Bos Mafia Playboy

Sebuah Pertunangan



Sebuah Pertunangan

0Martin cukup terkejut dengan permintaan Eliza akan dirinya. Ia sempat bingung untuk menanggapi ucapan dari kekasihnya itu. Namun setelah terdiam untuk beberapa saat, ia pun memandang wanita yang terlihat sangat memohon pada dirinya itu.     
0

"Tidak sekarang, Sayang. Bukankah kita sudah sepakat untuk tak melakukannya sekarang," bisik Martin di dekat telinga Eliza.     

Meskipun wanita itu terlihat kecewa, ia bisa ingat cukup jelas kesepakatan di antara kekasih itu. Eliza mencoba sebuah keputusan yang sudah mereka sepakati sebelumnya. Ia pun memiringkan tubuhnya agar tak berhadapan langsung dengan Martin. Eliza tak ingin memperlihatkan kesedihan dan juga kekecewaannya kepada sang kekasih.     

"Maafkan aku, Eliza. Aku tak bisa menjadi seorang kekasih seperti yang kamu inginkan." Sebuah pelukan hangat sengaja diberikan oleh Martin pada kekasihnya. Ia bisa merasakan segala kegelisahan hati Eliza akan segalanya.     

Entah mengapa, begitu mendengar ungkapan maaf dari Martin ... Eliza langsung meneteskan air matanya. Walaupun sekuat hati ia menahannya, wanita itu tetap saja tak mampu untuk membendung butiran salju yang mulai kembali mencair.     

Dalam posisi itu, Eliza mulai tertidur di pelukan kekasihnya. Ia merasakan sebuah perasaan aman dan juga nyaman di dalam dekapan hangat Martin. Pasangan itu akhirnya terbuai dalam buaian mimpi yang menyapanya.     

Baru sebentar saja pasangan itu memejamkan matanya, hari sudah mulai gelap. Kilauan cahaya malam terlihat samar-samar dari jendela kamar itu. Eliza langsung sadar jika hari mulai malam. Ia pun bangkit lalu mencari sebuah pakaian di dalam sebuah lemari yang berada di sebelah ranjang.     

Dalam sekejap saja, sebuah kaos tipis warna putih polos sudah melekat di tubuhnya. Eliza berjalan pelan mencari sakelar lampu kamar itu. Ia tak ingin jika seluruh rumah begitu gelap dan tampak menakutkan baginya.     

"Martin! Di mana sakelar lampunya?" tanya Eliza pada seorang pria yang masih terlelap dalam buaian mimpi.     

Mendengar suara Eliza yang cukup terngiang di telinganya,artin langsung membuka mata dan mendapati wanita itu berada di dekatnya.     

Martin langsung bangkit dan bergerak ke arah sakelar lampu. Begitu lampu menyala, terlihat Eliza yang masih berdiri tak jauh dari ruangan itu. Ia bisa melihat jika Eliza baru saja memakai pakaiannya. Terlihat sangat bersemangat karena juga cukup cocok di tubuhnya.     

"Sebentar lagi sudah jam makan malam. Aku akan membuat hidangan makan malam untuk kita." Martin pun berjalan ke dapur untuk memasak makanan sederhana yang bisa disiapkannya untuk mereka berdua.     

Hingga tak berapa lama, Martin sudah membawa sepiring nasi goreng spesial untuk kekasihnya itu. Ia sengaja menyiapkan makanan itu untuk sanga kekasih.     

"Bukalah mulutmu! Aku akan membantumu untuk menyuapi makanan ini." Begitulah ucapan lembut Martin atas wanita yang sejak tadi terus memandangi wajahnya. Seolah tak pernah bosan, Eliza terus saja menatap wajah tampan kekasihnya itu.     

"Maaf telah merepotkan kamu, Martin," ucap Eliza sebelum mulai membuka mulutnya dan melahap makanan di atas piring itu. Wanita itu terlihat sangat menikmati makanan yang sudah di hidangkan oleh Martin.     

Martin hanya tersenyum penuh arti pada wanita yang tadinya hanya diam saja tanpa mengatakan apapun pada dirinya. Tak ada yang banyak dilakukan oleh mereka berdua. Terlebih ketegangan di antara mereka telah membangun jarak di antara ikatan kekasih itu.     

"Aku akan memeriksa, apakah pakaianmu sudah kering." Martin melangkahkan kakinya ke sebuah ruangan di mana pakaian Eliza telah berhasil dibersihkan dan juga dicuci oleh pria itu. Ia pun memberikan lipatan pakaian bersih milik kekasihnya itu.     

