Bos Mafia Playboy

Sebuah Penolakan Yang Menyakitkan



Sebuah Penolakan Yang Menyakitkan

0Brian bisa melihat dengan sangat jelas, kecemasan Vincent kepada istrinya. Ia memandang pria itu dalam senyuman hangat yang terpancar dari wajahnya. Terlukis dengan sangat indah, kasih sayang seorang Vincent Mahendra kepada adik perempuan kesayangannya.     
0

Hal itu membuat Brian sangat bangga bisa memiliki Vincent sebagai kakak iparnya. Meskipun pria itu terkadang tampak menyebalkan dan sok tak peduli. Padahal jelas-jelas, Vincent sangat menyayangi Imelda ataupun Brian.     

"Aku tidak baik-baik saja, Kak!" ketus Imelda dalam sorotan mata penuh kekesalan. Ia masih saja kesal karena kakak laki-lakinya itu telah mengabaikan dirinya dan sibuk dengan segala urusan yang tak pernah habis.     

"Katakan! Apanya yang sakit?" Vincent membelai lembut kepala Imelda dalam belaian penuh kasih sayang.     

Wanita itu justru mengerucutkan bibirnya dalam tatapan mata yang terlihat sangat manja. Imelda selalu saja bermanja-manja dengan kakak laki-lakinya itu. Apalagi di saat Irene masih hidup, Vincent selalu memanjakan adik perempuan kesayangannya.     

"Istriku pasti sakit hati karena Kak Vincent terus mengabaikannya," terang Brian pada sosok pria yang tiba-tiba merasa sangat bersalah setelah mendengar ucapan adik iparnya.     

"Benarkah itu, Imelda?" Vincent ingin memastikan jika perkataan Brian memang benar adanya. Bukan karena ia tak mempercayai adik iparnya, Vincent ingin mendengarnya langsung dari sang adik kesayangan.     

Seketika itu juga, Imelda seolah baru saja mendapatkan ide cemerlang. Ia berpikir untuk memakai kesempatan untuk untuk membujuk Vincent agar mau makan malam bersamanya.     

"Kak Vincent harus menebus semuanya." Imelda berpura-pura sangat kesal dengan kesedihan yang diperlihatkan secara gamblang. Ia berupaya untuk membuat Vincent merasa bersalah, kemudian pria itu harus menebus kesalahannya itu.     

"Apapun akan kulakukan untukmu, Imelda. Asalkan kamu jangan lagi memperlihatkan wajah sedihmu itu," sahut Vincent tanpa memikirkan apapun. Ia bahkan sama sekali tak mencurigai Imelda. Padahal jelas-jelas wanita itu hanya menunjukkan sebuah respon yang sedikit dilebih-lebihkan.     

Dalam hati, Imelda tertawa penuh kemenangan. Dia tak menyangka jika dirinya bisa dengan mudah membuat Vincent berjanji akan melakukan apapun. Ingin rasanya wanita itu melompat kegirangan karena jawaban itu.     

Di sisi lain, Brian juga terlihat menahan senyumnya. Ia bisa melihat jika istrinya itu telah berhasil mengelabui kakaknya sendiri. Namun hal itu tak jadi masalah bagi Brian. Asal Imelda bahagia, ia juga rela untuk melakukan apapun untuk istrinya.     

"Aku ingin makan bersama Kak Vincent di rumahku nanti malam." Imelda langsung terdiam begitu mengatakan hal itu. Dia pun melirik Brian yang berada hanya beberapa langkah saja darinya.     

Brian hanya tersenyum tipis berada di antara mereka berdua. Ia membiarkan Imelda berbicara dengan kakak laki-lakinya itu.     

"Aku bisa pergi ke manapun yang kamu inginkan, asal bukan ke rumah keluarga Prayoga, Imelda." Secara tegas Vincent menolak keinginan Imelda. Ia bahkan tak memikirkan perasaan adiknya itu saat mendengar penolakan.     

"Jadi ... Kak Vincent menolak permintaanku?" Dengan gerakan sangat cepat, Imelda langsung memalingkan wajahnya lalu menarik Brian untuk segera meninggalkan rumah sakit. Ia tak ingin mendengar apapun lagi dari kakaknya.     

"Tunggu, Imelda!" seru Vincent saat melihat Imelda langsung pergi begitu mendengar penolakannya. Sayangnya, langkah Imelda dan Brian terlalu cepat hingga Vincent tak bisa menyusulnya.     

