Bos Mafia Playboy

Pertanyaan Yang Sulit



Pertanyaan Yang Sulit

0Brian dan juga Imelda sudah masuk ke dalam mobil dan bersiap untuk menuju ke sebuah alamat yang sangat diketahui oleh anak dari sang bos mafia. Beberapa menit perjalanan, mereka sudah berada di depan gedung berlantai mewah yang menghadap ke jalan utama.     
0

Di area parkir depan gedung, terlihat beberapa mobil mewah yang sudah berjajar di sana. Belum masuk ke dalam saja, sudah terlihat jika bangunan itu hanya didatangi oleh orang-orang yang berduit tebal saja. Apalagi dengan penjagaan yang sangat ketat, memperlihatkan seberapa berkelasnya lokasi itu.     

"Selamat datang, Tuan Prayoga. Sudah cukup lama Anda tidak datang kemari." Sebuah sambutan hangat diperlihatkan oleh seorang pria yang menjaga pintu masuk night club itu.     

Brian hanya tersenyum kecut tanpa mengatakan apapun pada pria itu. Hatinya berdebar hebat, ia merasa sangat tertekan masuk ke dalam sana bersama dengan istrinya sendiri. Mendadak ia telah kehilangan kepercayaan atas dirinya sendiri. Rasanya dadanya akan segera melompat dari tempatnya berada.     

"Ohhh .... Jadi ini tempat langgananmu," sindir Imelda pada seorang pria yang terlihat sedikit pucat dan juga tak yakin pada setiap langkahnya.     

Pria itu tak mampu mengelak ataupun membenarkan ucapan Imelda terhadap dirinya. Brian hanya ingin menemui wanita itu lalu segera keluar dari tempat terkutuk yang dulu menjadi favoritnya.     

Tiba-tiba saja, dua orang wanita dalam balutan pakaian sexy dan kurang bahan menghampiri Brian. Kedua wanita itu langsung memberikan sebuah kecupan singkat tanpa peduli pada sosok wanita di sebelah Brian.     

"Apa-apaan kalian!" protes Brian pada kedua wanita yang langsung memeluk dan mengecupnya tanpa permisi. Bahkan ia mendorong kedua wanita itu dengan sedikit kasar agar mereka menjauhinya.     

"Ayolah, Brian! Sudah lama kamu tak datang ke sini," bujuk kedua wanita itu sembari bergelayut di kedua lengannya. "Tidak biasanya kamu membawa sekretarismu itu." Mereka melirik ke arah Imelda yang mulai memperhatikan sekeliling tempat itu.     

Imelda tak peduli dengan Brian yang sedang digoda oleh beberapa wanita sekaligus. Dengan segenap hati, ia mengesampingkan perasaan cemburu yang bersarang di dalam dadanya. Yang terpenting baginya, hanya menemukan seorang wanita yang pernah menjebak ayahnya saja.     

"Di mana wanita ini?" tanya Brian pada dua orang wanita yang mulai kesal terhadap dirinya. Ia pun menunjukkan sebuah gambar yang tadi dikirimkan oleh Martin.     

"Apa kamu telah bosan pada wanita muda seperti kami, Brian? Mengapa kamu mencari Tante Sandra?" Dua wanita itu saling melemparkan pandangan pada Brian. Mereka tak percaya jika seorang Brian Prayoga mendatangi night itu hanya untuk mencari seorang wanita yang sudah tidak muda lagi.     

Tak kunjung mendapatkan jawaban, Brian lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya. Ia pun memamerkan sejumlah uang yang cukup banyak pada kedua wanita itu.     

"Jika mau uang ini .... Cukup katakan keberadaan Tante Sandra." Brian sengaja memberikan sebuah tawaran yang tak mungkin bisa ditolak oleh dua wanita yang mata duitan itu. Tanpa banyak berpikir, mereka pun memilih untuk mengambil sejumlah uang itu dari tangan Brian Prayoga.     

"Naiklah ke lantai empat! Tante Sandra berada di sebuah ruangan dengan pintu warna merah darah," terang seorang dari kedua wanita yang bekerja sebagai wanita penghibur di night club itu.     

Tanpa membuang waktu lagi, Brian menggandeng Imelda berjalan ke sebuah lift yang berada di pojok ruangan. Ia pun masuk ke dalam lift dan menekan tombol bernomor empat di sana. Dalam beberapa detik saja, pasangan itu sudah berada di sebuah lorong panjang dengan pintu-pintu yang berjajar cukup banyak.     

