Bos Mafia Playboy

Sentuh Aku, Martin!



Sentuh Aku, Martin!

0Serasa kupingnya langsung panas, Martin buru-buru membawa Eliza masuk ke dalam mobil. Ia pun meminta mereka untuk mengantarkan ke sebuah apartemen.     
0

Tak berapa lama, sampailah di sebuah gedung pencakar langit yang berada di pusat kota. Martin memapah Eliza menuju ke sebuah lift yang berada di sebelah lobby apartemen itu. Ia sengaja membawa Eliza ke apartemen milik Marco. Bukan tanpa alasan, selain lebih dekat dari kediaman Adi Prayoga keadaan tempat tinggal Marco pasti lebih bersih karena selalu ditinggali. Tidak seperti sebuah rumah milik Martin yang jarang didatangi.     

Saat akan membuka pintu, tiba-tiba saja pintunya lebih dulu terbuka. Terlihat Marco sudah bersiap untuk meninggalkan apartemen miliknya.     

"Kak!" seru Marco dalam wajah keterkejutan yang tak bisa ditutupinya. Ia membulatkan mata saat melihat saudara laki-lakinya bersama seorang wanita yang cukup familiar untuknya.     

"Mengapa selalu membawa kekasihmu dalam kondisi mabuk setiap kali datang ke apartemenku?" Marco cukup penasaran dengan alasan kakaknya selalu membawa wanita itu saat mabuk.     

Martin langsung mendorong adiknya hingga hampir terjengkang lalu membawa masuk kekasihnya itu.     

"Tidak bisakah kamu menutup mulutmu itu?" kesal Martin atas pertanyaan Marco yang terdengar sangat menyebalkan baginya. Ia paling tidak suka jika ada orang yang bertanya-tanya tentang privasinya. Sekalipun itu adiknya sendiri.     

Tak sedikit pun merasa marah atau tersinggung, Marco justru terkekeh atas nada protes yang dilontarkan oleh saudara laki-lakinya. Ia sangat mengenal kakak laki-lakinya itu. Sejak mereka masih remaja, Martin memang terkesan tertutup dari siapapun. Termasuk pada adik laki-laki yang menjadi satu-satunya keluarga baginya.     

"Sepertinya Kak Martin sudah tidak sabar untuk bersenang-senang dengan jaksa cantik itu," goda Marco sembari berdiri di depan pintu kamar di mana Martin sedang menidurkan kekasihnya.     

"Dasar, Adik kurang ajar!" kesal Martin sambil melemparkan sebuah bantal ke arah adiknya itu.     

Hal itu justru membuat Marco kembali terkekeh geli melihat kekesalan kakaknya. Ia pun beranjak pergi dan membiarkan Martin menikmati waktunya bersama sang kekasih.     

"Nikmati waktu kalian! Aku akan berangkat sekarang," teriak Marco sebelum berhasil menutup pintu apartemen miliknya. Pria muda itu meninggalkan apartemennya dengan wajah berbinar karena ulah konyol dari saudara laki-lakinya.     

Di dalam kamarnya, Martin mulai melepaskan sepatu Eliza. Wanita itu masih saja merancau dengan umpatan kekesalan kepada Martin. Sepertinya ia masih sangat kesal pada ucapan pria itu sebelumnya.     

"Tinggalkan aku, Martin! Jangan sentuh aku!" Begitulah nada protes yang diucapkan oleh Eliza pada pria yang beberapa waktu lalu menjadi kekasihnya. Padahal wanita itu sudah cukup mabuk karena minuman yang hampir dihabiskannya saat berada di rumah Adi Prayoga.     

Tanpa menjawab kekesalan Eliza, Martin melepaskan blazer hitam yang masih melekat di tubuh kekasihnya. Wanita itu terlihat sangat gerah dan tidak nyaman dengan pakaian yang melekat di tubuhnya.     

"Martin!" seru Eliza sembari menutup mulutnya dengan kedua jemari tangannya.     

"Ada apa, Eliza?" tanya pria yang terlihat sangat bingung melihat kekasihnya mulai gerah dan juga gelisah.     

Wanita itu berusaha untuk bangun dan juga bangkit dari ranjang. Namun belum juga benar-benar bangkit, Eliza sudah memuntahkan isi perutnya hingga mengotori pakaiannya. Ia pun tersungkur ke tempat itu juga. Wajahnya terlihat sangat pucat dan tak bertenaga.     

