Bos Mafia Playboy

Tak Ada Kepuasaan



Tak Ada Kepuasaan

0"Untuk apa wanita itu menghubungimu?" Tanpa basa-basi sedikit pun, Davin Mahendra langsung melontarkan sebuah pertanyaan pamungkas pada sosok pria yang sudah menjadi atasannya sejak kematian sang istri.     
0

Seolah baru saja mendapatkan todongan senjata, Jeffrey hanya bisa mengerutkan keningnya sembari membalas sebuah tatapan tajam yang cukup mengintimidasi dirinya.     

"Bagaimana aku tahu? Kamu juga melihat jika aku masih di sini bersamamu." Jeffrey tentunya bisa mengerti kecurigaan Davin Mahendra kepada dirinya. Walau bagaimanapun, segala kemalangan yang harus dijalani oleh rekannya itu juga karena kesalahannya.     

Pria itu pun mengambil ponselnya dari dalam saku celana. Sayangnya, sudah dalam kondisi mati dengan layar yang telah retak. Mungkin saja ponselnya terhimpit saat Jeffrey mendapatkan beberapa pukulan dari Davin Mahendra.     

"Lihatlah!" Jeffrey menunjukkan ponsel miliknya pada sosok pria yang tersenyum tipis di dekat jendela ruangan itu. "Kamu sudah menghancurkan ponsel pemberian istriku," ujarnya lalu meletakkan sebuah ponsel yang telah menjadi barang rosok itu.     

"Bukankah kalian tak saling cinta, untuk apa dia memberimu ponsel?" sindir Davin Mahendra diikuti tawa penuh ledekan.     

Jeffrey melemparkan tatapan sinis pada pria yang sudah memukuli dirinya hingga babak belur. Tak ada perkataan yang bisa diucapkannya untuk membalas sindiran dari Davin Mahendra. Ia hanya bisa menahan kekesalan di dalam hatinya.     

"Setidaknya, kami masih tinggal bersama seperti sebuah keluarga yang bahagia." Entah itu kebanggaan atau aib bagi dirinya, Jeffrey tak peduli jika pria yang menyindirnya itu terus memberikan serangan.     

Setelah terdiam untuk beberapa saat, Davin Mahendra pun mengeluarkan sebuah ponsel yang berada di saku celananya. Kemudian ia memberikan ponsel itu pada teman dan juga atasannya itu.     

"Aku ingin mendengar apa yang kamu bicarakan dengan Natasya," kata Davin Mahendra tepat dihadapan atasannya.     

"Apa Natasya akan menerima panggilan darimu? Mungkin saja wanita itu tak berani berkata apapun jika mengetahui kamu bersamaku." Jeffrey mencoba mengatakan sesuatu yang bisa terjadi. Wanita itu bukanlah wanita biasa yang begitu mudah untuk dibohongi. Natasya cukup cerdik dan juga nekat untuk melakukan apapun demi kepentingan pribadinya.     

Mendengar jawaban pria itu, Davin Mahendra baru memikirkan idenya. Ia baru saja memikirkan jika Natasya tak mungkin berbicara macam-macam jika mengetahui keberadaannya.     

"Pakai saja telepon kantor!" sahut seorang pria yang begitu setia terhadap seorang wanita yang telah meninggalkannya beberapa tahun silam.     

Perkataan dari Davin Mahendra terdengar seperti sebuah perintah bagi Jeffrey. Ia pun mencoba untuk bangkit lalu bergerak ke meja kerjanya. Ia pun menekan beberapa nomor telepon Natasya yang tersimpan dalam ponsel Davin Mahendra lalu menyalakan speaker agar mereka berdua bisa mendengar percakapan itu.     

Dalam beberapa detik, terdengar nada tunggu dari ponsel Natasya. Setelah beberapa lama, wanita itu pun menerima panggilan dari kantor Jeffrey.     

"Di mana ponselmu? Mengapa menghubungiku dengan telepon kantor? Bukankah akan sangat berbahaya?" Baru saja menerima panggilan telepon dari Jeffrey, wanita langsung melontarkan beberapa pertanyaan sekaligus pada petinggi badan intelijen.     

Jeffrey tersenyum kecut mendengar beberapa pertanyaan dari Natasya via ponsel. Sejujurnya ia sama sekali tak suka jika berhubungan dengan wanita itu. Namun ia juga tak punya pilihan lain selain berpura-pura berpihak pada Natasya.     

"Berbahaya yang seperti apa yang kamu maksudkan? Ponselku telah rusak karena terjatuh. Lagipula, kamu terdengar sudah sangat tidak sabar untuk mendengar suaraku." Jeffrey sengaja melemparkan candaan agar wanita itu merasa nyaman dengan pembicaraan mereka berdua.     

