Bos Mafia Playboy

Kecantikan Paripurna



Kecantikan Paripurna

0Malam harinya di kediaman keluarga Prayoga, beberapa pelayan sudah mempersiapkan banyak hidangan untuk makan malam mereka. Meskipun Brian dan Imelda masih belum yakin dengan kedatangan Vincent dan Laura, setidaknya akan ada anggota baru di rumah itu.     
0

Brian baru saja selesai mandi, saat Imelda sedang bersiap di depan meja rias. Walaupun bukan makan malam formal, wanita itu sengaja mempersiapkan semuanya dengan sebaik mungkin. Setidaknya akan ada Eliza yang akan menjadi anggota baru di rumah keluarga Prayoga mulai malam itu.     

"Apakah Eliza sudah datang?" tanya Brian dalam langkahnya yang terburu-buru untuk mengambil pakaiannya di dalam lemari.     

"Sepertinya dia sedikit terlambat karena jalanan di pusat kota sedikit macet." Kebetulan sekali, kekasih dari Martin itu baru saja mengirimkan sebuah pesan padanya.     

Imelda bangkit dan berdiri di depan meja rias. Ia merasa jika penampilannya sudah cukup pas untuk makan malam bersama. Wanita itu pun berjalan pelan dalam keanggunan yang ditampilkannya begitu sempurna.     

"Aku akan menemani Martin di depan," pamitnya sebelum benar-benar keluar dari kamar. Imelda langsung pergi ke ruang tengah di mana pria itu duduk sendirian di sana. Ia pun ikut duduk di sebelah Martin sembari menunggu kedatangan yang lainnya.     

Martin yang sejak tadi terus memandangi Imelda mencoba untuk mengendalikan dirinya. Ia benar-benar terpesona pada sosok wanita yang menjadi istri dari Brian Prayoga. Dengan susah payah ia menelan salivanya, kecantikan Imelda benar-benar paripurna.     

"Kamu cantik sekali, Imelda," puji Martin dalam ucapannya yang terdengar sangat tulus. Pria itu masih saja menatap wajah Imelda yang terlihat sangat cantik meskipun dengan riasan tipis saja.     

"Jika kamu memang seorang pria sejati .... Katakanlah hal itu di hadapan Eliza, aku ingin melihat reaksi dari kekasihmu itu." Imelda terkekeh menertawakan wajah kesal Martin yang tiba-tiba saja tampak sangat jelas.     

Tak jauh dari mereka berdua, Eliza sudah berjalan menuju ke ruang tengah. Sayup-sayup ia mendengar namanya baru saja disebutkan oleh Imelda. Ia pun menjadi sangat penasaran dan mempercepat langkahnya.     

"Apa yang sedang kalian bicarakan? Aku dengar saat kalian sedang menyebutkan namaku." Eliza tentunya sangat penasaran pada pembicaraan mereka berdua. Ia pun ikut duduk di antara Martin dan juga Imelda.     

Sang nyonya rumah hanya tersenyum melirik pria di sebelah Eliza. Ia yakin jika Martin tak akan berani mengatakan hal tadi pada kekasihnya. Imelda pun memandang remeh Martin, ia berpikir jika nyali pria itu terlalu ciut.     

"Imelda menantang aku untuk memuji kecantikannya di hadapanmu," cetus Martin tanpa berpikir panjang dan cukup berhasil mengejutkan kedua wanita itu.     

"Dasar!" Imelda menjadi kesal saat pria itu tanpa malu mengatakannya ucapannya menyangkut Eliza.     

Pria itu langsung terkekeh melihat kekesalan Imelda yang tak bisa ditahannya. Martin bahkan melupakan jika dirinya sedang tinggal di rumah bos-nya.     

"Sebenarnya tadi aku hanya mengatakan jika Imelda sangat cantik," ucap Martin pada Eliza. "Namun sepertinya, Imelda bereaksi terlalu berlebihan. Semoga kamu tak cemburu, Eliza," bujuk pria itu pada kekasihnya. Ia yakin jika Eliza bukan seorang wanita yang berpandangan sempit.     

Eliza tentunya tak akan cemburu pada Imelda, ia sudah cukup mengerti hubungan mereka berdua. Tak bisa dipungkiri jika wanita itu terlihat sangat cantik malam itu.     

