Bos Mafia Playboy

Jangan Menuduh Sembarangan!



Jangan Menuduh Sembarangan!

0Sebuah pertanyaan yang cukup mengejutkan bagi Martin baru saja terlontar dari mulut seorang Eliza Hartanto. Seolah wanita itu sama sekali tak memikirkan apa yang akan dikatakannya terlebih dulu.     
0

"Kenapa harus bertunangan, jika aku sudah siap untuk menikahimu begitu semua terungkap?" Martin cukup serius mengatakan hal itu, ia sama sekali tak ada niat untuk bermain-main dengan kekasihnya itu.     

Eliza masih mencoba untuk mengartikan perkataan dari Martin. Dengan pelan dan juga hati-hati, ia berusaha untuk mengartikan setiap kata yang diucapkannya.     

"Jika memang seperti itu, aku akan pulang untuk menemui Papa. Sepertinya, seorang Rizal Hartanto pasti memiliki petunjuk tentang insiden beberapa tahun itu." Eliza lalu berjalan menuju ke arah pintu. Tiba-tiba ia sangat bersemangat untuk mencari sebuah kebenaran dari masa lalunya.     

"Aku akan mengantarmu." Martin bergegas mengejar kekasihnya sembari berusaha menghubungi seseorang dengan ponselnya.     

Begitu sampai di lobby apartemen, sebuah mobil sudah menunggu kedatangan mereka berdua. Martin dan juga Eliza langsung masuk ke dalam dan bersiap membawa wanita itu untuk pulang ke rumahnya.     

"Kediaman Rizal Hartanto," ucap Martin pada seorang pria yang membawa mobil itu.     

"Baik, Bos." Sang sopir menjawab dengan suara tegas yang cukup ramah. Seakan pria itu sangat menghormati sosok pria yang sedang duduk di sebelah Eliza Hartanto.     

Mobil melaju dengan kecepatan yang cukup kencang. Sudah jadi kebiasaan Martin, jika dirinya sangat tak nyaman dengan laju mobil yang terlalu pelan. Karena hal itu, pengemudi pun juga melakukan hal yang sama saat Martin bersama kekasihnya.     

Tak berapa lama, mereka pun telah sampai di sebuah rumah megah dua lantai yang terlihat cukup besar dan pastinya sangat mahal. Rumah keluarga Hartanto berada di pusat kota dan menghadap ke jalan protokol. Hal itu tentunya membuat rumah itu bernilai tak main-main.     

"Rasanya sangat cepat sampai. Apakah kamu mau masuk ke dalam, Martin?" Eliza memperlihatkan wajah yang penuh harap, seolah ia menginginkan kehadiran Martin di rumahnya.     

"Sepertinya aku harus langsung kembali, Eliza. Sejujurnya, kakiku sudah terasa sakit sejak tadi. Dan obatnya ada di rumah Brian. Aku harus segera ke sana sebelum kondisinya memburuk." Dalam sekali gerakan saja, Martin telah berhasil mendaratkan sebuah kecupan mesra di kening Eliza. Ia terlihat begitu tulus dan juga penuh cinta melakukan hal itu.     

Wanita langsung kehilangan kata-katanya. Eliza cukup tersentuh pada kecupan manja dan juga sangat mesra dari kekasihnya. Baru pertama kalinya Martin memberikan sebuah kecupan selamat tinggal untuknya.     

"Aku akan menemuimu begitu menyelesaikan pekerjaanku," ujar Eliza pada sosok pria yang tiba-tiba keluar untuk membukakan pintu bagi kekasihnya.     

"Aku akan menunggumu," sahut Martin bersamaan dengan sebuah senyuman yang tampak begitu tulus.     

Eliza sempat melambaikan tangannya sebelum benar-benar masuk ke dalam sebuah rumah berpagar tinggi itu. Begitu Eliza sudah menghilang dari pandangannya, Martin segera meninggalkan depan rumah itu.     

Di dalam rumahnya, Eliza melihat sekeliling. Ia tak menemukan ayahnya di mana pun. Wanita itu lalu memeriksa ruang kerja ayahnya.     

"Di mana Papa, Bik?" tanya Eliza pada seorang pelayan yang kebetulan melewatinya.     

Pelayan itu langsung berhenti dan berdiri hadapan anak dari majikannya.     

"Tuan telah pergi bersama Nyonya Natasya sejak sore," jawab pelayan itu dengan cukup sopan.     

