Bos Mafia Playboy

Candaan Yang Tak Lucu



Candaan Yang Tak Lucu

0Brian benar-benar sangat panik hingga ia melupakan saat dirinya berusaha menghentikan Imelda ketika hendak ke rumah sakit menemui Martin. Namun melihat sang istri yang sedang kesakitan, membuatnya lupa akan perkataannya. Ia langsung membawa wanita itu secepatnya menemui seorang dokter yang selama ini memeriksanya.     
0

Dalam kecepatan penuh disertai perasaan panik yang tak mampu dikendalikannya lagi, Brian akhirnya berhasil membawa istrinya sampai di rumah sakit itu. Ia menghubungi seseorang yang bisa membantunya untuk langsung menemui dokter tanpa harus antri.     

"Ayo, Sayang. Dokter sudah menunggu kita." Awalnya, Brian ingin menggendong Imelda masuk ke dalam rumah sakit. Namun wanita itu menolaknya, ia memilih untuk berjalan dengan kakinya sendiri.     

Pasangan itu berjalan menuju ke sebuah ruangan di mana seorang dokter kandungan sudah menunggu. Begitu masuk ke dalam, seorang wanita yang berpakaian dokter itu langsung berdiri untuk menyambut kedatangan mereka.     

"Selamat datang, Dokter Imelda. Silahkan langsung berbaring saja di ranjang, saya akan memeriksa kondisi janin di dalam kandunganmu." Dokter itu melakukan beberapa pemeriksaan pada Imelda. Ia tersenyum tipis saat melihat ke arah monitor.     

Tak berapa lama, ia meminta Imelda untuk duduk di sebuah kursi yang berada di samping suaminya. Dokter itu terlihat sangat ramah dan juga cukup senang bisa melayani Imelda Mahendra dan juga Brian Prayoga. Ia sudah mendengar desas-desus yang mengatakan tentang kepemilikan rumah sakit itu.     

"Sepertinya Tuan Brian Prayoga terlalu mencintai Anda, Dokter Imelda. Beliau begitu cemas dan sangat takut. Namun tenang saja, kondisi bayi dan ibunya cukup sehat. Tak ada yang perlu dikhawatirkan." Dokter itu menjelaskan panjang lebar tentang kondisi Imelda. Tanpa henti, ia terus mengembangkan senyuman hangat pada pasangan di hadapannya.     

"Tetapi istri saya tadi sempat merasa kesakitan, Dok," sahut Brian. Ia masih mengingat sangat jelas saat Imelda merintih kesakitan. Rasa tak tega melihat wanita yang dicintainya itu harus menahan rasa sakit.     

Terlalu nampak begitu jelas, seorang Brian Prayoga sangat mencintai istrinya. Tak ada cinta yang lebih besar daripada cinta yang diberikan bos mafia itu kepada Imelda. Lembutnya sebuah tatapan, dalam sorotan yang penuh kasih sayang. Seperti itulah Brian memperlakukan wanita yang sangat dicintainya sejak SMA.     

"Sebenarnya kondisi itu cukup normal untuk seorang wanita yang hamil pada trimester awal. Anda tak perlu terlalu khawatir, Tuan Brian. Saya sangat yakin, Dokter Imelda juga mengetahui hal itu." Dokter itu kembali mengembangkan senyuman lebar di wajahnya, memperlihatkan betapa baik dan ramahnya wanita yang menjadi dokter kandungan itu.     

"Aku juga sudah menjelaskannya pada Brian, Dok. Suamiku tetap saja ingin memastikan keadaan anak kami." Imelda melirik ke arah suaminya dalam tatapan kesal. Ia tentunya tak ingin mendatangi rumah sakit dengan keluhan yang seharusnya tak begitu mengkhawatirkan.     

Untung saja, Imelda cukup mengenal dokter itu. Meskipun hubungan di antara mereka tidak terlalu dekat, setidaknya mereka berdua saling mengenal satu sama lain.     

"Itu berarti suami Anda sangat mencintai dan juga peduli pada anak dan juga istrinya." Dokter itu mengatakan sesuatu yang membuat Brian langsung tersenyum senang.     

Entah mengapa, Brian merasa sangat senang dan juga bangga saat seseorang mengatakan jika dirinya sangat mencintai Imelda. Ingin rasanya ia berlari lalu berteriak di penjuru dunia kalau dirinya sangat mencintai Imelda Mahendra. Terlalu bahagia dan juga luar biasa bisa mendapatkan seorang wanita yang sudah diidamkan selama beberapa tahun silam.     

