Bos Mafia Playboy

Aku Menginginkan Yang Lebih Dari Ini



Aku Menginginkan Yang Lebih Dari Ini

0Adi Prayoga baru saja keluar dari ruang kerjanya. Ia berpikir untuk beristirahat sebentar di dalam sebuah kamar yang biasa dipakainya saat tinggal di sana. Namun belum juga masuk ke dalam kamarnya, ia mendengar suara ribut-ribut di depan rumah.     
0

Dengan langkah tergesa-gesa dalam sebuah rasa penasaran di dalam hati, Adi Prayoga bergerak menuju ke arah suara keras itu berasal. Lama-kelamaan, suara itu begitu jelas berasal dari Brian dan juga Imelda. Ia pun menghampiri pasangan suami istri yang terlihat sedang berseteru karena sesuatu hal.     

"Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" tanya Adi Prayoga pada anak dan juga menantunya. "Ada apa ini, Brian?" Tak kunjung mendapatkan jawaban, ia kembali melontarkan sebuah pertanyaan lagi kepada anaknya. Ia bisa melihat jika mereka berdua sedang meributkan sesuatu yang sepertinya cukup penting.     

"Hanya kesalahpahaman kecil saja, Pa. Tidak perlu mengkhawatirkan kami berdua." Dengan entengnya, Brian mengatakan hal itu pada ayahnya. Padahal dalam wajahnya, begitu terlihat kecemasan yang berada di dalam puncaknya.     

Tak ingin memperkeruh suasana, Imelda memutuskan keluar dari mobil. Ia juga tak mau jika ayah mertuanya sampai mengetahui sesuatu yang akan dilakukannya. Begitu keluar dari mobil, ia bergerak ke arah kedua pria beda generasi itu.     

"Apa kamu tidak apa-apa, Sayang?" Adi Prayoga terlihat sangat mengkhawatirkan istri dari anaknya itu. Ia takut jika Brian telah menyakiti menantu kesayangannya.     

"Tidak apa-apa, Pa. Aku hanya ingin ke rumah sakit untuk menemui Martin sebentar saja, tetapi Brian melarang aku untuk pergi," jelas Imelda dalam sebuah senyuman hangat. Namun tetap saja, ia masih memperlihatkan sebuah kekesalan yang masih terlukis di wajahnya meskipun sudah ditutupinya.     

"Aku hanya tak ingin Imelda kelelahan saja, Pa," sahut Brian. Ia mencoba untuk membela dirinya sendiri. Walau bagaimanapun, semua yang dilakukannya hanya untuk kebaikan istrinya.     

Pria tua itu memandang mereka berdua sembari menghela nafasnya pelan. Adi Prayoga sangat memahami keteguhan hati Brian dan juga Imelda. Mereka berdua sama-sama keras kepala dan susah diatur. Ia hanya bisa menengahi hubungan mereka, tanpa memberikan pembelaan pada siapapun.     

"Tak perlu ke rumah sakit sekarang. Martin baru saja masuk ke ruang operasi, dia akan menjalani sebuah operasi pada kedua kakinya. Lebih baik kalian ke rumah sakit besok pagi saja." Adi Prayoga sengaja menjelaskan hal itu kepada mereka berdua. Ia yakin jika Brian dan juga Imelda sama sekali tak mengetahui kabar itu.     

"Benarkah Martin dioperasi hari ini, Pa?" Imelda ingin memastikan hal itu kepada ayah mertuanya. Jika memang benar, ia harus mengurungkan niatnya untuk menemui orang kepercayaan keluarga Prayoga itu.     

Tak langsung memberikan jawaban, Adi Prayoga justru tersenyum tipis pada menantunya itu. Dengan penuh kasih sayang, ia membelai kepala Imelda. Mencurahkan segala cinta dan juga perasaannya pada seorang anak perempuan dari wanita yang sangat dicintainya.     

"Untuk apa Papa berbohong padamu, Sayang?" Suara lirih Adi Prayoga berhasil menyakinkan istri dari anaknya itu.     

"Terima kasih, Pa!" seru wanita yang langsung mengembangkan senyuman ke arah ayah mertuanya.     

Imelda langsung menarik tangan Brian lalu kembali masuk ke dalam. Ia merasa tak enak hati pada pria yang menjadi suaminya itu. Rasanya sangat menyesal tak mendengarkan perkataan darinya.     

"Maafkan aku, Brian. Tak seharusnya aku tak mendengarkan ucapanmu," sesal Imelda pada seorang pria yang selama bertahun-tahun sudah mencintainya. Ia pun dengan memeluk lengan Brian sembari melemparkan tatapan manja kepadanya.     

