Bos Mafia Playboy

Aku Juga Butuh Pelukan



Aku Juga Butuh Pelukan

0Marco langsung menghentikan langkahnya, saat Adi Prayoga melontarkan sebuah pertanyaan. Tentu saja ia sangat terkejut mendengarnya. Mendadak hatinya berdebar hebat, keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Ia takut jika identitasnya terbongkar di hadapan dua pria yang memiliki pengaruh besar di dalam hidupnya.     
0

"Apakah aku terlihat mirip dengan Martin?" Sebuah pertanyaan bodoh keluar begitu saja atas Marco. Ia terlalu cemas hingga mengatakan sesuatu yang tak seharusnya dikatakannya.     

"Aku rasa kalian berdua cukup mirip," sahut Adi Prayoga tanpa mengalihkan pandangan dari seorang pria muda yang sudah bersiap untuk meninggalkan restoran itu.     

Davin Mahendra menjadi semakin penasaran dengan sosok kepercayaan dari Adi Prayoga itu. Selama ini, ia hanya bisa mendapatkan gambar wajah Martin saat dalam penyamaran.     

"Apa kalian memiliki foto Martin?" tanya Davin Mahendra pada pasangan suami istri yang sedang berusaha keras untuk menyembunyikan kecemasannya.     

Imelda dan Brian berpura-pura memeriksa foto Martin di dalam ponselnya. Kemudian diam-diam, Imelda mengirimkan sebuah pesan pada adik kandung dari Martin itu. Hingga tak berapa lama, ponsel Marco berdering cukup keras. Pria itu langsung melirik ke arah Brian dan juga Imelda. Ia pun lalu menempelkan ponsel itu di dekat telinganya.     

"Ada apa, Alex?" ucap Marco dalam wajah yang cemas dan hati yang sangat berdebar. "Aku akan segera ke markas." Marco bergegas keluar dari restoran itu.     

"Mohon maaf. Saya pamit undur diri." Setelah berpamitan, Marco langsung meninggalkan mereka semua tanpa menjelaskan apapun pada Adi Prayoga dan juga Davin Mahendra. Padahal mereka berdua benar-benar cukup penasaran dengan kemiripan kedua pria itu.     

Terlukis kelegaan di wajah Brian dan juga Imelda. Setidaknya, Marco bisa menghindari pertanyaan itu untuk sementara. Meskipun pada akhirnya kedua ayahnya akan mengetahui kebenaran tentang mereka, saat itu bukanlah waktu yang tepat bagi mereka.     

"Apa yang diberikan oleh Marco untuk Papa?" Imelda sengaja mengalihkan pokok pembicaraan yang sebelumnya. Ia pun juga berpura-pura tak mengetahui daftar panggilan yang sudah diberikan Marco pada ayahnya.     

"Aku meminta Marco untuk meretas panggilan terakhir yang dilakukan oleh Natasya. Semoga saja bisa memberikan petunjuk atas kejahatan apapun yang telah dilakukan oleh mantan istri dari ayah mertuamu itu," jelas Davin Mahendra sembari membuka amplop berwarna coklat yang diberikan oleh anak buahnya.     

Begitu terbuka, Davin Mahendra langsung mengeluarkan dua lembar kertas yang berada di dalamnya. Ia cukup tercengang, saat mendapati beberapa panggilan yang telah dilakukan oleh Natasya.     

"Sepertinya wanita itu sudah tidak waras!" kesal Davin Mahendra saat membaca kertas di depannya secara sekilas. Ia pun meletakkan kertas itu di atas meja agar mereka juga bisa melihat nama-nama yang akan mengejutkan mereka semua.     

Adi Prayoga dan Brian mengambil kertas itu satu persatu. Mereka berdua mendapatkan masing-masing dengan daftar yang berbeda. Walaupun tak terdengar tanggapan mereka atas daftar itu, terlalu jelas jika ayah dan anak itu cukup terkejut membaca nama-nama yang tercetak di dalam kertas itu.     

"Rizal Hartanto, Dimitry, Yudha Fabian dan nama-nama penjahat kelas teri juga dihubunginya .... Apa-apaan ini? Apa yang sedang direncanakan oleh wanita itu?" Adi Prayoga mulai kehilangan kesabarannya. Ia tak menyangka dengan kegilaan yang telah dilakukan oleh mantan istrinya.     

"Apa yang sedang direncanakan oleh Mama?" Brian pun juga sangat penasaran pada seorang wanita yang telah melahirkannya itu.     

