Bos Mafia Playboy

Tak Bisa Mengelak



Tak Bisa Mengelak

0Davin Mahendra tersenyum penuh arti pada sosok pria yang selama ini membuatnya sangat penasaran. Ia sangat yakin jika Martin dan Marco adalah saudara kandung.     
0

"Aku sangat yakin jika kalian saudara kandung." Pria itu cukup menyakinkan mengatakan hal itu pada Martin. "Kamu boleh menembak kepalaku jika ucapanku salah." Tak tanggung-tanggung, Davin Mahendra langsung melemparkan ucapan itu pada sosok pria yang masih terlihat tidak stabil untuk berdiri.     

Martin hanya bisa tersenyum tipis pada ayah Imelda itu. Dia tak mungkin bisa mengelak apapun lagi pada pria itu.     

"Aku menyerah ... mengelak pun pasti akan percuma. Bisa-bisa aku yang harus menerima tembakan yang memecahkan kepalaku." Martin pun akhirnya ikut duduk bersama dua pria yang sangat berpengaruh di dalam hidupnya itu. Baru pertama kali di dalam hidupnya, ia bisa bertatap muka secara langsung dengan Davin Mahendra.     

Sedangkan Eliza juga ikut duduk bersama ketiga pria itu. Ia ingin membangun hubungan yang erat pada orang-orang yang memiliki hubungan baik dengan kekasihnya.     

"Rasanya sungguh mengagumkan bisa duduk bersama dengan orang-orang hebat di negeri ini." Entah sadar atau tidak, Eliza mengatakan hal itu di hadapan mereka semua. Ucapan itu membuat kekasihnya itu langsung melirik ke arah dirinya.     

"Apa kamu sedang menyindirku, Eliza? Darimana kamu bisa berpikir jika aku hebat?" Martin merasa sedikit kesal dengan ucapan kekasihnya itu. Ia merasa seperti baru saja mendapatkan sebuah sindiran bagi dirinya.     

Adi Prayoga dan juga Davin Mahendra langsung terkekeh melihat pertengkaran antar kekasih itu. Sudah sangat lama mereka berdua tak pernah melihat kemesraan di antara pasangan manapun.     

"Lihatlah pasangan itu, Prayoga. Sungguh mirip denganmu dan juga Irene saat kalian berpacaran dulu." Davin Mahendra mengingat sebuah momen kemesraan antara sahabatnya itu dan juga kekasihnya. Mereka dulu sangat mesra dan saling mencintai satu sama lain. Bahkan ia pernah merasa iri saat melihat Irene dan juga Adi Prayoga bersama.     

Martin dan Eliza langsung menunjukkan wajah malu-malu pada mereka semua. Walaupun mereka tidak menunjukkan kemesraan yang berlebihan, tetap saja pasangan itu memperlihatkan wajah saling mencintai satu sama lain.     

"Jangan meledek kami, Om," protes Eliza sambil senyum-senyum penuh arti. Wanita itu masih menunduk malu saat dua pria itu melihat ke wajahnya. Eliza tak bisa menutupi perasaannya sendiri.     

"Siapa yang meledekmu, Eliza? Aku hanya meledek sahabat dekatku ini." Davin Mahendra menepuk bahu pria di sebelahnya itu lalu mengulas senyuman tipis pada Adi Prayoga.     

Adi Prayoga bangkit dari tempat duduknya, saat melihat beberapa anak buahnya datang menghampirinya. Mereka langsung mendekat ke tempat di mana bos-nya berada.     

"Ada kabar buruk, Bos," ucap salah seorang anak buah dari Adi Prayoga. Pria itu terlihat sangat panik saat mendatangi seseorang yang sangat dihormatinya itu.     

"Apa yang terjadi?" Tanpa basa-basi, Adi Prayoga langsung menanyakan hal itu pada anak buahnya. Dia yakin jika ada hal buruk yang baru saja terjadi.     

Anak buah Adi Prayoga itu mendekat ke arahnya lalu menunjukkan sebuah rekaman video pada bos-nya.     

"Tiba-tiba, ada seseorang yang tak dikenal datang dan merusak gerbang rumah di kediaman utama. Saat kami mengejarnya, mereka semua hanya beberapa orang preman jalanan yang sengaja dibayar oleh seseorang. Sayangnya mereka kabur sebelum mengatakan siapa yang membayar mereka," jelas pria itu dengan panjang lebar. Tak ada hal baik yang terjadi di sekitar bos-nya. Semua anak buah Adi Prayoga merasa sangat prihatin dengan beberapa insiden yang telah menimpa bos-nya.     

