yang terbaik untuk anak-anaknya. Jangankan rumah sakit peninggalan Irene, seluruh hidupnya akan ia korbankan untuk kebahagiaan keluarganya.     

Akhirnya Imelda dan Brian mengerti ekspresi ketidakpedulian Davin Mahendra atas hal itu. Ternyata hal itu semata-mata hanya untuk keselamatan mereka. Imelda merasa sangat menyesal karena sempat mencurigai ayahnya sendiri.     

Begitu juga Brian, ia merasa sangat bangga bisa menjadi menantu dari keluarga Mahendra. Rasanya seperti mendapatkan sebuah hadiah yang tak terduga. Ia juga tak peduli lagi dengan rumitnya masa lalu yang selama ini menjerat kedua keluarga.     

"Kami harus kembali ke rumah, Pa. Eliza masih menunggu kita di sana. Ia berjanji akan membantu kami untuk membuka kebenarannya," ucap Imelda pada ayahnya. Ia memandang hangat dan juga penuh arti pada seorang pria yang sudah menjaga dan juga merawatnya selama ini.     

"Eliza Hartanto? Apakah wanita itu sudah bersiap untuk melawan ayahnya sendiri?" Davin Mahendra sangat tahu jika selama ini Rizal Hartanto yang berada di belakang Natasya. Ia juga sangat yakin jika hakim senior itu juga terlibat dalam kasus surat kuasa yang tiba-tiba dimunculkan oleh seorang wanita yang telah melahirkan Brian itu.     

Imelda dan juga Brian telah melupakan hal itu. Walau bagaimanapun, Rizal Hartanto adalah ayah kandung dari Eliza Hartanto. Namun mereka mendengar dengan sangat jelas saat Eliza mengatakan hal itu dengan sangat meyakinkan.     

"Eliza sudah berjanji untuk membantu kami. Dan aku ... sangat mempercayai ucapannya," tegas Imelda pada dua pria yang juga berada di ruangan itu.     

"Semoga saja wanita itu tak membuat kalian kecewa. Jika hal itu sampai terjadi, jangan ragu untuk menghubungi Papa." Davin Mahendra mencoba untuk memberikan sedikit harapan pada pasangan suami istri itu.     

Pasangan suami istri itu akhirnya pamit untuk meninggalkan rumah keluarga Mahendra. Mereka sudah tak sabar untuk memberikan dokumen-dokumen itu agar Eliza bisa segera menyelesaikan hak itu.     

Begitu melewati gerbang tinggi dengan beberapa orang yang berjaga di sana. Brian melihat ada sebuah mobil yang cukup mencurigakan yang sengaja parkir di seberang jalan di depan rumah itu. Ia pun sengaja menghentikan mobil dan melihat mobil itu dari kaca mobilnya.     

"Kenapa berhenti, Brian?" tanya Imelda pada seorang pria yang tiba-tiba menghentikan mobil yang sedang ditumpangi oleh dirinya.     

"Bukankah mobil yang berhenti di seberang itu tampak aneh, Sayang? Haruskah kita menghampiri seseorang yang berada di dalamnya?" Brian pun menunjukkan wajah cemas akan hal itu. Ia juga tak mengharapkan hal buruk akan terjadi.     

Imelda ikut memandang ke arah yang sama dengan Brian. Ia juga melihat sebuah mobil berwarna hitam yang tampak mencurigakan baginya. Wanita itu langsung mengeluarkan ponsel miliknya dan mencoba untuk menghubungi ayahnya.     

"Cobalah keluar, Pa! Ada sebuah mobil yang tampak mencurigakan yang berhenti di seberang jalan," jelas Imelda dalam panggilan telepon yang baru saja dilakukannya dengan Davin Mahendra.     

"Haruskah aku yang turun dari mobil dan memeriksanya sendiri, Pa?" Imelda terlihat sangat tidak sabar untuk melakukan tindakan tegas pada pengintai itu.     

"Jika Papa tak segera keluar, aku akan segera turun dari mobil sekarang juga." Wanita itu mengumbar senyuman licik penuh kemenangan. Tentu saja, ancaman yang selalu dibuatnya pasti berhasil.     

Apalagi, Davin Mahendra tak mungkin membiarkan Imelda berada dalam bahaya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.