Bos Mafia Playboy

Pesan Davin Mahendra



Pesan Davin Mahendra

0Jeffrey cukup terkejut dengan pertanyaan Davin Mahendra terhadap dirinya. Jangankan memberikan rumah untuk Natasya, dirinya saja hanya menumpang di rumah keluarga istrinya. Bukan karena ia tak mampu membeli sebuah rumah, Jeffrey hanya ingin menuruti keinginan dari mendiang ayah angkatnya.     
0

"Candaanmu kali ini sedikit keterlaluan, Davin! Aku bukan seorang pria kaya raya seperti dirimu dan juga Adi Prayoga. Diriku saja hanya menumpang di rumah keluarga yang telah mengadopsi aku. Bagaimana caranya aku bisa memberikan rumah untuk Natasya?" Jeffrey tersenyum kecut pada pria yang sejak tadi terus memandangnya. Ia tahu kemana arah pembicaraan dari Davin Mahendra.     

"Sepertinya kamu mengetahui sesuatu yang tak aku ketahui," cetus Davin Mahendra pada atasannya itu.     

Ada keraguan dan juga perasaan tak nyaman di dalam hati Jeffrey. Sejujurnya ia tak mau menceritakan tentang kepemilikan rumah yang baru-baru ini dipakai oleh Natasya. Setahunya, wanita itu tinggal di sebuah apartemen mewah yang tak jauh dari rumah sakit.     

Jeffrey sedikit terkejut saat mendengar Natasya mulai menempati sebuah rumah mewah di pusat kota dengan penjagaan sangat ketat. Ia pernah mendatanginya sekali saat wanita itu mengundangnya ke rumah yang baru.     

"Sepertinya rumah itu merupakan sebuah pemberian dari salah seorang pria yang berkencan dengan Natasya." Hanya jawaban itu yang bisa diberikan Jeffrey pada suami dari seorang wanita yang dicintainya. Ia tak ingin menyeret nama orang lain dalam kemelut hubungannya dengan Davin Mahendra.     

Tak puas dengan jawaban itu, Davin Mahendra mengambil ponsel miliknya di atas meja lalu melemparkan tatapan tajam pada Jeffrey.     

"Aku tahu jika kamu sedang menyembunyikan sesuatu tentang rumah itu. Dengan atau tanpa kamu, aku akan menemukan siapa pemilik rumah mewah yang ditinggali Natasya sekarang." Setelah mengatakan hal itu, Davin Mahendra langsung keluar dan meninggalkan atasannya yang masih berdiri sembari tertegun tanpa kata.     

Sedangkan Jeffrey hanya bisa memandangi kepergian Davin Mahendra tanpa mampu mengatakan apapun lagi kepadanya. Ia tak mau mengusik seseorang yang telah mendukung Natasya selama ini.     

Di sisi lain, Davin Mahendra sudah berada di depan markas badan intelijen. Tanpa sengaja ia bertemu dengan Marco dan Alex yang kebetulan baru kembali setelah melakukan sebuah misi.     

"Apa Bos baik-baik saja?" Alex cukup mengenal sosok Davin Mahendra. Sedikit kekesalan dari pria itu pasti bisa dilihatnya dengan mata telanjang.     

Marco juga ikut cemas melihat atasannya begitu berantakan. Yang paling mengejutkan baginya, ia melihat tangan Davin Mahendra terlihat sedikit terluka karena sebuah benturan keras.     

"Kita kembali saja ke dalam, Bos. Aku akan mengobati luka di tanganmu," tawar Marco dalam wajah panik. Ia tak ingin jika atasannya itu sampai terluka dan tak bisa melakukan pekerjaan yang cukup penting.     

"Bukankah Bos mengajukan cuti untuk beberapa hari ke depan?" Sebuah pertanyaan dari Alex justru menjadi pengingat bagi Davin Mahendra. Pria itu telah melupakan jika dirinya sedang mengambil cuti untuk beberapa hari ke depan.     

Davin Mahendra tak langsung menjawab pertanyaan itu. Sebenarnya, ia telah melupakan tujuan awal kedatangannya ke markas. Padahal saat di rumah, ia mendapatkan panggilan untuk menemui atasannya guna membahas sebuah misi yang cukup penting. Namun begitu sampai di sana, ia telah kehilangan akal sehat dan langsung memukuli atasannya itu tanpa ampun.     