Davin Mahendra menghela nafasnya cukup panjang lalu mengusap kepalanya sendiri. Ia tak habis pikir jika Natasya bisa berhubungan dengan orang-orang yang cukup berbahaya. Dalam hati, Davin Mahendra sangat yakin jika wanita itu akan merencanakan sesuatu yang lebih besar lagi.     

"Aku sudah menduga jika wanita itu masih berhubungan dengan mantan kekasihnya itu. Tapi aku tak menyangka jika mereka melakukan panggilan telepon puluhan kali dalam sehari." Adi Prayoga semakin tak mengerti dengan wanita yang begitu ingin menghancurkan hidupnya itu.     

Mendadak ada rasa takut yang singgah di dalam hati Adi Prayoga. Bukan karena ia takut mati, pria itu sangat takut jika Natasya nekat melukai Imelda. Terlihat begitu nyata jika wanita itu sangat membenci anak dari Irene itu.     

"Apa wanita itu begitu menakutkan bagimu, Prayoga? Lihatlah! Wajahmu sangat pucat setelah membicarakan mantan istrimu." Sebuah sindiran yang diucapkan oleh Davin Mahendra adalah bukti kepeduliannya pada sahabatnya itu. Ia akan berusaha untuk membantu Adi Prayoga dengan segala kekuatan yang ada dalam dirinya.     

"Tak sedikit pun aku takut untuk mati, Prayoga. Sejak Irene tewas dalam kecelakaan itu, rasanya hatiku sudah mati. Jika bukan karena Brian dan juga janjiku untuk melindungi anak-anakmu, aku pasti sudah menyusul Irene di manapun ia berada." Pandangan Adi Prayoga mendadak berkaca-kaca. Terlukis jika dirinya sangat menderita dan juga terluka dengan kehidupan yang dijalaninya.     

Davin Mahendra cukup tersentuh dengan perkataan itu. Ia sangat tahu, seberapa besar rasa cinta Adi Prayoga kepada istrinya. Tak pernah sedikitpun ia melupakan kesalahan terbesar di dalam hidupnya. Andai malam itu ia bisa mengendalikan diri ... hubungan mereka pasti akan jauh lebih baik. Irene juga pasti masih hidup bahagia bersama sahabatnya itu.     

"Maaf." Sebuah kata ajaib yang mampu meruntuhkan segala ego yang membentengi mereka berdua. Davin Mahendra terdengar sangat tulus mengatakan hal itu.     

"Sudah cukup lama aku menghapus segala kesalahan di antara kita. Semoga kita bisa menjalin persahabatan yang baik seperti dahulu. Saat kita berdua masih berjuang bersama di bawah naungan badan intelijen." Sebuah senyuman hangat yang penuh ketulusan terukir di wajah Adi Prayoga. Ia tak lagi menyimpan kesalahan dari sahabatnya itu.     

Imelda yang sejak tadi hanya menjadi seorang pendengar yang baik, akhirnya tersenyum cerah. Meskipun masih banyak teka-teki dalam keluarganya, ia bahagia saat Adi Prayoga dan juga Davin Mahendra bisa saling memaafkan. Sebuah momen yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, begitu mengharukan untuknya.     

"Aku sangat menyayangi, Papa," ucap Imelda bersaamaan dengan sebuah pelukan hangat yang mendarat di bahu Davin Mahendra. Ia tak mampu menahan kebahagiaan di dalam dirinya.     

"Rasanya aku sangat cemburu padamu, Mahendra. Tak rela jika Imelda hanya memelukmu saja," goda Adi Prayoga. Ia tersenyum tipis memandang momen romantis antara ayah dan anak itu.     

Melihat kecemburuan sang ayah mertua, Imelda beralih memeluk sang bos mafia. Ia beruntung memiliki dua ayah yang sangat mencintainya begitu besar.     

"Aku juga sangat menyayangi, Papa," lirih Imelda pada ayah mertuanya.     

Di antara ketiga pria itu, Brian lah yang paling kesal. Ia merasa jika kasih sayang Imelda terhadap dua pria itu sedikit berlebihan. Ya ... Brian sangat cemburu pada ayahnya sendiri. Kecemburuan telah membutakan hati dan juga matanya.     

"Lepaskan, Sayang! Aku juga membutuhkan pelukanmu." Tanpa rasa malu, Brian menarik Imelda ke dalam pelukannya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.