"Brengsek! Berani-beraninya kamu menggodaku! Menggoda Irene saja kamu tak becus," ucap Natasya yang terdengar penuh nada penghinaan bagi Jeffrey.     

Tak ada yang bisa dilakukan oleh Jeffrey selain menahan dirinya atas penghinaan dari seorang wanita yang berbicara dengannya via telepon.     

Sedangkan di sisi lain, Davin Mahendra terlihat cukup serius mendengarkan pembicaraan antara atasan dan juga sahabat dari istrinya itu. Ia tak ingin melewatkan satu kata pun dari pembicaraan mereka berdua.     

"Untuk apa kamu menghubungiku?" sela Jeffrey sebelum wanita itu semakin meluapkan emosi atas kegagalannya. Ia juga tak mau berlama-lama berbicara dengan seorang wanita yang begitu tega mengkhianati sahabatnya sendiri.     

"Tak biasanya kamu terdengar terburu-buru," ledek Natasya diiringi suara tawa lepas yang terdengar cukup jelas dari speaker.     

Jeffrey lalu memandang Davin Mahendra yang terlihat sangat serius dengan wajah yang menegangkan. Seolah ia sedang menunggu sesuatu yang besar akan terjadi.     

"Bukankah ini masih jam kantor? Aku tak bisa mengobrol terlalu lama," kilah Jeffrey pada wanita yang terdengar begitu lembut berbicara dengannya. Padahal Natasya terlalu berbahaya bagi keselamatan dua keluarga itu.     

"Besok pagi, aku ingin mengajakmu menemui Yudha Fabian. Aku memiliki bisnis kecil-kecilan yang membutuhkan sedikit bantuannya." Natasya mencoba menjelaskan maksud dan juga tujuannya menghubungi seorang pria yang dulu pernah bermaksud untuk memisahkan Irene dan Davin Mahendra.     

Jeffrey dan juga Davin Mahendra saling melemparkan tatapan tajam satu sama lain. Mereka berdua sama-sama mendengar sebuah perkataan yang menimbulkan tanda tanya besar bagi kedua pria itu. Namun, Davin Mahendra memberikan sebuah isyarat agar Jeffrey tak menimbulkan kecurigaan atas keberadaannya dalam ruangan itu.     

"Mengapa kamu diam? Apa di ruangan itu ada orang lain?" Seolah Natasya menyadari jika Jeffrey tak sendiri di ruangannya. Untuk menyakinkan dirinya sendiri, wanita itu bertanya langsung pada pria yang berbicara dalam panggilan telepon.     

"Orang lain siapa maksudmu? Mana ada orang lain di dalam ruangan ini?" Jeffrey terpaksa harus mengatakan kebohongan agar wanita itu tidak melakukan sebuah tindakan yang membahayakan nyawa orang lain.     

Terdengar suara gelak tawa dari Natasya. Wanita itu seolah tertawa lepas mendengar jawaban Jeffrey.     

"Jangan sampai terlambat untuk menjemput ke rumah. Kita berangkat sebelum jam makan siang. Silahkan lanjutkan aktivitasmu." Perkataan itulah yang dikatakan oleh Natasya sebelum panggilan itu benar-benar berakhir. Panggilan itu terputus setelah bunyi nada yang berdengung.     

Tanpa menunggu respon dari Davin Mahendra, pria itu langsung bangkit dari kursinya lalu bergerak ke arah rekannya itu.     

"Apa kamu sudah puas?" Entah itu pertanyaan atau pernyataan tak ada bedanya bagi Jeffrey. Ia masih saja melihat kecurigaan Davin Mahendra terhadap dirinya.     

"Tak ada kepuasan apapun dari perbicangan kalian berdua. Hanya ada pertanyaan baru yang justru semakin mengusik kepalaku," sahut Davin Mahendra tanpa adanya senyuman ataupun perasaan lega sedikit pun.     

Sebuah anggukan kepala dan juga senyuman tipis diperlihatkan Jeffrey kepada sosok pria yang cukup mengintimidasi dirinya. Seolah ia tak mampu melawan kharisma yang terpancar di wajah seorang Davin Mahendra.     

"Sepertinya ... kamu lebih cocok jadi atasanku dan aku jadi bawahanmu." Jeffrey bermaksud untuk melemparkan candaan pada rekannya itu. Namun Davin Mahendra justru memelototi dirinya.     

"Apa kamu yang memberikan rumah itu untuk Natasya?" Sebuah pertanyaan dari Davin Mahendra langsung merubah ekspresi Jeffrey secara drastis.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.