Bos Mafia Playboy

Anting Berlian Pembawa Petaka



Anting Berlian Pembawa Petaka

0Natasya mengambil sebuah benda kecil yang berkilau dari dalam tasnya. Sebuah anting berlian yang secara khusus diberikannya untuk Irene sebagai hadiah ulang tahunnya.     
0

"Tentunya kalian semua tahu, siapa pemilik anting berlian ini?" Natasya tersenyum dalam luka hatinya yang begitu dalam. Benda itu sengaja dibawanya sebagai pengingat atas pengkhianatan yang telah dilakukan sahabat dan juga suaminya.     

Tanpa sadar, Imelda menutup mulut dengan kedua tangannya. Ia sangat mengenal anting berlian itu. Irene pernah memperlihatkan benda itu di hari ulangtahunnya.     

"Itu anting berlian milik Mama Irene. Bukankah Mama Natasya yang memberikan itu sebagai kado ulang tahun Mama Irene?" Imelda tak melupakan hari itu. Wanita yang telah melahirkannya itu terlihat sangat bahagia mendapatkan kado ulang tahun dari sahabat terbaiknya.     

"Ternyata kamu juga mengenalinya." Sebuah seringai terukir di bibir Natasya, mempertegas luka di dalam hatinya. Wanita itu tak mampu lagi berlagak seperti malaikat yang memperlihatkan kelembutan dan juga keramahannya.     

Sejak wanita itu memperlihatkan sebuah benda milik mendiang istrinya, Davin Mahendra terus berpikir tentang itu. Ia sangat penasaran, mengapa Natasya bisa menyimpan sebuah benda milik sang istri.     

"Bagaimana anting Irene bisa ada padamu?" Sebuah pertanyaan yang terdengar penuh ketegasan sekaligus rasa penasaran. Sebagai seorang suami, Davin Mahendra tentunya ingin mengetahui apapun yang menjadi milik istrinya.     

Natasya menyeka keringat yang membasahi sebagian wajahnya, padahal ruangan itu cukup dingin. Namun wanita itu masih saja merasa sangat gerah. Ia pun tersenyum dengan wajah yang terlihat sangat terluka.     

"Coba kalian tebak! Di mana aku menemukan anting berlian ini?" Wanita itu mengangkat tangannya, memperlihatkan benda kecil yang berkilau sangat indah.     

"Apakah kamu mencurinya dari Irene?" tuduh Adi Prayoga pada mantan istrinya.     

Wanita itu justru terkekeh geli mendengar pertanyaan Adi Prayoga. Natasya mulai terperosok dalam luka hatinya yang cukup dalam. Entah karena apa, tiba-tiba saja matanya mulai berkaca-kaca.     

"Aku bukan orang munafik seperti kalian. Sesuatu yang sudah kuberikan, tak mungkin aku ambil lagi. Jangan pikir aku seperti kamu dan Irene, Prayoga!" sindir Natasya pada seorang pria yang sudah mengkhianatinya.     

Adi Prayoga pastinya sangat mengerti arti sindiran itu terhadap dirinya. Sebuah sindiran pedas yang ditujukan untuk dirinya dan juga Irene yang telah menjalin hubungan kembali di belakang Natasya. Padahal Irene sendiri yang meminta Natasya untuk menikahi kekasihnya itu.     

"Tak usah bermain teka-teki lagi, Natasya! Jika ingin mengatakannya, cepat katakan! Jika tidak, lebih baik kamu kembali pada pria yang sudah menunggumu itu," tegas Davin Mahendra pada seorang wanita yang datang bersama atasannya.     

"Sepertinya kamu sudah sangat tidak sabar, Davin Mahendra." Dengan gayanya yang khas dan ucapan yang cukup lembut, Natasya memandang mereka satu persatu. Ia akan mengatakan sebuah kebenaran yang selama ini sudah disimpan untuk dirinya sendiri. Hatinya serasa akan meledak, menyimpan hal itu sendirian.     

Semua orang terlihat tidak sabar mendengar sesuatu yang akan dikatakan oleh Natasya. Terlebih Imelda, dadanya serasa akan meledak menunggu jawaban dari ibu mertuanya itu.     

"Aku menemukannya di atas .... " Natasya sengaja mempermainkan mereka semua. Membuat rasa penasaran yang akan meledakkan setiap orang yang akan mendengar ucapannya.     

