Bos Mafia Playboy

Natasya Tak Sesederhana Itu!



Natasya Tak Sesederhana Itu!

0Adi Prayoga pastinya mendapatkan pukulan keras yang cukup menyakitkan baginya. Apalagi Natasya mengatakan hal itu di depan orang-orang sangat berarti untuknya. Seolah tanpa nyawa, ia terduduk di sebuah kursi yang tadi sudah dipakainya.     
0

"Apa Papa baik-baik saja?" Brian menjadi cemas melihat ayahnya yang begitu tak berdaya.     

Sayangnya, pertanyaan dari Brian itu sama sekali tak mendapatkan jawaban. Adi Prayoga merasa sangat berdosa kepada sahabatnya itu. Hal yang telah dilakukannya telah menghancurkan hubungannya dengan Davin Mahendra.     

Seolah mengerti kecemasan dari sahabatnya, Davin Mahendra mendekati pria yang langsung terdiam tanpa kata itu. Ia pun duduk tepat di sebelah Adi Prayoga.     

"Apa kata-kata Natasya sangat melukai hatimu?" tanya Davin Mahendra sembari menepuk pundak dari sahabat yang pernah menjadi musuhnya itu.     

"Bukan. Aku hanya merasa sangat bersalah padamu, Mahendra. Tak sedikit pun aku peduli pada wanita itu," jawab Adi Prayoga tanpa mampu memandang sosok pria yang sudah cukup lama.     

Davin Mahendra meremas pundak sahabatnya itu. Ia sangat mengerti kegelisahan di dalam hatinya. Namun segala yang terjadi, tak sepenuhnya salah Adi Prayoga. Sejak awal, ia sangat sadar jika dirinya yang memulai kesalahan dan juga kehancuran itu.     

"Tak perlu merasa bersalah, kita berdua sudah membicarakan semuanya. Segalanya dimulai dari video bodoh yang sengaja dibuat oleh Jeffrey." Davin Mahendra hanya bisa mengatakan sesuatu yang sedang dipikirkannya. Ia tak ingin lagi menyalahkan seorang pria yang juga sudah sangat menderita dengan segala yang terjadi di dalam hidupnya.     

"Sebaiknya kita mulai memikirkan, apa yang akan dibicarakan oleh Natasya dengan Yudha Fabian?" lanjut Davin Mahendra.     

Terlihat wajah terkejut dan tak percaya yang ditunjukkan oleh Adi Prayoga. Ia cukup penasaran dari mana Davin Mahendra mendapatkan informasi penting itu.     

"Dari mana kamu tahu jika mereka akan bertemu?" tanya Adi Prayoga pada sahabat dekatnya.     

"Jeffrey. Aku berada di kantornya saat Natasya mencoba untuk menghubungi Jeffrey. Ternyata selama ini, pria bodoh yang menjadi atasanku itu, mendapatkan tekanan dari Natasya atas video itu," ungkap ayah dari Vincent dan juga Imelda Mahendra itu.     

Sedikit penjelasan itu membuat Adi Prayoga berpikir cukup keras untuk memahami hal itu. Tentunya hal itu sangat mengejutkan dan juga tak terduga baginya.     

"Jadi mantan istriku itu mengetahui jika Jeffrey yang menjebakmu? Hal itu juga yang membuat pria itu berada di bawah tekanan Natasya." Sebuah kesimpulan yang terpikirkan oleh Adi Prayoga. Segalanya benar-benar tak terduga. Ia tak menyangka jika hubungan dekat Natasya dan juga Jeffrey hanya karena sebuah ancaman itu.     

"Lalu ... mengapa Om Jeffrey masih terlihat untuk membantu Mama Natasya, Pa?" Kali ini Brian yang merasa sangat penasaran atas hubungan pria dan juga wanita yang masih duduk berdua tak jauh dari mereka. Bahkan pasangan itu terlihat memperhatikan mereka semua.     

Davin Mahendra tak bisa memberikan jawaban apapun. Jeffrey sendiri juga tak menjelaskan segalanya dengan gamblang. Masih ada beberapa hal yang harus dikuak untuk mencari sebuah alasan atas segalanya.     

"Natasya tak sesederhana itu .... Hanya itu yang dikatakan oleh Jeffrey pada Papa." Begitulah jawaban seorang Davin Mahendra pada menantunya. Bukan karena ingin menutupi segalanya, ia hanya masih belum yakin jika apa yang dipikirkan memanglah benar.     

