Bos Mafia Playboy

Rapat Darurat Pengalihan Saham



Rapat Darurat Pengalihan Saham

0'Bukan sesuatu yang penting?' batin Imelda dalam amarah yang masih tertahan di dalam hatinya. Padahal jelas-jelas Brian mengumbar senyuman pada seorang wanita yang jelas-jelas pernah mati-matian mengejarnya.     
0

"Jangan bilang kamu sedang cemburu, Sayang." Brian mengucapkan sebuah kata ledekan pada seorang wanita yang tak lain adalah istrinya sendiri. Ia pun justru mencubit pipi Imelda yang terlihat sangat menggemaskan.     

"Cemburu?" Imelda terkekeh mendengar ucapannya sendiri. Ia tak menyangka jika Brian akan mengatakan ucapan konyol terhadap dirinya.     

Meskipun istrinya itu masih bisa tertawa, Brian bisa merasakan kegelisahan di dalam hati Imelda. Ia langsung terdiam dan memandang hangat calon ibu dari anaknya itu.     

"Tentu saja aku cemburu, Brian. Mana ada wanita yang bisa bersikap biasa saja, saat melihat suaminya berbincang mesra dengan seorang wanita yang pernah ditidurinya," celetuk Imelda dalam amarah yang semakin berkobar dan siap membakar dirinya.     

"Hentikan, Sayang. Kamu sendiri juga tahu jika saat itu Eliza sedang menjebakku." Brian mencoba mengingatkan istrinya mengenai kejadian memalukan itu.     

Imelda berangsur pergi meninggalkan suaminya, ia memilih duduk di sebuah kursi yang berada di dekat Martin. Begitu duduk di sana, Martin langsung memperhatikan wanita itu. Seolah ia mengetahui jika Imelda sedang kesal terhadap suaminya.     

"Ada apa dengan wajahmu, Imelda?" tanya Martin pada seorang wanita yang baru saja duduk di sebelahnya. Ia tentunya sangat penasaran dengan sesuatu yang sudah berhasil membuat Imelda sangat kesal. Namun wanita itu sama sekali tak ingin memberikan jawaban apapun pada dirinya.     

"Sepertinya istriku sedang cemburu dengan kekasihmu, Martin." Tiba-tiba saja Brian sudah berada tak jauh dari mereka berdua. Pria itu sengaja mengatakan kecemburuan Imelda pada Martin.     

Martin tersenyum tipis penuh arti. Ia tak menyangka jika seorang Imelda Mahendra bisa sangat cemburu pada kekasihnya, Eliza Hartanto. Meskipun mereka berdua sama-sama cantik, Imelda jauh lebih hebat dari wanita itu. Selain karirnya yang cemerlang, kemampuan beladiri yang dimilikinya cukup mumpuni. Ia pun semakin tak mengerti, apa yang membuat Imelda begitu cemburu pada kekasihnya itu?     

"Apa yang sedang kamu cemburukan, Imelda? Bukankah kamu memiliki segalanya?" Martin hanya ingin membuat wanita di sebelahnya itu bisa berpikiran terbuka. Jelas-jelas ia lebih hebat daripada wanita manapun yang dikenal oleh Martin maupun Brian.     

"Entahlah .... Rasanya aku sangat cemburu melihat suamiku berbicara dengan Eliza. Aku jadi takut dan juga berpikiran yang tidak-tidak tentang mereka," jawab Imelda tanpa peduli dengan Brian yang juga berada di sana.     

Seketika itu juga, Martin terkekeh geli mendengar jawaban Imelda. Ia tak pernah membayangkan jika wanita itu akan begitu posesif kepada suaminya. Terlebih hubungan Eliza dan juga Brian sudah sangat lama. Bagaimana Imelda bisa sangat cemburu pada sebuah hubungan yang terjadi beberapa tahun silam? Lagi-lagi Martin hanya bisa menahan tawanya atas kegilaan itu.     

"Kamu sedang menertawakan aku, Martin?" Imelda mulai memperlihatkan kekesalannya pada sosok pria yang masih saja duduk di atas kursi roda. Ia tentunya sangat tak menyukai saat Martin justru menertawakan dirinya.     

