Bos Mafia Playboy

Lebih Baik Kalian Keluar!



Lebih Baik Kalian Keluar!

0Imelda hanya bisa menahan tawa mendengar pertanyaan Martin. Ia sangat yakin jika pria itu sama sekali tak mengetahui keberadaan Brian. Ia pun sengaja menggeser posisi berdirinya, agar sosok sahabat kakaknya itu bisa melihat suaminya.     
0

"Lihatlah itu, Martin!" Sebuah seruan dari Imelda langsung membuat Martin memandang ke arah yang ditunjuk oleh dokter itu.     

Sontak saja, Martin langsung membulatkan mata saat melihat Brian yang rela tidur di sebuah ranjang kecil. Ia tak percaya jika anak dari bos-nya itu mau berbaring di sana.     

"Benarkah itu Brian Prayoga? Bagaimana pria playboy itu bisa tidur di tempat sekecil itu?" Martin masih saja tak mempercayai apa yang sedang dilihatnya itu. Selama ini ia tak pernah melihat Brian hidup dengan kondisi yang menyedihkan seperti itu.     

"Mungkin Brian terlalu mencintaimu, Martin. Dia sendiri yang mengusulkan untuk menemanimu tidur di sini." Imelda mengatakan hal itu sembari mengulum senyuman pada sahabat kakak kesayangannya itu. Ia bisa melihat keterkejutan Martin akan hal itu.     

Mendengar suara berisik yang terdengar cukup mengganggunya, Brian pun bangkit dan melihat Martin dan Imelda sedang berbincang. Ia pun bergerak ke arah istrinya dan ikut memandang pria itu masih duduk di ranjang itu.     

"Aku terlalu mencintai istriku hingga aku rela tidur di kamarmu ini," sinis Brian bersamaan dengan sebuah kecupan di kening wanita hamil yang hanya mengulum senyuman atas ucapannya.     

"Aku rela jika kamu juga mencintaiku, Brian," celetuk Martin tanpa rasa berdosa sedikit pun. Ia sengaja ingin membuat pria itu kesal karena ucapannya yang mungkin saja terdengar sangat vulgar bagi Brian.     

Seketika itu juga Brian mendekati Martin dan memukul bahunya. Rasanya darah di dalam dirinya baru saja mendidih.     

"Dasar! Tak sudi aku mencintaimu, Martin!" Brian melontarkan sebuah ucapan yang membuat Martin terkekeh melihat tatapan jijik Brian kepadanya. Meskipun hanya sebuah candaan saja, suami dari Imelda Mahendra itu tak suka dengan sesuatu yang tidak semestinya.     

Imelda yang mendengar percakapan sinis suaminya, langsung menarik mundur Brian. Ia tak ingin jika terjadi baku hantam di antara kedua pria itu. Apalagi, kondisi Martin sama sekali tak baik-baik saja.     

"Sudahlah, Brian! Jangan mulai deh! Biar Martin bisa beristirahat dengan nyaman. Aku tak ingin jika dia harus kembali merasakan rasa sakit sebelum Dokter Dennis datang." Imelda mencoba untuk menenangkan hati suaminya. Ia yakin jika Brian pasti bisa mendengarkan perkataannya.     

Brian pun berangsur menjauh dari Martin. Ia tak mungkin bisa menolak keinginan istrinya. Apapun yang dikatakan oleh Imelda, ia pasti akan menurutinya.     

"Duduklah sini, Sayang. Aku akan memijat kakimu." Tanpa penolakan sedikit pun, Imelda bergerak ke arah suaminya. Ia pun duduk di sebuah sofa yang berada di kamar itu.     

Imelda tersenyum hangat yang penuh arti, saat Brian mulai memijat kakinya. Ia cukup nyaman dengan setiap pijatan dan juga sentuhan suaminya itu. Wanita itu tak pernah membayangkan sebelumnya, jika dirinya bisa mendapatkan seorang pria yang sangat mencintainya seperti Brian.     

"Terima kasih, Brian. Aku sangat senang bisa memilikimu." Begitulah sebuah ucapan penuh arti yang diucapkan oleh Imelda kepada suaminya. Ia cukup tersentuh dengan segala perlakuan pria itu kepada dirinya.     