"Jika ingin meminta maaf ... lakukanlah dengan benar!" balas Brian dalam wajah yang sengaja diperlihatkan sedang kesal. Ia ingin melihat seberapa kerasnya Imelda ingin meminta maaf.     

Wanita itu menjadi cukup bingung pada ucapan suaminya. Imelda juga tak mengetahui sebuah cara untuk meminta maaf pada seorang pria. Terlebih pria itu adalah suaminya sendiri.     

"Apa yang harus aku lakukan, Brian? Permintaan maaf seperti apa yang paling benar untuk kulakukan?" Pertanyaan Imelda terdengar sangat serius dan terkesan sedikit polos. Walau bagaimanapun, Brian adalah suami dan juga cinta pertamanya. Ia tak pernah menyukai atau jatuh hati kepada pria lain selain suaminya sendiri.     

"Duduklah di pangkuanku!" ucap Brian sembari menepuk pahanya yang terlihat kokoh dan sangat kuat. Ia sengaja ingin mengerjai wanita yang telah membuatnya tak berdaya. Sebuah seringai sengaja dilukiskan oleh Brian kepada istrinya. Rasanya terlalu bahagia bisa membuat Imelda benar-benar duduk di pangkuannya.     

Tanpa banyak protes ataupun penolakan, Imelda benar-benar bergerak pelan mendekati suaminya. Kemudian ia duduk pelan di pangkuan Brian. Tercipta sebuah sensasi yang cukup menggoda dan sangat luar biasa. Tak ada jarak di antara mereka berdua, menjadikan wanita itu bisa merasakan setiap hembusan nafas dari suaminya.     

Tiba-tiba saja, tubuhnya bergetar hebat. Jantungnya berdetak tak teratur, seolah sedang melompat-lompat di dalam dadanya. Meskipun Imelda sudah berusaha untuk mengendalikan diri, ia sama sekali tak berhasil untuk menaklukkan dirinya sendiri.     

Entah mendapatkan keberanian darimana, Imelda langsung mendaratkan sebuah ciuman hangat di bibir sang suami. Ia melumat hanya sesuatu yang lembut dan sudah sangat menggodanya itu. Ciuman itu terjadi cukup lama dan juga begitu bergairah, hingga ia mulai kehabisan nafas ... barulah mereka saling melepaskan tautan di bibirnya.     

"Aku menginginkan yang lebih dari ini, Sayang," bisik Brian diikuti sebuah gigitan lembut di telinga dan juga leher sang istri. Ia seolah telah terpancing dengan sebuah ciuman yang sengaja diberikan oleh Imelda kepadanya.     

Wanita itu berusaha untuk meredam suara erangan dari mulutnya. Namun perasaan geli dan mendebarkan yang dirasakannya, saat Brian menyentuh lehernya ... berhasil membuatnya memejamkan mata tanpa sadar.     

"Ahhh .... Hentikan, Brian!" protes Imelda saat suaminya itu semakin lihai memainkan dirinya dengan berbagai sentuhan dan juga buaian lembut yang tak mungkin ditolaknya. Ia hanya bisa pasrah dan juga menerima segala bentuk rangsangan yang diberikan oleh Brian terhadap dirinya.     

"Aduh!" Tiba-tiba saja Imelda mengeluh kesakitan sembari memegangi perutnya yang mulai membesar.     

Brian langsung panik dan menghentikan segala aktivitasnya. Ia pun mendudukkan istrinya di ranjang dan berusaha untuk memastikan jika Imelda sama sekali tak terluka atau tersakiti karena dirinya.     

"Apa kamu merasa kesakitan, Sayang? Apakah anak kita baik-baik saja? Kita harus segera ke rumah sakit!" Brian sangat panik saat melihat istrinya mencoba untuk menahan rasa sakit.     

"Tidak apa-apa, Brian. Mungkin hanya sedikit kram saja. Ini juga hal biasa terjadi pada ibu hamil. Tak perlu sampai ke rumah sakit, nanti juga kembali baik-baik saja," jelas Imelda pada seorang pria yang sangat panik dan sedikit pucat karena takut terjadi apa-apa dengan anak dan juga istrinya.     

Tanpa banyak kata, Brian langsung menggendong Imelda keluar dari kamar. "Kita harus ke rumah sakit sekarang," ucapnya sangat tegas sembari bergerak cepat menuju ke mobilnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.