"Apa kamu baik-baik saja?" Martin cukup panik dan langsung membantu Eliza untuk bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi. Ia pun mendudukkan kekasihnya itu di dalam kamar mandi lalu memikirkan sebuah solusi untuk membantunya membersihkan diri.     

"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Martin saat melihat kondisi pakaian Eliza yang sudah basah dan sangat kotor.     

Ia pun memberanikan dirinya untuk melepaskan pakaian kotor Eliza dan membersihkan tubuh kekasihnya itu dengan handuk basah. Tanpa sadar, tangan Martin bergetar hebat saat jemari tangannya menyentuh tubuh Eliza yang terpampang cukup jelas di hadapannya.     

Ada sebuah perasaan yang seolah meledak di dalam dirinya. Sekuat tenaga, Martin berusaha untuk mengendalikan dirinya sendiri. Dadanya mendadak sangat panas dan serasa akan meledak saat ia berhasil melepaskan rok selutut yang dipakai oleh Eliza.     

"Sial! Rasanya aku sudah seperti pria mesum saja," gerutu Martin saat menyadari dirinya bereaksi atas tubuh Eliza yang setengah polos yang terlukis begitu indah di pelupuk matanya. Ia pun mengambil handuk kering lalu mengangkat wanita itu kembali masuk ke dalam kamarnya.     

Martin kemudian membaringkan Eliza yang masih saja tak membuka matanya. Ia pun kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci seluruh pakaian kotor milik kekasihnya.     

Sebenarnya, Martin sengaja menyibukkan dirinya karena ia tak bisa menahan diri saat melihat kemolekan tubuh kekasihnya. Rasanya ia sangat frustrasi akan dirinya sendiri. Pria itu tak menyangka jika dirinya bisa sangat tergoda dengan tubuh Eliza. Padahal selama ini, Martin sama sekali tak bereaksi pada setiap wanita yang sengaja menggodanya.     

Saat Martin sedang mengeringkan pakaian Eliza ... tanpa di duga, seseorang datang dan memberikan sebuah pelukan erat dari belakang.     

Martin cukup terkejut dengan sebuah sentuhan lembut yang langsung menggetarkan hatinya. Ia sangat yakin jika pelukan hangat itu adalah dari tubuh Eliza.     

Pria itu bisa merasakan, sesuatu yang sangat mengganjal di punggungnya. Tiba-tiba saja, tubuh Martin merasakan rasa panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia pun meletakkan pakaian setengah basah milik Eliza lalu membalikkan badannya.     

"Apa yang sedang kamu lakukan, Eliza?" Sebuah pertanyaan bodoh baru saja keluar dari mulut Martin. Ia tak berpikir sebelum menanyakan hal itu.     

"Apa kamu sama sekali tak tertarik dengan tubuhku ini, Martin?" tanya Eliza sembari mempertontonkan lekuk tubuhnya yang cukup menggoda kepada pria itu. Entah sadar atau tidak, Eliza justru menanggalkan penutup terakhir dari tubuhnya.     

Bahkan tanpa rasa malu, ia melemparkan pakaian dalamnya ke sembarang arah. Eliza memandang Martin dalam tatapan mata yang sedikit meredup. Seolah ia sedang memohon sesuatu pada kekasihnya itu.     

Tanpa membuang waktu, Martin menyambar sebuah handuk dan langsung menutupi tubuh polos milik kekasihnya. Ia pun langsung mengangkat wanita itu dan membawanya ke atas ranjang. Tak bisa dipungkiri, Martin sudah sangat tergoda pada wanita cantik itu. Ia pun mulai mendaratkan ciuman hangat yang cukup dalam pada seorang jaksa muda itu.     

Ingin rasanya Martin melupakan segalanya dan langsung menerkam wanita yang sudah sangat pasrah pada dirinya itu. Bahkan Eliza mampu tersenyum tipis saat Martin mulai menyentuh dirinya. Ada perasaan yang cukup mendebarkan di dalam dadanya.     

Eliza menarik tangan Martin yang terlalu fokus membelai kepalanya. Kemudian meletakkan tangan Martin di atas dadanya.     

"Sentuh aku, Martin. Aku sudah sangat merindukan sentuhanmu." Sebuah ucapan yang sangat memohon baru saja terucap dari mulut Eliza. Ia sudah melupakan tentang harga dirinya, tak peduli dengan pandangan apapun.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.