Mendengar ucapan tulus dari istrinya, hati Brian merasakan sebuah getaran yang tak biasa. Ia pun menghentikan pijatan di kaki Imelda lalu mendekatkan wajahnya pada sang istri. Tanpa aba-aba sedikit pun, Brian langsung mendaratkan sebuah ciuman hangat yang begitu basah dan juga menyentuh bibir Imelda. Tanpa rasa berdosa sedikit pun, pasangan itu melakukan momen mesra yang membangkitkan gairah itu di hadapan Martin.     

"Lebih baik kalian keluar dari sini!" Martin sengaja meninggikan nada suaranya karena tak tahan dengan momen romantis yang dilakukan oleh Brian dan Imelda.     

Begitu melepaskan ciumannya, Brian hanya tersenyum penuh kemenangan kepada seorang pria yang terlihat sangat kesal kepada mereka. Seolah suami istri itu sengaja memamerkan kemesraan di depan Martin.     

Hal itu membuat hati Martin seakan telah terbakar hebat. Walau bagaimanapun, ia pernah benar-benar jatuh cinta kepada Imelda. Meskipun Martin sudah mulai mencintai Eliza, perasaannya untuk Imelda masih belum lenyap seluruhnya.     

"Jangan bilang kamu cemburu, Martin!" ledek Brian dengan sengaja. Ia tak peduli pada perasaan pria itu. Apalagi jika hal itu menyangkut tentang Imelda, Brian pasti akan sangat posesif.     

"Sudahlah, Brian. Imelda sudah seperti adik perempuanku sendiri, tak perlu berpikir macam-macam," sanggah Martin atas ucapan Brian yang sengaja untuk menyudutkannya. Ia sangat mengenal anak dari bos-nya itu. Tak heran jika Brian akan mengatakan sebuah ucapan yang mungkin saja bisa melukai hatinya.     

Brian tak ingin memperpanjang perdebatan itu. Walaupun ia sangat yakin jika Martin pastinya masih sangat mencintai istrinya. Namun hal itu tak ingin membuatnya terus merasa kecemburuan. Toh ... Imelda hanya mencintai dirinya saja. Terlebih, dirinya adalah cinta pertama bagi sosok dokter bedah seperti Imelda Mahendra.     

"Apakah kita harus berlanjut ke kamar saja, Sayang?" tanya Brian diiringi sebuah lirikan penuh arti pada Imelda dan juga Martin yang langsung menatap ke arahnya.     

"Jangan bercanda, Brian!" tegas Imelda pada suaminya itu. Ia mulai kesal pada candaan Brian yang sama sekali tak lucu baginya. Jelas-jelas ia sudah membahas hal itu dengannya saat masih berada di kamar.     

Brian langsung tersenyum penuh arti kepada suaminya. Ia sama sekali tak ingin membuat Imelda kesal apalagi sampai marah.     

"Aku hanya bercanda saja, Sayang," sahut Brian pada sang istri. Ia pun merangkulkan tangannya di pundak Imelda dan mendekatkan dirinya. "Apa masih mau tidur di sini?" tanyanya dengan wajah serius.     

Imelda bergegas keluar dari kamar itu. Ia pun memilih untuk duduk di sebuah kursi yang berada di ruang tengah. Wanita itu merasa jika sikap Brian sedikit keterlaluan saat Martin mulai membuka matanya. Ia tak ingin jika hal itu membuat suasana hati Martin memburuk dan mempengaruhi pemulihan dirinya.     

"Apa kamu marah, Sayang?" tanya Brian pada seorang wanita yang tiba-tiba saja sangat kesal atas sikapnya.     

"Tidak! Aku hanya malas mendengarkan omong kosongmu, Brian!" Imelda sama sekali tak ingin melihat wajah pria yang sudah berada tepat di sebelahnya. Ia tak ingin memperburuk suasana hatinya karena keberadaan suaminya itu.     

Pria itu merasa sangat bersalah kepada suaminya. Ia pun menarik tangan Imelda dan terus menciuminya sebagai tanda penyesalan. Brian selalu saja mengulang kesalahan yang sama.     

Sedangkan Imelda hanya terdiam tanpa mengatakan apapun. Ia hanya duduk sembari bersandar di kursi. Tak ada satu kalimat pun yang bisa dikatakannya lagi untuk sang suami. Membiarkan setiap waktu berlalu begitu saja.     

"Aku ingin tertidur di sini saja," ucap Imelda lirih.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.