Bos Mafia Playboy

Kecurigaan Brian



Kecurigaan Brian

0Keesokan harinya, seluruh orang di kediaman Prayoga sudah sangat panik. Sejak semalam, Eliza sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal segala bukti telah dibawanya.     
0

Imelda dan juga Brian menjadi sangat panik, begitu pula Martin dan juga Adi Prayoga. Seolah tanpa henti, Martin berusaha untuk menghubungi seorang wanita yang baru saja menjadi kekasihnya itu. Namun tak ada satupun jawaban dalam setiap panggilannya.     

"Apakah Eliza sengaja membawa kabur bukti yang kita miliki? Bukankah dulunya ia cukup dekat dengan Mama Natasya?" Hanya hal itu saja yang ada di kepala Brian. Ia terus saja berpikiran buruk terhadap wanita yang dulu benar-benar mencintainya itu.     

"Jangan berpikiran yang tidak-tidak tentang Eliza!" Bukan sengaja ingin membela kekasihnya, Martin merasa jika wanita itu tak mungkin melakukan perbuatan yang sangat memalukan.     

Brian langsung membuang muka dari Martin. Ia merasa jika pria itu sengaja ingin membela kekasihnya. Tak ingin bersitegang dengan seorang pria yang masih dalam tahap pemulihan, ia memilih untuk keluar dari ruangan itu. Brian duduk di sebuah kursi yang berada di luar ruangan dengan wajah sangat frustrasi.     

"Apakah kita masih memiliki waktu untuk mencari keberadaan Eliza?" Imelda yang sejak tadi hanya terdiam, akhirnya mengeluarkan suaranya. Ia pun hanya bisa berharap agar Martin bisa segera menemukan kekasihnya itu.     

"Lebih baik kalian langsung ke rumah sakit saja, setidaknya ulur sedikit waktu. Aku akan berusaha untuk menghubungi Eliza." Martin mencoba untuk menyakinkan Imelda agar segera ke rumah sakit lebih dulu. Ia tak ingin wanita itu menunggu dalam kepanikan dan juga perasaan yang tak tenang.     

Imelda terlihat sangat bingung, seakan ia sudah tak mampu lagi memikirkan apapun. Ia pun memanggil Adi Prayoga yang masih berada di ruang kerjanya. Beberapa kali mengetuk pintu, barulah pria tua itu keluar dengan wajah yang terlihat tidak baik-baik saja.     

"Apakah Papa akan ikut ke rumah sakit bersama kami?" tanya Imelda pada ayah mertuanya.     

"Untuk apa Papa ke rumah sakit, sedangkan Davin Mahendra saja tak peduli dengan hal itu. Apa yang bisa Papa lakukan untukmu, Sayang," jawab Adi Prayoga dalam suara penuh kelembutan dan juga kasih sayang.     

Wanita itu mengembangkan senyuman hangat pada ayah mertuanya. Ia sangat menyayangi seorang pria yang terlibat skandal dengan ibunya. Imelda tak peduli dengan masa lalu di antara mereka. Ia hanya tahu, seorang Adi Prayoga yang penyayang dan selalu memperlakukan dirinya dengan sangat baik.     

"Asalkan Papa selalu berada di sampingku, itu sudah lebih dari cukup." Sebuah jawaban yang sangat tulus dan juga penuh perasaan kasih sayang dilontarkan oleh Imelda pada ayah mertuanya.     

"Tunggu saja di mobil. Papa akan mengganti pakaian sebentar." Adi Prayoga pun beranjak masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaiannya.     

Sedangkan Imelda langsung menemui Brian yang masih berada di samping rumah. Wanita itu melihat jika suaminya begitu frustrasi menghadapi semuanya.     

"Brian! Apa kamu baik-baik saja?" Imelda cukup cemas melihat Brian yang seakan telah kehilangan harapan dan juga kekuatannya.     

"Aku mencoba baik-baik saja, Sayang. Aku hanya terlalu khawatir jika Eliza justru memakai bukti-bukti itu untuk melawan kita," sahut seorang pria yang hanya bisa berpikiran buruk terhadap Eliza Hartanto.     

Imelda merasa cukup bingung dan juga tak tahu lagi harus membujuk suaminya seperti apa. Brian sudah sangat berlebihan dalam memikirkan tentang Eliza Hartanto.     

"Sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang, Papa akan menyusul kita ke mobil." Imelda menarik tangan Brian agar bergerak ke sebuah mobil yang sudah bersiap untuk mengantarkan mereka ke rumah sakit.     

Tak beberapa lama, mereka semua sudah berangkat menuju ke rumah sakit. Sayangnya, Martin tidak ikut ke rumah sakit karena ia harus menjalani terapi untuk kesembuhan kakinya. Walau bagaimanapun, Martin akan tetap memantau mereka melalu kamera CCTV yang terpasang di rumah sakit.     

Setelah melewati perjalanan panjang membelah jalanan, mobil itu akhirnya sudah berhenti di depan rumah sakit yang megah dan juga begitu berkelas. Adi Prayoga memandang gedung bertingkat di depannya itu.     

"Kita langsung masuk saja, seperti rapat darurat itu sudah hampir dimulai," ajak Imelda pada kedua pria yang hanya berdiri d sebelah mobil tanpa melakukan apapun. Ia yakin jika mereka pasti akan mampu mengulur waktu hingga Eliza akan datang untuk membuka kejahatan Natasya.     

Begitu masuk ke dalam rumah sakit, ada yang aneh dari biasanya. Ada beberapa orang yang berseragam dinas komplit. Orang-orang itu sepertinya sudah bersiap mengamankan kondisi dan juga jalannya rumah sakit.     

Mereka masuk ke dalam lift menuju ke sebuah ruangan di mana rapat itu akan digelar. Dalam wajah yang masih saja cemas, Brian berdiri di samping istrinya. Ia merasa tak dapat melakukan apapun tanpa bukti yang sudah dibawa oleh Eliza.     

"Apakah Martin sudah memberikan kabar mengenai Eliza?" tanya Brian pada seorang wanita di sebelahnya.     

"Eliza masih belum bisa dihubungi. Semoga ia akan datang tepat waktu." Itulah harapan kecil dari Imelda, ia juga sangat takut jika Eliza tidak akan muncul di sana. Namun ia mencoba untuk tetap tenang dan tak menambahkan beban bagi suaminya.     

Begitu keluar dari pintu lift, mereka semua dihadapkan dengan penjagaan ketat di depan ruangan itu. Saat mereka semua akan masuk, beberapa penjaga meminta tanda pengenal khusus yang sengaja diberikan oleh Natasya pada orang-orang yang diundang untuk menghadiri pertemuan itu.     

"Mohon maaf, hanya orang-orang yang memiliki tanda pengenal khusus yang bisa masuk ke dalam," jelas seorang pria yang sengaja dibayar oleh Natasya untuk menghalangi kehadirannya ke pertemuan itu.     

"Apa-apaan ini! Apakah kalian tidak tahu siapa pemilik sebenarnya dari rumah sakit ini?" Brian berteriak cukup keras pada beberapa petugas yang berusaha untuk menghalangi masuk.     

Beberapa orang justru menghampiri mereka, dan memperketat penjagaan di depan ruangan itu.     

"Maaf, Tuan. Kami hanya menjalankan perintah saja," sahut seorang dari mereka.     

Brian semakin kehilangan kesabaran atas hal itu, ia pun semakin geram mendapatkan perlakuan seperti itu. Apalagi orang-orang itu adalah orang yang sengaja dibayar oleh ibunya sendiri.     

"Sepertinya pertemuan itu sudah dimulai, bagaimana ini? Jangan sampai kita kehilangan sesuatu yang seharusnya menjadi milik kita." Brian semakin tak sabar untuk menghadapi situasi dan juga sebuah kondisi yang terasa sangat menyesakkan dadanya. Seolah ia tak mampu lagi menahan semuanya.     

"Kita tak akan kehilangan apapun, Brian. Semoga saja Eliza segera sampai di sini," harap Imelda pada seseorang yang bersedia membantunya. Entah itu benar atau tidak, ia sudah sangat mempercayai hal itu.     

"Bagaimana jika Eliza sudah berada di dalam bersama Mama Natasya? Siapa tahu dia bekerja untuk Mama .... " Brian hanya bisa mengatakan kecurigaannya itu saja tanpa mampu memikirkan hal lain.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.