Tanpa mengatakan apapun, Eliza langsung masuk ke dalam ruang kerja Rizal Hartanto. Ia mulai membuka beberapa file di komputer ayahnya. Eliza sedang berusaha untuk menemukan sebuah petunjuk tentang kematian dari Irene Mahendra.     

Setelah mengacak-acak seluruh isi komputer milik Rizal Hartanto, wanita itu sama sekali tak menemukan petunjuk apapun tentang Irene Mahendra. Eliza pun mulai membuka berkas yang sedang dicurigainya.     

Saat Eliza berusaha untuk mencari sebuah buku catatan di lemari brankas, tiba-tiba saja ....     

"Apa yang kamu lakukan, Eliza?" Tanpa diduga Rizal Hartanto sudah kembali. Pria itu melemparkan tatapan tajam yang penuh pertanyaan pada anak perempuannya itu.     

"Papa!" Eliza meletakkan semua berkas di tangannya lalu kembali menutup pintu lemari itu.     

Rizal Hartanto sengaja memperhatikan seorang wanita yang tampak mencurigakan baginya. Ia bisa melihat jika Eliza sedang mencari sesuatu yang sepertinya sangat penting baginya.     

"Apa Papa bisa membantumu untuk mencari sesuatu di ruangan ini?" sindir pria tua itu pada anaknya sendiri. Ia telah melupakan status Eliza sebagai anak perempuan satu-satunya.     

"Tak perlu menyindir aku, Pa. Sejujurnya aku memang sedang mencari sesuatu yang penting. Sayangnya, dokumen itu seolah tak berada di sini." Eliza sebenarnya bermaksud untuk meninggalkan ruangan itu.     

Namun tiba-tiba saja, Rizal Hartanto menghentikan Eliza untuk keluar dari sana. Bahkan pria itu sengaja menggenggam tangan dari anak perempuannya.     

"Katakan saja pada Papa. Apa yang bisa kubantu," ujar Rizal Hartanto pada anaknya.     

Eliza seolah baru saja mendapatkan kesempatan emas. Ia akan menggunakan kesempatan itu dengan sebaik mungkin agar tak ada penyesalan atas penawaran yang diberikan oleh ayahnya.     

"Apa Papa memiliki rincian kejadian insiden kecelakaan Irene Mahendra?" Sebuah pertanyaan yang cukup mengejutkan bagi Rizal Hartanto. Ia tak menyangka akan datang ke sana dengan pertanyaan itu.     

"Papa tak tahu apa-apa dengan kejadian beberapa tahun silam. Kalian juga tahu jika aku sama sekali tak memiliki hubungan dengan hal itu," jelas Rizal Hartanto pada anaknya itu. Ia sama sekali tak berniat untuk membohongi anaknya. Pada kenyataannya, ia juga sama sekali tak mengetahui apapun yang terjadi dalam rumah tangga keluarga Mahendra dan juga Prayoga.     

Eliza sama sekali tak percaya dengan jawaban ayahnya. Ia merasa jika Rizal Hartanto sengaja ingin menutupi sesuatu di dalam dirinya.     

"Jangan bilang Papa sedang menyembunyikan sesuatu dariku!" kesal Eliza pada seorang pria yang berstatus sebagai ayah kandungnya itu.     

"Apa maksudmu, Eliza? Jangan menuduh sembarangan pada Papa, Eliza!" balas Rizal Hartanto dalam wajahnya yang mulai panik dan juga tidak tenang.     

Dengan perasaan yang semakin penasaran, Eliza memandang wajah anaknya itu. Ia sangat mengerti dengan keinginan dari anak perempuannya. Namun Rizal Hartanto sama sekali tak bisa mengatakan apapun pada anaknya.     

"Apakah Papa juga mengetahui keterlibatan Tante Natasya dalam insiden kecelakaan itu?" lontar Eliza pada seorang pria yang tak lain ayahnya sendiri. Ia sama sekali tak berpikir jika hal itu akan membuat Rizal Hartanto menjadi sangat murka.     

"Jangan mengatakan tuduhan palsu pada Natasya! Jelas-jelas jika dia sama sekali tak terlibat dalam insiden kecelakaan itu." Rizal Hartanto dengan suara keras menolak tuduhan dari anaknya. Ia tak pernah berpikir jika kekasihnya itu terlibat dalam insiden maut beberapa tahun silam.     

Dari setiap ucapan ayahnya, Eliza bisa melihat jika ayahnya sama sekali tak mengetahui hal itu. Namun ia tak cukup puas atas jawaban itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.