"Tak perlu diselidiki! Aku sudah tahu siapa pelakunya," sahut Adi Prayoga tanpa menunjukkan wajah terkejut atau kesal atas hal itu. Seolah ia sudah menyiapkan hati untuk menerima segala kabar yang lebih buruk.     

Seketika itu juga, Adi Prayoga seolah telah kehilangan kata-katanya. Ia tak tahu harus mengatakan apa pada mereka semua. Seolah tanpa beban, ia pun kembali duduk tak jauh dari Davin Mahendra. Ia tak peduli jika hal buruk harus terjadi di dalam kehidupannya.     

"Sepertinya kamu sudah sangat siap mendengar hal itu," ledek Davin Mahendra pada sahabatnya. Ia bisa melihat jika pria di dekatnya itu seolah sudah tak peduli dengan yang akan dilakukan oleh Natasya.     

"Asal bukan Imelda dan Brian saja yang menjadi sasaran kemarahan Natasya. Bagaimana dengan Vincent? Apakah Natasya tak melakukan apapun pada anak laki-lakimu itu?" Adi Prayoga hanya penasaran akan hal itu.     

Eliza langsung merasa sangat tertarik dengan pokok pembicaraan itu. Jelas-jelas ia tahu jika Natasya sengaja mendekati kakak laki-laki dari Imelda Mahendra.     

"Kemarin aku melihat Tante Natasya berbicara dengan Vincent di sebuah restoran. Sepertinya, ia terlihat cukup dekat dengan kakak Imelda itu," sahut Eliza sedikit ragu. Ia takut jika dirinya salah berucap tentang hal itu.     

"Apa kamu mendengar pembicaraan mereka, Eliza?" tanya Adi Prayoga pada anak perempuan dari Rizal Hartanto itu.     

Wanita itu justru menatap kekasihnya sebelum menjawab pertanyaan itu. Jelas-jelas ia tahu apa yang sedang mereka bicarakan di restoran itu     

"Sebenarnya aku sempat merekam pembicaraan mereka, Om. Hanya saja, papaku mendengar rekaman itu dan langsung merebut ponselku. Rasanya aku sangat menyesal tak bisa menyelamatkan rekaman itu." Eliza benar-benar menunjukkan wajah penyesalannya. Ia menyesal tak bisa memberikan rekaman itu pada mereka.     

"Sebenarnya ... apa yang sedang dibicarakan oleh Rizal Hartanto? Apa pria bodoh itu ingin melindungi penjahat seperti Natasya?" Davin Mahendra mendadak kesal mendengar apa yang baru saja diceritakan oleh Eliza. Ia tak menyangka jika seorang hakim senior seperti Rizal Hartanto justru terlibat dengan penjahat kelas kakap seperti Natasya.     

Eliza langsung menunjukkan wajah sedih yang sulit untuk diungkapkan. Ia sangat prihatin dengan perbuatan ayahnya yang seolah sedang menutupi kejahatan dari mantan istri Adi Prayoga.     

"Maaf, Om. Tak seharusnya Papa terlibat dengan Tante Natasya. Sebisa mungkin aku akan membantu untuk memperbaiki semuanya," ucap Eliza pada dua pria yang sejak tadi terus memperhatikan dirinya.     

"Apa yang akan kamu lakukan, Eliza?" Kali ini Martin yang bertanya pada kekasihnya. Sejujurnya, pria itu tak ingin melibatkan Eliza dalam rumitnya hubungan antara dua keluarga itu. Apalagi, segalanya jauh lebih berbahaya dari yang terpikirkan.     

Eliza berpikir sejenak, ia juga takut jika ucapannya tak tepat. Ia terlihat sangat ragu untuk menjawab pertanyaan dari kekasihnya itu.     

"Aku juga masih belum yakin. Namun, aku benar-benar ingin membantu kalian semua untuk menghukum Tante Natasya seberat mungkin. Aku yakin jika Tante Natasya tak mungkin bisa berhenti sebelum menerima hukumannya," ujar Eliza pada mereka semua.     

"Sebenarnya .... Akan tak baik jika kamu terlibat dalam rumitnya hubungan ini," sahut Adi Prayoga. Ia tak ingin jika Eliza ikut terseret dalam kemelut keluarganya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.