Bos Mafia Playboy

Hanya Butuh Waktu



Hanya Butuh Waktu

0"Bukankah itu lebih baik? Setidaknya pernikahan kami akan dipercepat. Bukankah kalian berdua juga begitu?" celetuk seorang wanita muda yang berprofesi sebagai jaksa.     
0

Eliza tersenyum penuh kemenangan pada pasangan suami istri yang selalu berusaha menjauhkan dirinya dari Martin. Sindiran itu bukan bertujuan untuk mencemooh Brian dan juga Imelda. Melainkan sebuah bujukan agar mereka berdua memenuhi permintaannya.     

"Hentikan omong kosongmu! Terserah kamu mau tinggal di mana." Brian mulai kehilangan kesabarannya menghadapi anak perempuan dari keluarga Hartanto itu.     

"Terima kasih, Brian. Begitu pekerjaanku selesai, aku akan segera ke rumah kalian." Dengan wajah yang penuh senyuman sumringah, Eliza meninggalkan mereka berdua. Ia harus menyelesaikan beberapa pekerjaan di kantor kejaksaan sebelum menemui kekasihnya.     

Brian dan Imelda hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat betapa keras kepalanya Eliza. Mereka tak menyangka jika wanita itu rela melakukan banyak hal yang mungkin saja bisa berbahaya baginya.     

"Dasar wanita gila!" kesal Brian melihat tingkah konyol dari Eliza.     

"Ayo kita pulang saja, Brian," ajak Imelda pada suaminya. Ia sudah merasa gerah dan juga tak nyaman berada di rumah sakit itu. Apalagi setelah kejadian sangat memalukan yang baru terjadi karena ulah Natasya.     

Pasangan itu akhirnya meninggalkan ruangan itu menuju ke lobby rumah sakit. Kebetulan sekali, seorang sopir sudah menunggu di bawah sana. Mereka pun masuk ke dalam lift untuk segera turun ke lobby.     

Saat pintu itu terbuka, tanpa sengaja Imelda melihat sosok wanita yang sangat dikenalnya. Ia pun berlari pelan mengejar wanita itu.     

"Dokter Laura!" panggil Imelda pada kekasih dari kakaknya, Vincent.     

Mendengar seseorang baru saja memanggilnya, Laura langsung menghentikan langkah dan berbalik badan. Ia tersenyum hangat pada istri dari Brian Prayoga. Dari wajahnya, hidup Laura seolah sudah jauh lebih baik dari pertemuan terakhir di antara mereka berdua. Ia langsung memberikan pelukan hangat pada calon adik iparnya itu.     

"Maafkan aku, Dokter Imelda. Aku sudah banyak merepotkan kalian," sesal Laura pada wanita dalam pelukannya. Ia benar-benar sangat menyesali kebodohannya yang terus menyembunyikan diri. Untung saja, Vincent berhasil membujuknya dan membawanya kembali.     

"Aku merindukanmu, Calon kakak ipar." Selesai mengatakan hal itu, Imelda langsung terkekeh. Ia merasa senang bisa melihat Laura kembali ceria seperti sebelumnya.     

Brian juga ikut bahagia menyaksikan momen mengharukan di antara dua wanita itu. Kepergian Laura sudah berhasil membuat mereka semua panik untuk mencari keberadaannya. Namun sekarang, semuanya sudah lebih lega. Laura sudah berhasil melawan perasaan di dalam dirinya.     

"Bagaimana kalau nanti malam kita makan malam bersama di rumahku? Ajak Kak Vincent juga, sudah beberapa hari terakhir Kak Vincent terus menghindari kami. Seolah ia sangat membenci aku dan juga Imelda." Brian mengatakan hal itu dalam suara yang cukup menyedihkan. Seakan ia telah kehilangan sosok kakak laki-laki baginya.     

Laura tersenyum tipis pada Brian. Ia sangat mengerti alasan suami dari Imelda itu sampai mengatakan hal itu. Faktanya, Vincent sama sekali tak ingin menghindari mereka berdua. Hanya saja ....     

"Vincent juga sangat merindukan kalian berdua, hanya saja ... kekecewaannya terhadap Om Adi sudah tak mampu dikendalikannya. Setiap kali aku membujuknya, Vincent justru memilih untuk pergi," ungkap Laura pada pasangan suami istri yang terlihat begitu mesra dan saling mencintai satu sama lain.     

