Bos Mafia Playboy

Racun Yang Mematikan



Racun Yang Mematikan

0Eliza langsung meneguk habis segelas air putih di dalam gelas. Hatinya mendadak panas bagaikan terbakar. Suhu udara serasa meningkat drastis baginya, wanita itu benar-benar tak bisa menyembunyikan perasaannya sendiri.     
0

"Tidak bisakah kita mengganti wanita muda itu, Imelda? Rasanya aku tak rela jika Martin harus disentuh oleh wanita lain selain diriku," keluh Eliza pada tenaga medis yang telah direkomendasikan oleh Dennis kepadanya.     

"Jika kamu mau ... langsung saja bilang pada Dokter Dennis. Beliau yang sudah berusaha mencarikan tenaga medis terbaik untuk Martin." Imelda sama sekali tak menerima atau menolak permintaan Eliza. Ia sangat tahu jika mereka berdua adalah seorang terapis terbaik yang ada di rumah sakit keluarganya.     

Martin sudah menduga jika Eliza pasti akan merespon seperti itu. Padahal ia sama sekali tak berniat untuk membuatnya kesal. Mereka berdua adalah tenaga medis yang sangat profesional dan tak main-main dalam pekerjaannya.     

"Tak perlu sampai seperti itu, Eliza. Beberapa kali pertemuan lagi, terapi ini sudah selesai. Lagipula, kakiku sudah bisa bergerak meskipun belum sempurna." Martin mencoba untuk menjelaskan hal itu pada kekasihnya. Ia juga bisa melihat jika Eliza sangat cemburu pada wanita muda itu.     

"Lebih baik aku pergi sekarang. Daripada aku tak bisa menahan diri dan membuat pertumpahan darah di sini." Eliza langsung meninggalkan rumah itu begitu saja. Ia tak tahan untuk berada di sana lebih lama lagi. Hal itu dilakukannya agar ia tak semakin terbakar dalam amarah dan juga kebencian.     

Martin dan Imelda sama sekali tak menghentikannya. Mereka berdua membiarkan Eliza merendam kecemburuan yang terkesan berlebihan bagi mereka.     

Eliza langsung masuk ke dalam mobilnya dan melaju kencang keluar dari gerbang tinggi itu. Dengan kecepatan penuh, wanita itu menerobos jalanan padat menuju ke kantor kejaksaan.     

Di tengah perjalanan, Eliza merasa sangat kelaparan. Ia tadi masih belum sempat menikmati sarapannya karena sudah lebih dulu terbakar kecemburuan. Wanita itu memutuskan untuk membeli beberapa makanan di sebuah restoran yang cukup terkenal dan juga lumayan ramai.     

Setelah memarkirkan mobilnya, ia pun masuk dan langsung memesan beberapa makanan untuk dibawa pulang. Saat sedang menunggu pesanan selesai disiapkan, tanpa sengaja Eliza melihat dua orang yang cukup dikenalnya. Mereka berdua terlihat sedang berbicara sangat serius.     

Eliza pun mencari sebuah tempat duduk yang lebih dekat dengan mereka berdua. Ia merasa ada yang tidak beres dengan pertemuan antara pria dan wanita itu.     

"Jika tak ada hal penting yang ingin Tante bicarakan, aku harus pergi. Masih ada banyak pekerjaan yang harus ku selesaikan," tegas Vincent pada sosok wanita yang selama bertahun-tahun telah menjadi sahabat baik dari ibunya. Ia memenuhi undangan dari Natasya karena mengingat kedekatan mereka yang terjalin sejak lama.     

"Tunggu dulu, Vincent! Tante hanya ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting untukmu." Natasya berusaha untuk menahan Vincent agar mau mendengarkan seluruh ucapannya.     

Di sisi lain, Eliza masih saja duduk tenang tanpa suara agar bisa mendengar percakapan di antara mereka berdua. Ia sangat yakin jika Natasya sedang merencanakan sesuatu yang jahat pada kakak laki-laki dari Imelda itu.     

Vincent yang tadinya akan segera pergi, akhirnya kembali duduk di kursinya. Ia mencoba untuk duduk tenang sembari mendengarkan ucapan wanita yang duduk bersamanya.     

"Apa kamu pernah memikirkan, siapa yang telah membunuh mamamu?" Natasya sengaja memancing Vincent dengan sebuah pertanyaan yang tentunya akan sangat menarik untuknya.     