"Kalau begitu kami permisi, Dokter. Terima kasih untuk semuanya, maaf sudah mengganggu waktu Anda." Imelda merasa sangat sungkan pada rekan satu profesinya itu. Tentunya ia tak enak hati telah mendatanginya ke rumah sakit, padahal kondisinya baik-baik saja.     

Pasangan itu berjalan keluar dari ruangan. Tiba-tiba saja, Imelda menghentikan langkah lalu menatap Brian dalam sorotan mata yang sangat mencurigakan. Sebuah sorotan licik dan sangat meresahkan bagi pria di sampingnya itu.     

"Jangan berpikir yang aneh-aneh, Sayang!" peringat Brian pada sang istri. Ia hampir mengetahui pemikiran apa yang tersimpan di kepala Imelda. Tentunya Brian sangat yakin jika hal itu pasti berhubungan dengan Martin.     

"Bukankah kita sudah berada di sini, Brian? Ayo kita sekalian melihat keadaan Martin, siapa tahu dia sudah bisa berjalan." Imelda mengatakan sesuatu diiringi suara tawa kecil dari bibirnya. Jelas tak mungkin jika Martin akan langsung berjalan setelah melakukan operasi. Setidaknya butuh beberapa hari untuk proses pemulihannya.     

Brian langsung memelototi istrinya, bukan karena marah atau kesal. Melainkan, candaan dari Imelda sama sekali tak lucu ataupun mengundang tawa baginya. Pria itu justru tersenyum kecut pada wanita yang masih saja tertawa kecil tanpa ada sesuatu yang harus ditertawakan.     

"Sepertinya candaanmu sama sekali tak lucu, Sayang," sahut pria yang berjalan tanpa ekspresi apapun. Brian bergerak cepat mengikuti wanita yang sengaja mempercepat langkah untuk meninggalkan dirinya.     

Imelda mendatangi seseorang yang membantunya menyembunyikan identitas Martin di rumah sakit itu. Ia ingin mengetahui kondisi orang kepercayaan dari keluarga Prayoga itu.     

"Apa Martin masih berada di ruang operasi?" tanya Imelda pada seorang wanita yang menjadi staf di rumah sakit itu.     

"Dokter Imelda!" Wanita itu sedikit terkejut mendapati Imelda yang sudah berada di sana. Biasanya jika ingin bertemu, mereka pasti akan mengobrol satu sama lain via telepon.     

Tanpa membuang waktu, wanita menghubungi seseorang yang berada di ruang operasi. Begitu panggilan selesai, ia pun kembali beralih pada Imelda.     

"Mereka baru saja memindahkannya ke ruang perawatan, Dokter Imelda." Wanita yang bekerja di rumah sakit itu menjelaskan keberadaan Martin kepada seseorang yang pernah begitu berjasa padanya.     

"Baiklah. Terimakasih!" Imelda menarik tangan Brian dan mengajaknya segera bergerak cepat menuju ke sebuah ruangan Martin berada. Rasanya sudah sangat tidak sabar berbincang dengan sang tangan kanan dari bos mafia.     

Belum juga sampai ke titik lokasi, mendadak asam lambung Brian naik. Ia pun meminta Imelda untuk lebih dulu menemui Martin. Pria itu mengatakan akan membeli obat ke apotik yang ada di dalam rumah sakit     

Sedangkan Imelda sudah berjalan menuju ke sebuah lift berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Begitu sampai ke sebuah lantai di mana kamar Martin berada, ia pun langsung keluar dan bergerak ke sebuah ruangan. Sampailah ia di depan kamar perawatan di mana pria itu berada.     

Imelda mengetuk pintunya sekali lalu mendorongnya agar terbuka. Terlihat Martin sedang terbaring dengan Eliza berada di sebelahnya.     

"Untuk apa kamu datang ke sini sendirian, Dokter Imelda? Apakah kamu diam-diam mengunjungi Martin?" Perasaan cemburu dan juga terbakar dalam amarah mulai tersulut dari dalam diri Eliza. Terlalu jelas ketidaksukaan wanita itu akan kedatangan Imelda ke dalam ruang perawatan Martin. Ia berpikir jika istri dari Brian itu sengaja mendekati seseorang yang disukainya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.