Bos Mafia Playboy

Jangan Sekarang, Brian!



Jangan Sekarang, Brian!

0Di sisi lain, Martin baru saja sampai di sebuah villa di pinggiran kota di mana Brian dan juga Imelda tinggal. Ia pun langsung masuk ke dalam dengan langkahnya yang sudah tak lagi sama saat dirinya meninggalkan rumah itu.     
0

Terlihat Brian dan juga Imelda sedang duduk bersama di ruang tengah. Pria itu pun berusaha untuk segera sampai di sebuah kursi yang berada tak jauh dari pasangan itu.     

"Imelda! Bisakah kamu membantuku untuk memeriksa kakiku?" Sebuah pertanyaan baru saja dilontarkan oleh Martin dengan iringan rintih kesakitan dari mulut.     

Wanita itu langsung bangkit dari tempat duduknya dengan wajah cemas. Imelda bisa melihat jika Martin sedang menahan rasa sakitnya. Tanpa membuang waktu, ia pun mengambil gunting dan langsung merobek celana panjang yang sedang dipakai oleh Martin. Imelda mulai memeriksa kondisi kaki Martin yang sejak pagi sudah dipaksakan untuk berjalan.     

"Sepertinya kakimu sedikit bengkak, semoga saja bukan karena komplikasi yang terjadi pada bekas luka operasi. Aku akan menghubungi Dokter Dennis." Imelda langsung meninggalkan ruangan itu untuk mengambil ponsel di kamarnya.     

Beberapa saat kemudian, Imelda kembali keluar dengan beberapa perawatan medis miliknya. Ia pun kembali duduk di depan kaki Martin untuk melakukan sesuatu agar rasa sakit yang dirasakan oleh Martin bisa berkurang.     

"Dokter Dennis sedang melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Ia memintaku untuk menyuntikkan anti nyeri ini di kakimu. Begitu sampai di kota ini, ia akan segera datang ke sini." Imelda langsung menyuntikkan obat penghilang rasa sakit pada Martin. Untung saja, Dokter Dennis sudah memberikan beberapa obat-obatan yang berkemungkinan besar akan dibutuhkan oleh Martin.     

"Terima kasih, Imelda." Hanya ucapan terima kasih yang sangat tulus yang mampu terucap dari mulut Martin. Ia juga tak mungkin bisa membalas semua kebaikan Imelda untuk pemulihan kakinya.     

Brian juga ikut cemas melihat kondisi Martin. Pria itu terlihat sedikit pucat karena menahan rasa sakit yang cukup lama. Hal itu tentunya membuat ia juga gelisah memikirkan sosok pria yang cukup dekat dengannya itu.     

"Apa Eliza juga mengetahui kondisimu?" tanya Brian pada pria yang menyandarkan kepalanya di sofa. Bukan apa-apa, tak seharusnya Martin menyembunyikan hal itu dari kekasihnya.     

"Jangan beritahu Eliza! Aku tak ingin membuatnya khawatir," sahut Martin dalam wajahnya yang sangat memohon. Ia berharap jika Brian tidak akan memberitahukan hal itu kepada Eliza.     

Merasa kesal dengan permintaan Martin, Brian pun langsung bangkit dan berdiri sambil berkacak pinggang di depan pria itu. Ia sama sekali tak mengerti dengan pemikiran dari seorang pria yang sudah cukup lama bekerja untuk keluarganya.     

"Gila kamu, Martin! Bagaimana kamu bisa merahasiakan hal ini dari kekasihmu? Jika kamu benar-benar mencintainya, tak seharusnya kamu merahasiakan hal ini dari Eliza." Brian terus saja menggelengkan kepalanya karena tak memahami pola pikir Martin. Ia sangat yakin jika Eliza bisa saja mengamuk jika mengetahui hal itu.     

Tak mampu menjawabnya, Martin seolah telah kehilangan kata-katanya. Ia merasa jika Eliza sudah cukup kerepotan atas dirinya. Ia tak ingin membuat wanita itu semakin kerepotan untuk mengurus dirinya. Bahkan Eliza sudah mengabaikan pekerjaannya karena terus berusaha untuk selalu di sampingnya.     

"Bawa Martin istirahat di kamarnya, Brian. Biar besok pagi aku yang akan menghubungi Eliza." Imelda hanya bisa mengatakan hal itu untuk menenangkan hati Brian dan juga Martin. Ia sangat mengerti sesuatu yang dimaksudkan oleh Brian. Begitu pula dengan Martin, ia juga sangat memahami pemikiran pria itu.     