Imelda memperhatikan sekeliling, ia bisa melihat sebuah pintu berwarna merah darah di ujung lorong.     

"Sepertinya yang berada di ujung lorong itu." Imelda menunjuk ke sebuah titik di mana sebuah pintu berwarna merah darah berada. Ia sedikit terkejut namun juga penasaran pada banyaknya ruangan yang ada di night club itu.     

"Apa kamu pernah masuk ke dalam salah satu ruangan ini, Brian?" Wanita itu tentunya sangat penasaran pada sosok Brian Prayoga sebelum menjadi suaminya. Meskipun Imelda cukup melihat Brian beberapa kali bersama wanita-wanita yang berpakaian kurang bahan, ia masih saja penasaran pada beberapa ruangan di lantai paling atas dari night club itu.     

Akhirnya sebuah pertanyaan yang ditakutkan oleh Brian terlontar dari mulut Imelda. Tak ada niat untuk membohongi istrinya itu, ia hanya berusaha untuk menjaga hati wanita yang dicintainya itu. Namun ia merasa harus memberikan sebuah jawaban sebelum wanita itu memikirkan yang tidak-tidak.     

Dengan sengaja, Imelda menghentikan langkahnya. Ia sedikit kesal karena suaminya itu tak kunjung memberikan jawaban atas sebuah pertanyaan yang diajukan beberapa saat lalu.     

"Begitu sulitkah pertanyaanku itu, Brian?" Imelda kembali melontarkan satu pertanyaan lagi kepada suaminya. Lama-kelamaan, darahnya seolah mendidih dan siap meledak sekaligus menghancurkan tempat itu.     

"Maaf, Sayang," ucap Brian dalam suara bergetar. "Aku memang pernah masuk ke salah satu ruangan itu sebanyak beberapa kali. Biasanya aku datang bersama anak buah Papa, setelah kami berhasil melakukan sebuah transaksi besar," jelas Brian pada seorang wanita yang masih tak bergerak dari tempatnya menghentikan langkah.     

Imelda menunjukan wajah penasaran yang lebih besar dari sebelumnya. Ia ingin mengetahui apa saja yang dilakukan oleh Brian dalam ruangan itu.     

"Apa saja yang kamu lakukan di dalam ruangan itu, Brian?" Terlihat wajah antusias yang ditunjukkan oleh Imelda. Ia terlalu penasaran dengan aktivitas yang akan dilakukan oleh Brian jika berada di ruangan itu.     

"Hanya bersenang-senang saja, Sayang," sahut anak laki-laki dari Natasya dan juga Adi Prayoga itu. Tak ada kebohongan dalam jawaban yang dikatakan oleh Brian. Hanya saja ... jawaban itu sama sekali tak memuaskan rasa ingin tahunya terhadap masa lalu suaminya.     

Seolah langsung mengerti, Imelda kembali bergerak ke sebuah pintu di ujung lorong itu. Belum juga sampai di sebuah ruangan berpintu merah darah, wanita itu kembali menghentikan langkahnya. Kemudian ia menatap tajam ke arah pria yang telah menjadi suaminya itu.     

"Sudah berapa wanita yang sudah berhasil kamu permainkan di ruangan-ruangan itu?" Kali ini, Imelda terlihat sangat serius menanyakan hal itu pada suaminya. Seolah ia tak mampu lagi membendung rasa penasaran di dalam hatinya.     

Brian dibuat susah payah menelan saliva. Ia tak menyangka jika akan mendapatkan pertanyaan sedetail itu. Namun ia sendiri sadar jika tak mungkin untuk mundur.     

"Aku tak pernah mempermainkan wanita di dalam ruangan ini. Setelah puas bermain-main di sini bersama anak buah Papa, aku selalu mempermainkan mereka di hotel." Entah mendapatkan keberanian dari mana, Brian justru mengungkapkan sebuah jawaban yang menjijikkan itu.     

Seperti sebuah petir yang menyambar kepalanya, Imelda merasa jika amarah hampir diledakkan di sana. Ia pun mempercepat langkahnya.     

"Buka pintunya sekarang juga!" teriak Imelda di depan sebuah ruangan berpintu merah darah.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.