"Jadi ... Kak Vincent masih menyalahkan Papa. Padahal segala tak sepenuhnya kesalahan Papa. Bagaimana Kak Vincent bisa berpikir seperti itu?" Tiba-tiba saja, rona bahagia yang tadinya menghiasi pertemuan mereka berdua berangsur hilang. Tak ada lagi kebahagiaan yang tersisa di wajah Imelda.     

Dengan tatapan lembut yang penuh perasaan, Laura memandang calon adik iparnya itu. Ia sangat mengerti jika Imelda sangat terluka akan hal itu. Terlebih, Vincent dan juga Adi Prayoga sama-sama menjadi pria yang sangat dicintainya.     

"Tenanglah, Calon adik ipar." Laura mengulas senyuman hangat yang penuh ketulusan. "Vincent hanya butuh waktu saja. Cepat atau lambat, ia pasti bisa menerima Om Adi Prayoga." Laura sedang berusaha untuk menenangkan hati seorang wanita yang menjadi adik dari kekasihnya itu.     

"Jadi ... apakah kalian berdua akan datang untuk makan malam di rumahku?" Brian hanya ingin memastikan apakah pasangan kekasih itu mau menghabiskan waktu malam bersama ia dan istrinya.     

Laura terlihat berpikir sejenak lalu memandang ke arah mereka berdua. Ia terlihat sangat ragu untuk menjawab pertanyaan itu. Apalagi, akhir-akhir ini, Vincent bersikap lebih sensitif dari biasanya.     

"Aku tidak bisa menjanjikan apapun pada kalian. Namun aku akan berusaha untuk membujuk Vincent untuk makan malam bersama di rumah kalian malam ini," balas Laura dalam setiap kata yang penuh dengan keraguan. Ia sama sekali tak bisa memastikan apapun tentang hal itu.     

"Bagaimana kalau kalian coba untuk menghubunginya sendiri? Siapa tahu Vincent akan langsung menerima undangan kalian," imbuh Laura dengan sedikit harapan yang terlihat cukup jelas.     

Pasangan suami istri itu lalu saling memandang satu sama lain. Mengisyaratkan banyak kata yang tak perlu diucapkan. Seolah mata mereka yang berbicara satu sama lain.     

"Di mana Kak Vincent sekarang?" tanya Imelda pada wanita yang sudah cukup lama dikenalnya.     

"Dia bilang akan membeli makanan untuk makan siang kami. Kalian tunggu di sini sebentar, aku akan mengurus beberapa hal penting dulu." Laura langsung berlari menuju ke arah lift. Ia ingin segera menyelesaikan urusannya dan kembali menemui mereka berdua.     

Tak ingin istrinya kelelahan, Brian pun mengajak Imelda untuk duduk di sebuah kursi yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia tak ingin membuat wanita yang dicintainya itu berdiri terlalu lama.     

"Kita bisa menunggu di sini sebentar. Semoga saja Laura tak akan lama," bujuk Brian yang hanya mendapatkan sebuah anggukan kepala sebagai jawaban dari Imelda.     

Baru menunggu beberapa menit, terlihat dari kejauhan Vincent baru saja memasuki lobby rumah sakit. Pria itu berjalan pelan menuju ke sebuah kursi tunggu yang berada di seberang kursi di mana Imelda dan juga Brian duduk.     

"Itu Kak Vincent. Aku akan menemuinya." Imelda langsung bangkit dari tempat duduknya dan bergerak ke arah kursi tunggu di mana kakaknya berada.     

Sayangnya, Vincent sama sekali tak menyadari kehadiran Brian dan Imelda. Ia terlihat sibuk menatap layar ponsel miliknya.     

"Kak!" panggil Imelda pada sosok pria tampan yang sangat dirindukannya itu.     

Mendengar suara adik kesayangannya, Vincent langsung bangkit dari tempat duduk dan menyambut kedatangan adik perempuannya. Sebuah pelukan hangat dan penuh kasih sayang diberikan oleh pria itu pada adiknya.     

"Imelda! Apa kamu baik-baik saja? Mengapa kamu ada di rumah sakit?" Vincent terlihat sangat cemas pada Imelda, ia berpikir jika adiknya itu sedang sakit atau mengalami masalah dengan kehamilannya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.