Seperti permintaan Imelda, pria itu langsung membantu Martin untuk berjalan menuju ke kamarnya. Tak ingin membuat Martin terlihat menderita lebih lama, Brian pun membantu pria itu hingga berbaring cukup nyaman di ranjang dalam kamar itu.     

Begitu Martin sudah berbaring dengan pakaian dan juga posisi yang nyaman, Brian pun memutuskan untuk meninggalkannya agar bisa langsung beristirahat.     

"Apa Martin masih terlihat sangat kesakitan?" tanya Imelda pada suaminya yang baru saja keluar dari kamar Martin.     

"Sepertinya sudah lebih baik. Namun ia masih saja terlihat gelisah, mungkin karena ucapanku mengenai Eliza. Lagipula, ia sedikit keterlaluan akan hal itu," jelas Brian pada wanita yang sudah menunggunya untuk keluar dari kamar Martin.     

Brian lalu merangkulkan tangannya di pundak sang istri. Ia pun mengajak Imelda untuk masuk ke dalam kamarnya sendiri. Sebagai seorang suami, Brian bisa merasakan kecemasan di wajah Imelda. Hal itu terlalu jelas meskipun wanita itu berusaha untuk menutupinya.     

"Apa yang sedang kamu cemaskan, Sayang?" Brian tak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu kepada istrinya. Ia merasa harus mengetahui sesuatu yang membuat Imelda terlihat cukup gelisah.     

"Aku sedikit khawatir jika Martin sampai mengalami komplikasi. Hal itu akan menghambat proses penyembuhannya. Sedangkan kamu tahu sendiri, Brian. Martin seolah sudah tak sabar untuk melakukan semua tugas-tugasnya yang selama ini harus tertunda," ungkap Imelda atas kegelisahan di dalam hatinya. Sebagai seorang dokter, Imelda cukup sering melihat kecemasan para pasiennya. Namun dengan Martin, rasanya sedikit berbeda. Pria itu adalah sahabat kakaknya dan juga orang kepercayaan dari ayah mertuanya.     

Dengan penuh kelembutan, Brian menggenggam tangan Imelda lalu membelainya penuh perasaan. Ia tak ingin istrinya merasakan kegelisahan yang berkepanjangan. Tentu saja hal itu sangat tidak baik bagi bayi di dalam perutnya.     

"Jangan terlalu gelisah, Sayang. Kamu tak boleh berpikir berlebihan. Ingat juga anak kita yang juga membutuhkan perhatian dari kita sebagai orang tuanya." Brian mencoba mengingatkan hal itu kepada istrinya. Ia tak ingin jika sampai terjadi apa-apa pada Imelda.     

Imelda tentunya sangat mengerti kecemasan dari suaminya. Ia pun menyandarkan kepalanya di pundak Brian lalu menyentuh jemari tangan pria tampan yang sudah beberapa waktu menjadi suaminya.     

"Aku tahu, Brian. Sebisa mungkin, aku akan tetap menjaga anak kita. Terima kasih sudah mencemaskan aku, Suamiku." Begitulah perkataan manja penuh arti yang dikatakan oleh Imelda kepada suaminya. Yang memiliki arti mendalam bagi seorang pria seperti Brian Prayoga.     

Entah dimulai sejak kapan, Brian mulai memeluk Imelda. Kemudian ia mulai memberikan beberapa kecupan lembut yang penuh arti pada wanita yang dicintainya itu. Pria itu menenggelamkan dirinya dalam sebuah sensasi yang mampu meledakkan jantungnya. Menyesap bibir Imelda penuh dengan kelembutan dan juga cinta yang mendalam.     

Di saat Brian mulai meraba tubuhnya, Imelda langsung berusaha untuk menghentikan suaminya itu.     

"Jangan sekarang, Brian!" tolak seorang wanita yang juga sudah terbuai dalam sentuhan Brian Prayoga.     

"Apa kamu begitu tak menginginkan aku, Sayang?" Brian mulai berpikir jika Imelda merasa bosan dengan dirinya. Ia takut jika dirinya tak mampu membuat istrinya senang ataupun puas atas hubungannya. Padahal, ia sama sekali tak merasa bosan sedikit pun.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.