"Di atas ranjang dalam kamarku." Bagai petir yang menyambar kepala mereka satu persatu. Mereka akhirnya memahami alasan Natasya sangat membenci sahabatnya itu. Bahkan kebenciannya tak pernah hilang meskipun Irene sudah lama tiada.     

Semua orang langsung terdiam dalam perasaan yang tak karuan. Seperti sebuah ledakan hebat yang baru saja menghancurkan hati. Tak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun satu sama lain. Hal itu membuat Natasya tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membuat orang-orang itu kehilangan kata-katanya.     

"Mengapa kalian terdiam? Apa kalian terkejut? Bagaimana rasanya? Apakah sangat menyakitkan?" Natasya terus saja menghujani mereka dengan banyak pertanyaan. Tak ada satu pun di antara mereka yang membuka suara.     

"Tutup mulutmu, Natasya!" gertak Adi Prayoga pada mantan istrinya. Ia tak ingin membuat suasana menjadi semakin buruk bagi kedua keluarga itu. Padahal, hubungannya dan juga Davin Mahendra baru saja lebih baik.     

Wanita itu tertawa lepas seperti seseorang yang telah kehilangan akal sehatnya. Ia tak peduli jika ada seseorang yang melihatnya seperti orang yang tidak waras. Natasya hanya meluapkan kebahagiaannya karena membuat mereka tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.     

"Ada apa, Prayoga? Apa kamu sangat malu? Apa harga dirimu semakin hancur?" Sebuah sendiri telak sengaja dilontarkan Natasya untuk menghancurkan mantan suaminya itu. Dalam hatinya, ia berkeinginan untuk menghancurkan sosok bos mafia seperti Adi Prayoga.     

"Hentikan, Ma! Lebih baik Mama pergi dari sini, aku tak ingin mendengar Mama mengatakan apapun lagi." Secara tak langsung, Brian ingin mengusir ibunya sendiri. Ia tak ingin hubungan antara dua keluarga itu semakin hancur dan sulit untuk disatukan kembali.     

Mendengar kata-kata Brian itu, hati Natasya semakin hancur. Bagaimana tidak, anak semata wayangnya secara terang-terangan mengusir dirinya. Hal itu sangat melukai hati seorang ibu yang sudah melahirkan dan juga membesarkannya hingga SMA.     

"Kalian melihatnya sendiri 'kan? Didikan yang diberikan oleh Adi Prayoga kepada anakku. Bagaimana Brian bisa sangat membenciku jika pria pengkhianat ini tak meracuninya?" Natasya semakin membenci seorang pria yang pernah menjadi suaminya itu. Ia tak terima saat Brian secara terang-terangan membenci dirinya.     

"Cukup, Ma! Aku tahu mana yang benar dan juga mana yang salah. Tak ada yang meracuniku. Aku sudah cukup dewasa untuk melihat segalanya," tegas Brian pada wanita yang terlihat sangat menyedihkan karena sikap tak acuh dari anaknya sendiri.     

Melihat suasana semakin kacau, Jeffrey pun menghampiri keributan itu. Dia berusaha untuk membawa Natasya kembali ke tempat duduknya. Namun wanita itu berusaha keras untuk tetap berada di antara mereka.     

"Lepaskan aku, Jeffrey! Aku belum selesai berbicara dengan mereka semua," protes Natasya saat pria yang datang bersamanya itu mencoba untuk menariknya pergi.     

"Jangan membuat keributan di sini! Bukankah ini sangat memalukan." Jeffrey berusaha untuk membujuk wanita yang bersikukuh untuk tetap berada di tempatnya berdiri. Padahal beberapa orang mulai memperhatikan mereka semua.     

Tak ingin menjadi semakin tak terkendali, Jeffrey pun memikirkan sebuah cara untuk membuat Natasya meninggalkan mereka semua. Ia pun memiliki ide cemerlang yang tiba-tiba muncul di kepalanya.     

"Bukankah kita memiliki janji temu dengan seseorang? Tidakkah kamu ingat jika orang itu akan segera berangkat ke luar negeri?" Hanya hal itu yang terpikirkan di kepala Jeffrey ia berharap Natasya bisa segera pergi dari mereka.     

Seolah baru mengingat hal penting itu, Natasya pun mulai memundurkan langkahnya. Ia melirik Adi Prayoga dan juga Imelda dalam sebuah tatapan yang cukup mengerikan.     

"Aku berjanji akan menghancurkanmu, Adi Prayoga." Natasya bersumpah pada dirinya sendiri untuk menghancurkan mantan suaminya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.