"Aku hanya tak habis pikir, kamu bisa sangat cemburu pada Eliza. Padahal jelas-jelas kamu jauh lebih baik darinya. Bahkan aku saja sampai jatuh hati kepadamu. Andai kamu tak menikahi pria yang menjadi suamimu itu, aku pasti tetap mengejarmu sampai aku benar-benar mendapatkanmu. Sayangnya, aku telah kalah cepat dari Brian. Sungguh Brian sangat beruntung bisa mendapatkan istri sepertimu," jelas Martin panjang lebar kepada seorang wanita yang masih saja menunjukkan kekesalannya. Ia hanya berusaha untuk menghibur hati seorang wanita yang dikuasai oleh kecemburuan.     

Brian yang berada tak jauh dari sana, mendengar dengan jelas perbincangan di antara mereka berdua. Ia sama sekali tak marah ataupun cemburu pada Martin. Brian sangat tahu jika orang kepercayaan ayahnya itu tak akan pernah merebut Imelda darinya. Ia sudah seperti seorang kakak baginya.     

"Dengarkan itu, Sayang. Bagaimana kamu bisa cemburu dengan Eliza?" Brian mencoba untuk membujuk dan juga merayu wanita cantik yang masih saja menunjukkan wajah cemberut. Ia tak ingin jika Imelda menjadi benar-benar marah dengannya.     

"Dan kalian berdua juga tahu jika Eliza hanya mencintaiku saja sekarang," sahut Martin dengan kepercayaan diri yang semakin meningkat drastis. Tiba-tiba ia merasa sangat beruntung bisa dicintai oleh jaksa muda itu. Bahkan Eliza rela melakukan apapun untuk membantunya.     

Ketegangan di wajah Imelda akhirnya berangsur menghilang. Ia sudah bisa mengulas senyuman tipis di wajahnya. Meskipun masih terlihat setengah hati, setidaknya Imelda sudah berusaha untuk tersenyum pada suaminya.     

"Maaf, Brian. Mungkin kecemburuanku ini sedikit berlebihan, namun itu semua karena aku benar-benar mencintaimu saja." Imelda mengatakan sebuah perkataan yang tidak terlalu jelas. Bahkan ucapannya itu terkesan berbelit-belit.     

"Tak perlu menjelaskan apapun, Sayang. Aku percaya jika kamu sangat mencintaiku." Brian memeluk istrinya dengan penuh perasaan cinta. Ia sangat mengerti dengan kecemburuan Imelda yang sedikit berlebihan. Terlebih setelah kehamilannya itu, Imelda sering mengatakan ataupun melakukan sesuatu yang di luar kebiasaannya.     

Suasana di antara mereka menjadi lebih hangat dari sebelumnya. Imelda juga sudah menghilang wajah kesalnya. Mereka mulai mengobrol sesuatu yang bisa dilakukannya untuk membuka kedok Natasya.     

Di saat sedang serius membicarakan hal itu, Adi Prayoga keluar dari ruang kerjanya. Ia keluar dengan wajah cemas yang penuh ketegangan. Seolah tanpa tenaga, pria itu menghampiri mereka semua.     

"Papa punya kabar buruk untuk kita," ucap Adi Prayoga pada mereka semua.     

"Apa yang sedang terjadi, Pa? Wajah Papa terlihat sedikit pucat dan cukup tegang," sahut Imelda dengan rasa penasaran dari dalam hatinya.     

Adi Prayoga terlihat sedang menghela nafasnya, ia tak tahu harus memulai dari mana. Pria itu memperlihatkan wajah cemas dan juga sangat gelisah.     

"Besok pagi, Natasya akan melakukan rapat darurat untuk membahas pengalihan saham milik Irene menjadi atas nama dirinya. Aku sudah membujuk Davin Mahendra untuk menghentikannya, pria bodoh itu tak ingin melakukan apapun." Adi Prayoga terlihat sangat kesal pada sahabatnya itu. Tak seharusnya Davin Mahendra hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun juga.     

Brian dan juga Imelda langsung saling memandang satu sama lain. Mereka berdua sudah mengetahui alasan dari Davin Mahendra untuk tak melakukan apapun. Meskipun mereka juga tak menyetujui hal itu, memaksakan kehendak juga bukan sesuatu yang baik.     

"Papa Davin hanya ingin menjaga nama baik antara Mama Irene dan juga Mama Natasya. Beliau tak ingin segalanya hancur gara-gara itu semua," jelas Brian pada ayahnya. Ia sangat tahu alasan dari ayah mertuanya mengenai persoalan itu.     

"Bagaimana ini, Martin? Tidak bisakah kamu memikirkan sebuah cara untuk menyelamatkan saham yang seharusnya dimiliki oleh Imelda?" Adi Prayoga berusaha mendesak Martin agar memikirkan sebuah solusi untuk mengatasi masalah itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.