"Mama tewas dalam kecelakaan. Jika ada yang sengaja membunuh Mama ... itu pasti musuh-musuh Papa," sahut Vincent dalam wajahnya yang terlihat dingin dalam ucapannya yang sangat serius.     

Natasya terdiam sejenak, ia sedang memikirkan sebuah perkataan yang mempengaruhi Vincent. Ia ingin membalaskan dendamnya dengan bantuan tangan Vincent Mahendra. Wanita itu sengaja memanfaatkan kebencian Vincent kepada Adi Prayoga.     

"Kamu salah besar, Vincent. Bukan musuh papamu yang membuat mamamu tewas. Justru orang-orang yang berhubungan dengan Adi Prayoga lah yang menyebabkan kematian Irene." Natasya sengaja menambahkan kebencian di dalam hati Vincent. Ia ingin membuat pria itu terus membenci sosok Adi Prayoga.     

"Maksud Tante, Adi Prayoga lah yang menyebabkan Mama tewas?" Vincent mulai tertarik dengan pembicaraan antara dirinya dan juga sahabat lama ibunya itu.     

Wanita itu tersenyum tipis mendengar respon Vincent yang cukup mengejutkan. Ia tak menyangka jika pria itu begitu mudah dibodohi.     

"Jika Irene tak menjalin hubungan dengan Adi Prayoga, tentunya ia pasti masih bersamamu sekarang. Adi Prayoga lah yang menjadi kesialan di dalam hidupmu Vincent." Natasya benar-benar berusaha keras untuk meracuni pikiran dan juga hati Vincent. Ia tak peduli jika ucapannya itu akan menjadi bumerang bagi dirinya untuk ke depannya.     

"Aku juga berpikir seperti itu, Tante. Namun semua orang berusaha untuk membujuk aku agar melupakan kesalahan dari Adi Prayoga," ungkap Vincent dalam wajah penuh kekecewaan dan juga kesedihan yang cukup dalam.     

Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Vincent, sebegitu mudahnya ia mempercayai ucapan Natasya yang sama sekali belum terbukti kebenarannya. Bahkan sampai saat itu tidak ada yang tahu, siapa yang telah membuat Irene tewas dalam kecelakaan itu?     

"Apakah kamu akan diam saja melihat pria yang menghancurkan mamamu hidup bebas di luar sana?" Natasya kembali meracuni pikiran Vincent. Ia bersumpah akan membalas dendam kepada Adi Prayoga dengan cara yang sangat menyakitkan.     

Vincent masih terdiam dalam pemikirannya. Ia sulit mempercayai semuanya. Namun apa yang dikatakan oleh Natasya terdengar lebih masuk akal baginya. Hal itu membuatnya bingung dan juga sangat dilema dalam mempercayai kebenarannya.     

"Mengapa Tante mengatakan hal itu kepadaku?" Pria itu ingin mendengar alasan Natasya mengatakan hal itu kepadanya. Vincent tak ingin tertipu ataupun terjebak dalam kisah masa lalu keluarganya.     

"Sejak dulu ... Tante sangat menyayangimu. Tidakkah kamu ingat hal itu?" Natasya mencoba untuk mengungkit kenangan masa lalu di antara mereka. Dibandingkan Imelda, Vincent memang jauh lebih dekat dengan Brian ataupun Natasya.     

Kilasan masa lalu tiba-tiba muncul di kepala Vincent. Ia masih ingat dengan jelas saat dirinya dan juga Irene menghabiskan waktu bersama dengan Natasya dan juga Brian. Di masa lalu, hubungan mereka benar-benar sangat indah. Tak sedikit pun ia melupakan kenangan indah bersama dengan ibunya, Irene Mahendra.     

"Aku masih ingat semuanya, Tante." Vincent tersenyum tipis memandang sosok wanita yang sangat dekat dengan ibunya. Ia merasa jika Natasya sedikit mirip dengan ibunya. "Rasanya aku jadi sangat rindu dengan Mama," ucap Vincent dalam wajah sedih.     

Tanpa diduga, Natasya memberikan pelukan hangat pada Vincent. Ia sengaja ingin mengambil hati kakak laki-laki dari Imelda itu.     

"Bayangkan jika Irene yang sedang memeluk hangat dirimu," ucap Natasya lirih tanpa melepaskan pelukan itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.