"Aku sudah membersihkannya. Kamu bisa menggantikan pakaianmu lalu aku bisa mengantarmu untuk segera pulang," ucap Martin tanpa memikirkan jika mereka tadi diantarkan oleh supir. Tentu saja supir itu akan kembali ke kediaman Adi Prayoga.     

"Terima kasih, Martin," ucap Eliza tulus pada pria yang berstatus sebagai kekasihnya. Tanpa berpindah dari posisinya, wanita itu mulai melepaskan pakaian Martin yang melekat di tubuhnya. Ia pun langsung memakai pakaian bersih miliknya yang sudah disiapkan untuk Martin.     

Begitu selesai berpakaian, Eliza berdiri di hadapan Martin dalam sebuah tatapan tajam yang penuh arti. Ia tak rela jika harus kembali berpisah dari kekasihnya itu.     

"Apa yang sedang kamu pikirkan, Eliza?" Martin sangat penasaran dengan sesuatu hal yang cukup mengusik hati kekasihnya.     

"Aku ingin tinggal denganmu malam ini." Eliza kembali mengungkapkan sebuah permintaan khusus pada kekasihnya itu. Ia ingin menghabiskan malam bersama dengan Martin. Meskipun, mereka berdua sama sekali tak melakukan sesuatu yang di luar batas dalam sebuah hubungan.     

Martin terdiam sejenak, bukan ingin menolak permintaan Eliza. Hanya saja, ia harus membiarkan wanita itu terus melanjutkan kehidupannya. Apalagi, Eliza juga harus bekerja sebagai seorang jaksa muda.     

"Khusus malam ini saja. Kuharap malam selanjutnya, kamu juga bisa fokus dengan pekerjaanmu selain juga fokus padaku," balas Martin dalam tutur kata lembut dan juga penuh perasaan. Ia tak mungkin mengeluhkan apapun pada kekasihnya.     

"Baiklah, Martin," sahut Eliza pada seorang pria yang sangat dicintainya     

Dari sudut manapun ia memandang, wanita itu tetap saja sangat mencintai orang kepercayaan dari Adi Prayoga itu.     

Rasanya cukup berat bagi Eliza jika malam itu adalah malam terakhir untuk dirinya menghabiskan malam dengan kekasihnya.     

"Bolehkah aku tetap mengunjungimu jika selesai dari kantor?" Dengan harapan yang sangat besar, Eliza berharap jika Martin tak lagi menolak keinginannya. Ia ingin tetap bertemu dengan kekasihnya itu setiap hari.     

"Tentu saja. Kamu berhak untuk menemuiku setiap hari, Eliza. Kamu adalah satu-satunya wanita yang menjadi kekasihku." Sebuah jawaban pelan yang cukup berarti bagi Eliza. Akhirnya Martin sudah menyatakan jika Eliza adalah satu-satunya kekasihnya.     

Rasanya seperti baru saja mendapatkan segala kebahagiaan di dalam hidupnya. Eliza merasa sangat bahagia saat mendengar Martin mengatakan hal itu. Eliza langsung melemparkan pelukan pada pria itu. Ia sudah tak mampu menahan kebahagiaan di dalam hidupnya itu.     

"Aku mencintaimu, Martin. Tak peduli kamu mencintaiku atau tidak." Eliza rasanya sudah tak peduli lagi dengan jawaban dari kekasihnya itu. Sebuah pengakuan sederhana dari Martin saja sudah membuatnya sangat bahagia atas status barunya itu.     

"Aku juga mencintaimu, Eliza. Tak peduli kamu percaya atau tidak," ungkap Martin dalam perasaan tulus yang tersimpan di dalam hatinya. Ia sudah tak mau lagi membohongi dirinya lagi. Sekali ia cinta, pasti akan tetap mencintai kekasihnya itu.     

Rasanya malam itu menjadi malam paling membahagiakan bagi pasangan kekasih itu. Mereka berdua sudah saling mengungkapkan perasaan satu sama lain. Tak peduli berapa banyak rintangan yang akan menghalangi langkah mereka. Setidaknya sekali cinta akan tetap cinta.     

"Bagaimana jika kita bertunangan terlebih dulu?" usul Eliza atas dirinya. Meskipun ia tak yakin apakah Martin mau menerima hal itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.