"Katakan pada Jeffrey jika aku masih mengambil cuti. Tak ada pekerjaan apapun yang bisa mengusikku." Pria itu langsung meninggalkan dua anak buahnya yang selama ini sangat dipercayainya untuk melakukan apapun. Davin Mahendra tak ingin terlibat urusan pekerjaan selama beberapa hari ke depan.     

Begitu atasannya pergi, Alex dan Marco saling memandang satu sama lain. Mereka sangat penasaran yang sebenarnya terjadi dengan atasannya itu. Tidak biasanya seorang Davin Mahendra mengesampingkan pekerjaannya. Mereka langsung bergerak untuk menemui sang pimpinan tertinggi. Kedua pria itu bermaksud untuk menyampaikan sebuah pesan yang telah dikatakan oleh Davin Mahendra.     

Belum sempat mengetuk pintu ruangan itu, Jeffrey sudah membuka pintunya dan terlihat sedikit terkejut dengan keberadaan mereka berdua.     

"Apa ada masalah?" tanya Jeffrey singkat pada dua orang pria yang diketahuinya sebagai orang kepercayaan Davin Mahendra.     

Alex dan Marco masih tertegun tanpa suara melihat wajah Jeffrey yang terlihat terluka karena beberapa pukulan. Terlihat dari bekas pukulan itu jika pria itu seolah tak melakukan perlindungan atas dirinya. Kedua pria itu mulai bertanya-tanya di dalam hati. Mereka berdua saling memandang sembari melemparkan sebuah isyarat khusus terhadap pemandangan yang dilihatnya.     

"Mengapa kalian hanya diam saja?" Jeffrey mulai meninggikan nada suaranya. Bukan karena marah, kedua pria di hadapannya itu hanya memandangnya dalam tatapan kosong.     

"Apakah Bos Davin yang memukul Anda?" Tanpa sadar, Alex melontarkan sebuah pertanyaan bodoh pada pria yang memiliki kekuasaan tertinggi di kantor itu.     

Sontak saja Jeffrey langsung kembali masuk ke dalam ruangannya. Ia mengurungkan niatnya untuk meninggalkan tempat itu.     

"Masuklah! Kita bisa berbicara di dalam," perintah Jeffrey pada dua orang yang bekerja pada Davin Mahendra. Mereka berdua adalah agen terbaik yang dimiliki oleh rekannya itu.     

Kedua pria itu langsung masuk ke dalam tanpa melakukan protes apapun. Mereka tak mungkin bisa menolak perintah dari atasannya.     

"Kami hanya ingin menyampaikan sebuah pesan dari Pak Davin Mahendra. Beliau tetap mengajukan cuti sesuai dengan pengajuan sebelumnya," jelas Alex dalam suasana yang terasa mendebarkan dan tentunya cukup menegangkan.     

"Beliau juga berkata jika tak ingin ada pekerjaan yang mengganggunya selama cuti," lanjut Marco atas perkataan dari Davin Mahendra yang belum diselesaikan oleh Alex.     

Tanpa penjelasan dari mereka pun, Jeffrey sudah menebak hal itu. Terlihat sangat jelas kekesalan dan juga kekecewaan Davin Mahendra atas dirinya. Apalagi dia tak mengatakan tentang sebuah rumah yang baru-baru ini ditinggali oleh Natasya.     

"Aku mengerti. Kuharap kalian merahasiakan apa yang telah kalian lihat. Anggap saja jika wajahku baik-baik saja. Jangan sampai hal ini tersebar keluar dari dinding ruangan itu." Jeffrey sengaja memberikan sebuah ancaman kecil pada mereka berdua. Ia tak mau hal itu tersebar dan membuat kekacauan di antara mereka.     

"Kami mengerti, Pak!" sahut kedua orang itu hampir bersamaan. Mereka tentunya sangat memahami keinginan dari pimpinannya. Tak ingin terlibat lebih dalam lagi, Alex dan Marco memilih tidak ikut terlibat lebih dalam lagi.     

Mereka pun langsung pamit pergi setelah menyampaikan apa yang seharusnya disampaikannya. Berada di ruangan itu seolah berada di antara hidup dan mati. Sangat mengerikan dan juga menakutkan bagi mereka berdua.     

Baru beberapa langkah keluar dari ruangan itu, Marco merasakan ada sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Ia pun langsung membuka ponsel miliknya.     

"Untuk apa Bos memintaku datang ke rumahnya?" Marco hanya bisa berharap tidak ada hal buruk yang terjadi.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.