"Kamu memang sangat cantik, Imelda. Tak salah jika Martin memuji penampilanmu." Sebuah senyuman diperlihatkan oleh Eliza pada wanita yang duduk dengan anggun di sebelahnya. Ia pun harus mengakui kecantikan istri dari Brian Prayoga itu.     

Tak berapa lama, Brian keluar dari kamarnya. Ia langsung mengajak mereka semua untuk langsung menuju ke meja makan. Sebagai tuan rumah, Brian mencoba untuk bersikap sebaik mungkin pada tamu-tamunya itu.     

"Lebih baik kita langsung menyantap hidangan makan malam ini, sebelum berubah menjadi dingin," ajak Brian pada mereka semua. Tanpa ada penolakan, mereka pun langsung menuruti perkataan dari Brian. Hingga satu pasangan lagi tiba-tiba datang ke rumah itu.     

"Selamat malam semua. Maaf, kami sedikit terlambat." Tanpa mereka duga, Vincent dan juga Laura akhirnya datang memenuhi undangan Imelda. Mereka sengaja tak mengabari, untuk memberikan kejutan pada mereka semua.     

Imelda bergegas bangkit dan menyambut kedatangan kakaknya. Wanita itu tampak bahagia dengan kedatangan Vincent dan juga Laura.     

Tanpa membuang waktu, Imelda meminta pasangan itu langsung duduk dan menikmati hidangan makan malam yang sudah tersaji di atas meja. Mereka langsung menikmati makan malam itu sebelum makanannya benar-benar menjadi dingin.     

Selama makan, tak ada pembicaraan apapun yang berarti. Mereka hanya fokus pada lezatnya hidangan yang sudah disiapkan oleh pelayan di rumah itu. Bahkan Vincent terlihat cukup lahap menikmati makanannya.     

"Apa Kak Vincent mau menginap di sini?" tanya Imelda penuh harap. Ia ingin memiliki waktu yang lebih lama bersama kakaknya itu.     

Vincent terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu. Dia sama sekali tak ingin menolak keinginan adiknya itu, hanya saja ... besok pagi ia ada sebuah misi darurat yang melibatkan dirinya.     

"Aku tak berniat untuk menolakmu, Imelda. Besok pagi aku ada misi darurat di pinggiran kota. Kebetulan sore ini tadi baru saja mendapatkan instruksi dari atasanku." Vincent terlihat cukup bingung menjelaskan semuanya. Ia hanya tak ingin membuat adiknya itu kembali kesal terhadap dirinya.     

"Bukankah atasan Kakak Papa ya ... atau Om Jeffrey?" Hanya itu saja yang ada di kepala Imelda. Ia berpikir jika atasan kakaknya itu hanya ayahnya dan juga Jeffrey.     

Vincent langsung bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah adiknya. Ia sengaja memberikan belaian lembut di kepala Imelda. Berusaha untuk menenangkan hati dari seorang wanita yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu.     

"Tentu saja atasanku bukan Papa, apalagi Om Jeffrey. Mereka berdua adalah petinggi dari badan intelijen, sedangkan aku hanya seorang agen batu yang baru saja bergabung." Vincent mencoba menjelaskan dengan sangat pelan dan juga sangat hati-hati. Ia tak ingin Imelda kembali salah paham pada dirinya.     

"Sudahlah, Sayang. Besok lagi kita bisa meminta Kak Vincent menginap di sini. Biarkan Kak Vincent melakukan tugasnya yang mulia," bujuk Brian pada istrinya. Ia tak ingin membebani Vincent atas sikap manja Imelda.     

Imelda akhirnya sedikit mengerti. Meskipun tak menanggapi perkataan Brian, setidaknya ia sudah bisa tersenyum hangat. Tiba-tiba saja, Laura berdiri di sebelah Imelda sembari menatapnya penuh arti.     

"Dokter Imelda! Bisakah kamu mengantar aku ke kamar mandi?" pinta Laura pada sang nyonya rumah.     

"Ayo ikuti aku." Imelda bangkit dari kursi dan melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi.     

Martin dan juga Eliza langsung melemparkan tatapan ke arah Laura. Pasangan itu merasa ada yang tidak beres dari kekasih Vincent. Ada sorot kecurigaan dan juga perasaan cemas atas Imelda.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.