"Arti yang sebenarnya ... Jeffrey sebenarnya berpihak pada kita. Namun seolah ia ingin membantu Natasya. Sandiwara apa lagi yang sedang mereka perankan?" Adi Prayoga merasa jika semuanya semakin rumit. Terlalu sulit untuk menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan dan juga segala tanda tanya besar yang selama ini menghantuinya.     

Davin Mahendra memijat pelipisnya, ia merasakan sakit kepala yang tiba-tiba menyerangnya. Hingga tak berapa lama, ia melihat kepergian Natasya dan juga Jeffrey bersamaan dengan datangnya Marco ke restoran itu.     

Marco memperlihatkan senyuman hangat pada mereka semua. Kemudian ia menyerahkan sebuah map berwarna coklat pada Davin Mahendra.     

"Semuanya ada di sini, Bos. Namun itu hanya catatan untuk satu bulan yang lalu. Aku belum sempat memeriksa di bulan-bulan berikutnya." Marco mencoba menjelaskan sesuatu yang diminta oleh atasannya itu.     

"Duduklah dulu, Marco! Makanlah bersama kami, aku yakin jika kamu belum makan siang," bujuk Imelda pada seorang pria muda yang menjadi adik kandung dari orang kepercayaan Adi Prayoga itu.     

Tanpa mengatakan apapun, Marco langsung duduk di sebuah kursi kosong yang berada di antara Brian dan juga Davin Mahendra. Sebenarnya ia ingin menolak tawaran Imelda, namun ia merasa takut jika wanita itu akan tersinggung dan mencari masalah dengannya.     

"Siapa pria muda ini?" Adi Prayoga sangat penasaran pada sosok pria yang baru saja bergabung dengan mereka. Ia merasa jika wajahnya sangat familiar. Rasanya seperti seseorang yang sangat dikenalinya.     

Davin Mahendra bisa melihat rasa penasaran di wajah sahabatnya itu. Tak biasanya seorang Adi Prayoga merasa ingin tahu tentang seseorang yang tak berarti apa-apa untuknya.     

"Ada apa, Prayoga? Marco hanyalah bawahanku saja, sepertinya kamu sangat tertarik padanya," tebak Davin Mahendra pada pria yang duduk di sebelahnya.     

"Sepertinya aku salah mengenali orang." Pria tua itu mulai meragukan ingatannya sendiri. Namun ia masih sangat yakin jika dirinya pernah bertemu dengan anak buah dari Davin Mahendra itu.     

Kedua pria tua itu lalu terdiam dalam pemikiran masing-masing. Sedangkan Brian dan Imelda hanya bisa menahan diri agar tidak menunjukkan ekspresi yang akan menimbulkan kecurigaan di antara mereka.     

Sedangkan Marco sendiri merasa sangat berdebar jika dirinya ketahuan adik kandung dari seseorang yang selama ini menjadi seseorang yang sangat dicari oleh agen intelijen. Suasana menjadi sangat menegangkan baginya, ingin rasanya Marco segera menghilang dari antara mereka semua.     

"Bukankah wajah Marco cukup tampan seperti bintang film yang sedang naik daun?" Imelda mencoba untuk mengalihkan perhatian mereka. Ia tak ingin menambahkan rumit hubungan di antara mereka.     

"Benarkah? Mungkin itu juga yang kulihat sekilas saat menonton televisi." Adi Prayoga mulai meragukan dirinya sendiri. Ia masih tak yakin telah menyaksikan seseorang yang mirip dengan pria muda itu dari layar kaca.     

Tak ingin menimbulkan kecurigaan, Imelda hanya tersenyum tipis sembari menganggukkan kepala. Ia tak mau jika dirinya ketahuan sedang berbohong pada ayah mertuanya.     

Sedangkan Davin Mahendra, sama sekali tak merasakan apapun. Ia selalu melihat Martin dengan berbagai penyamaran yang selalu berubah. Hal itu yang membuatnya tak menyadari jika wajah Marco sangat mirip dengan kakaknya itu.     

Setelah beberapa saat, Marco pun pamit ingin kembali ke kantornya. Ia pun bangkit dari kursi dan bersiap untuk pergi. Setelah berpamitan, ia bermaksud melangkahkan kakinya meninggalkan mereka semua.     

"Tunggu!" seru Adi Prayoga menghentikan langkah Marco. "Bukankah wajahnya sangat mirip dengan orang kepercayaanku, Martin?" Sebuah pertanyaan yang membuat Marco langsung memucat seketika.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.