Ada penyesalan yang sangat mendalam di dalam hati Vincent. Melihat Imelda begitu terluka karena dirinya, ia pun juga ikut terluka. Dengan gerakan kasar, pria itu menarik rambutnya sendiri. Ia menyesali kebodohannya karena tak memikirkan perasaan Imelda. Seolah tak berkekuatan, Vincent pun duduk di sebuah kursi yang berada tak jauh darinya.     

Pria itu menundukkan kepalanya sambil menarik rambutnya tanpa henti. Vincent benar-benar merasa telah menjadi pria bodoh karena telah melukai hati adiknya sendiri.     

"Ada apa, Vincent? Bukankah tadi Brian dan Imelda ada di sini?" Laura ikut cemas melihat kekasihnya yang tampak sedih dan tak baik-baik saja. Dia yakin jika telah terjadi sesuatu di antara adik dan kakak itu.     

Vincent mengangkat kepalanya lalu memandang Laura yang sudah duduk tepat di sebelahnya. Matanya menjadi sangat merah dengan air mata yang tertahan di pelupuk mata. Pria itu benar-benar terlihat sangat menyedihkan.     

"Imelda marah karena aku menolak undangan makan malam di rumah Adi Prayoga. Kamu tahu sendiri alasanku tak bisa menginjakkan kaki di rumah itu." Vincent terlihat begitu emosional saat mengatakan hal itu. Ia masih saja berpikir jika Adi Prayoga lah yang menyebabkan ibunya tiada. Dia selalu berpikir jika Adi Prayoga tak menjalin hubungan dengan ibunya, pasti tidak akan ada nyawa yang harus dikorbankan.     

Laura langsung menyentuh jemari kekasihnya itu lalu menggenggamnya penuh kehangatan. Ia mencoba untuk mengerti Vincent, meskipun perbuatan kekasihnya itu sulit diterima oleh orang lain. Terutama oleh adiknya sendiri, Imelda Mahendra.     

"Tidak bisakah kamu menekan ego di dalam dirimu? Bukan demi aku atau dirimu sendiri, melainkan untuk Imelda. Kamu juga sangat tahu jika Imelda sedikit sensitif setelah kehamilannya. Tidak bisakah kamu menerima permintaan Imelda?" Laura berusaha kera membujuks dengan perkataan yang cukup lembut dan penuh perasaan. Ia tak ingin hubungan kakak beradik hancur gara-gara ego dari Vincent.     

Pria itu hanya terdiam tanpa mengatakan atau menjelaskan apapun pada kekasihnya. Vincent merasa jika semuanya sudah sangat jelas, tak ada yang harus diperjelas lagi. Ia pun bangkit dari kursi lalu memandang wanita yang ada di sebelahnya.     

"Lebih baik kita pergi dari sini," ajak Vincent pada seorang wanita yang membuatnya jatuh hati. Meskipun hubungan mereka belum cukup lama, pasangan itu benar-benar serius dalam menjalani jalinan kisah cinta. Bukan hanya main-main seperti seseorang yang baru pertama jatuh cinta.     

Tanpa menunggu Laura, pria itu langsung bergegas pergi dari kursi ruang tunggu rumah sakit. Vincent berjalan menuju ke tempat di mana mobilnya berada. Belum juga ia sampai di mobilnya. Datanglah seorang wanita yang cukup dikenalnya menghampiri dirinya.     

"Vincent! Tante ingin mengobrol sebentar denganmu," ucap Natasya yang tiba-tiba saja sudah menghampiri Vincent yang kebetulan berjalan lebih dulu.     

"Ada apa, Tante? Aku masih ada keperluan, mungkin lain kali saja." Baru saja Vincent selesai mengatakan hal itu, Laura sudah berada tak jauh dari mereka.     

Ekspresi wajah Natasya langsung berubah drastis. Ia langsung panik melihat kedatangan Laura.     

"Tante akan menghubungimu nanti." Secepat kilat, Natasya langsung pergi meninggalkan Vincent. Seolah ia sengaja tak ingin bertemu dengan Laura.     

Laura pun merasa sedikit aneh dengan tingkah laku Natasya yang tampak mencurigakan. Ia merasa jika wanita itu sedang merencanakan sesuatu yang jahat pada kekasihnya.     

"Untuk apa Tante Natasya menemuimu, Vincent?" tanya Laura sangat penasaran. Ia hanya ingin memastikan jika wanita itu tidak sedang menghasut kekasihnya.     

"Tidak ada yang penting, hanya ingin mengobrol saja," jawab Vincent.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.